16. Spring

6.5K 830 14
                                    

Corinth rebah menyamping, dengan telapak tangan kanan yang menyangga kepalanya demi bisa memperhatikan wajah yang tengah terlelap di tempat tidurnya. Dia menikmati embusan napas yang tenang dari Susa, juga rautnya yang polos tanpa beban. Sesekali Corinth akan mengusapkan jari telunjuk ke lengkung alisnya yang membusur indah, menurun ke hidung bangirnya, lalu berakhir pada bibir ranum yang menguncup cantik. Corinth senang gadis itu bersamanya, tapi sayang dengan alasan yang hampir membuat kemarahannya bangkit.

Jika pelakunya adalah Vonn, Corinth tidak akan sungkan membunuh laki-laki itu. Untunglah Corinth bisa meredam prasangkanya dan beralih membawa Susa pergi. Tempat itu sama dengan tempat dia membawa Susa di malam kelam saat gadis itu terluka. Kalau boleh berharap, Corinth ingin Susa mendatanginya secara sukarela, bukan saat ada masalah datang saja.

Pintu diketuk dari luar. Masuk Gail yang melangkah pelan mendekati ranjang.

"Bagaimana ramuan yang saya berikan?" tanya pria itu. Usianya lebih tua dari Corinth, namun secara tampilan fisik, mereka tampak sebaya.

"Sudah membaik," ucap Corinth pelan sambil memilin lembut rambut cokelat Susa. "Wajahnya tidak sepucat tadi, dan napasnya stabil."

"Sepertinya dia sudah sakit sebelum mendapat luka itu. Bisa gawat semisal pendarahannya tidak langsung dihentikan."

Corinth sedikit menyingkap lengan gaun Susa untuk melihat pembalut yang terpasang rapi. Sementara Gail memang terkenal dengan kemampuan pengobatannya, Corinth tidak lantas menyerahkan penanganan luka gadis itu padanya. Corinth sendiri yang membalutkan untaian kain putih itu lalu mengikatnya hati-hati. Setelah Gail membawakan ramuan, Corinth langsung mengambil alih. Suap demi suap ramuan pekat itu masuk ke mulut Susa.

"Bagaimana Telupu?"

"Hampir mati," jawab Gail terus terang. "Untung saja anda cepat membawanya ke sini. Tidak mungkin tupai sepertinya mati hanya gara-gara terjatuh. Sepertinya seseorang membantingnya keras sekali."

Telapak tangan Corinth terkepal kuat. Siapa?, pikirnya. Apa benar salah satu dari dua pengawal Susa yang melakukannya? Vonn tampak tidak memiliki kapasitas untuk itu. Kalau begitu pelakunya Juda? Corinth sangsi. Laki-laki itu terikat perjanjian dengan Susa. Juda tidak akan bertindak tanpa diperintah. Dia pun tidak akan mengkhianati Susa. Apa kedua laki-laki itu bahkan ada di tempat kejadian saat Telupu dan Susa diserang?

"Cukup. Pergilah," suruh Corinth dan Gail pun menurut patuh.

Tanpa melepaskan pandangan dari Susa, Corinth tidak lagi menopang kepalanya melainkan rebah sepenuhnya persis di samping gadis itu.

***

"Corinth. Bangun, Corinth ..." Suara lembut itu mengalun dekat telinganya.

Ah, perempuan itu. Harus berapa kali Corinth memberitahunya? Pagi sampai sore hari adalah waktunya untuk terlelap. Susah sekali membuat dia memahaminya, padahal Corinth sampai mengerang jengkel gara-gara panggilan itu.

"Saljunya sudah turun! Ayo kita keluar!" Perempuan itu terus merengek bahkan mulai berani merebut selimut Corinth.

"Tidak mau," gerutu Corinth.

"Kenapa?" Corinth heran kenapa dia musti bertanya.

"Pertama, ini masih siang. Kedua, apa kau tidak merasa udaranya dingin sekali? Sekali kau keluar dari pintu depan, tubuhmu akan langsung membeku seperti balok es."

"Salju sama cantiknya seperti musim semi," kilahnya bertabrakan dengan persepsi Corinth mengenai salju.

Apa bagusnya salju? Hanya warnanya yang putih bersih. Di luar itu, mereka harus berusaha beradaptasi dengan hawa dingin yang menusuk, jalan yang licin, dan pemandangan pohon-pohon yang dari luar tampak tidak bernyawa.

CassiopeiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang