Extended Chapter: The Twin

7.8K 756 41
                                    

Musim gugur sebentar lagi usai. Angin dingin mulai berembus di Bethraten. Beruntung, istana menjadi kastil terakhir yang akan menerima terpaan aroma salju. Pekarangan istana sendiri masih dipenuhi daun-daun kering. Kuning dan cokelat menghiasi tanah lembap bagaikan karpet sulaman.

Sepasang kaki kecil berlari. Bibirnya mengatup rapat demi menahan seringai tawa. Terengah-engah, dia menemukan tempat bersembunyi yang dirasa cukup aman.

"Aduuuh ... di mana dia yaaaa?" Vonn berseru. Nada penasarannya kentara dibuat-buat supaya membuat si Pemilik kaki kecil itu senang.

Mereka bermain petak umpet. Bocah yang baru berumur dua tahun itu tengah membekap mulutnya sendiri dengan muka yang memerah. Dia tidak sendiri. Ada pula si tupai putih bertengger manis di atas kepalanya.

Sang Putri Bethraten berambut hitam legam dan memiliki corak cokelat terang pada irisnya. Namun alih-alih menjadi putri yang manis seperti malaikat, gadis itu ibarat iblis kecil yang suka sekali membuat dayang-dayang pengasuhnya kelimpungan ke sana kemari. Dia suka diam-diam mencomot roti yang baru dikeluarkan dari oven, melubangi tirai istana menjadi motif polkadot, hingga tidak sengaja membuat ambruk sebagian genteng paviliun timur saat memanjat ke atas.

Sejauh ini hanya Vonn yang masih kuat bersabar mengurusnya.

"Aku menyerah! Ayo, keluarlah! Akan kuminta mereka membuat gurita asam manis nanti." Kembali Vonn berujar. Laki-laki itu melompat ke salah satu dahan pohon yang besar lalu duduk bersandar sambil melihat kuku tangannya sendiri.

"Dan bunga gula!" seru sebuah suara cempreng menanggapi.

"Dan bunga gula." Vonn menyanggupi datar.

"Dan berondong jagung!"

"Dan berondong jagung," beo Vonn mulai bosan.

"Dan aku tidak mau mandi hari ini!"

Kali ini Vonn menjengit. Pelan-pelan dia melirik ke satu arah, di mana dia yakin anak nakal itu tengah bersembunyi di sana. Vonn akan selalu bisa menemukannya karena biar bagaimana pun aroma Susa juga dimilikinya.

"Hei, Tamar, kau tidak lihat kakimu sendiri? Kuku kakimu kemasukan tanah. Aku yakin ada cacing di situ."

"Cacing! Hiii! Cacing!"

Vonn terkekeh. Tiba-tiba dia melompat. Tubuhnya mendarat tepat di depan Tamar. Gadis itu memekik dan langsung berusaha berlari. Vonn menyambar kedua lengannya lalu mengangkat Tamar tinggi-tinggi. Tamar menjerit, tapi detik kemudian saat Vonn mendudukkannya di pundak, gadis itu tertawa.

"Akan kuceburkan sendiri kau ke bak mandi!" ancam Vonn gemas sementara Tamar mengerang memprotes.

***

Berbanding terbalik dengan suasana di luar, satu ruang di dalam istana begitu hening. Duduk di atas kursi, Juda menyilangkan kaki dan tangan. Sedari tadi sorotnya tidak lepas dari seorang bocah laki-laki yang duduk di depannya, menekuri sebuah buku.

Meski telah memangku gelar Raja Bethraten, semua urusan negeri tidak lantas dibebankan kepadanya. Sejauh ini, semuanya masih ditangani oleh Juda. Keberadaan sang Raja masih sebatas simbol. Biar bagaimana pun dia masih anak berusia dua tahun. Tapi dengan adanya Juda sebagai tameng, tidak ada yang berani bertingkah kurang ajar padanya.

Rau Llaner memiliki rambut cokelat nilon seperti yang dimiliki Susa, dan iris pekat yang menyamai langit malam.

Melihat Rau dan Tamar tumbuh besar, Juda menyadari dua hal. Tamar mewarisi karakter Corinth, sedangkan Rau mewarisi watak ibunya. Tamar susah diarahkan untuk belajar layaknya seorang putri, sedangkan Rau adalah anak yang berkembang seperti cendekiawan. Sekilas tidak jauh berbeda. Tapi Juda melihat ada yang melenceng dari Rau.

Contohnya kali ini, di mana Juda memaksanya memahami kitab pengetahuan perhitungan-perhitungan dasar. Juda tahu Rau tidak menyukainya. Bocah itu amat payah. Tapi anehnya, dia langsung menguasai kitab-kitab lain di arsip terlarang dalam istana. Rau belajar sendiri—secara acak, dengan cara yang paling tidak bisa dimengerti bahkan oleh Juda.

"Kau mengerti atau tidak?" Ini sudah ketiga kalinya Juda bertanya.

Rau agak tersentak. Dia lalu menatap keruh pada Juda.

"Kau tahu aku tidak perlu membaca ini." Dan untuk bocah seumurannya, pelafalan Rau terlampau sempurna. Tidak seperti Tamar yang sering terpeleset lidahnya sendiri.

"Aku butuh tahu sejauh mana yang kau tahu."

"Dengan menyuruhku memulai dari nol?"

"Tutup bukunya, dan jabarkan semua isinya," perintah Juda datar.

Rau menekan bibirnya—cemberut. Dia baru saja membalikkan sampul buku itu ketika tiba-tiba ....

"RAUUUU!!! RAUUU!! Guritanya sudah dataaang!!" Tamar menendang pintu yang tidak dikunci. Papan pintu itu langsung terbanting ke dinding sebelahnya.

Rau dan Juda kompak menoleh. Mereka kini melihat Tamar yang masih berbalut gaun yang acak-acakan, berikut tatanan rambut yang belum selesai. Di belakangnya, dua dayang sekaligus kepayahan mencoba menalikan tali pinggang gaun, dan memegangi sisir.

Rau kembali menatap Juda.

"Bagaimana ini? Akan ada gempa kalau aku tidak segera menemani dia makan malam," kata bocah itu terdengar menjengkelkan. Pernah beberapa hari yang lalu Tamar mengajaknya bermain dan Rau menolak. Tamar menangis meraung-raung hingga beberapa perabot keramik dan kaca jendela hancur.

Dua bocah sialan itu jelas bukan manusia. Darah Corinth mengalir kental dalam tubuh mereka.

Juda memutar bola mata lalu bangkit berdiri kemudian pergi.

Gantian Vonn yang mengawasi bocah laki-laki dan perempuan kembar itu saat menyantap makan malam. Dan seperti biasa, tubuh keduanya segera berbalur saus dan sirup.

.
.
.

I am the voice in the fields when the summer's gone

The dance of the leaves when the autumn winds blow

Ne'er do I sleep thoughout all the cold winter long

I am the force that in springtime will grow

.

.

.

Yak, udah ketahuan deh namanya 😆

CassiopeiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang