29. Sacrifice

4.7K 608 41
                                    

"Kabarnya telah beredar di mana-mana. Kedatangan pangeran Denior justru memancing situasi yang buruk. Raja Denior murka dan ancamannya semakin nyata."

Gail memaparkan semua informasi yang dikumpulkannya. Sementara pria itu menjabarkan tanpa melewatkan satu detilpun, Corinth duduk di atas kursi gofir hitam mengilat, dengan ukiran tajam di beberapa sisi. Bara dalam diri Corinth bertambah dari hari ke hari. Selain saat bersama Susa, dia akan menampakkan raut sedingin es serta irisnya yang berpijar merah menyala sesekali.

Baik Corinth dan Gail tahu mereka tidak punya banyak waktu bila Viro mulai menunjukkan tanda-tanda mengeluarkan taringnya.

"Bajingan culas," sebut Corinth mendeskripsikan Viro. "Kalau benar-benar ingin melenyapkanku, dia seharusnya langsung membunuh Susa waktu itu. Hasratnya memang tidak bisa dikendalikan. Inilah kenapa dia begitu menjijikkan."

Gail diam. Dalam hati dia menunggu Corinth mengucapkan sesuatu. Hal yang direncanakan laki-laki itu dari awal-sejak kebangkitannya, dan pertemuan pertamanya dengan Susa. Gail tetap pada pendiriannya kalau Susa bukanlah reinkarnasi Kisara. Gadis itu pun tidak memiliki kristal perak yang amat diinginkan Corinth untuk menghabisi Viro.

Tapi diamnya Gail sampai detik ini bukanlah tanpa alasan. Mereka perlu mengulur waktu demi mencari tahu asal-usul Susa-yang mana sayangnya menemui jalan buntu. Padahal harapan Gail adalah supaya bisa menemukan keluarga gadis itu-mungkin dia memiliki saudara-karena wajah Susa tidak diragukan lagi hampir sama persis dengan Kisara. Apakah masih hidup atau sudah mati? Kalau dia benar-benar telah meninggal, maka mereka harus tahu di mana mayatnya tersimpan.

Alasan kedua Gail masih menyembunyikan semua ini adalah karena Corinth. Bahkan jika Gail berterus terang padanya, laki-laki itu akan langsung membantahnya. Corinth begitu senang melihat Susa. Dia langsung menyimpulkannya sebagai reinkarnasi Kisara. Cinta telah membuatnya buta. Kekhawatiran Gail juga mengarah pada hal yang lebih buruk.

Apa jadinya bila vampir murni yang kuat dan ganas sepertinya tahu? Apalagi jika reinkarnasi Kisara saat ini telah mati?

"Aku yakin kau berkata kalau semua persiapan ritualnya sudah selesai?"

Gail menjawab tanpa ekspresi. "Ya, tuanku."

"Bagus. Kisara sudah di sini. Apalagi yang kita tunggu?"

Corinth tersenyum, mengira kendali telah berada dalam genggamannya. Mereka akan menghentikan paksa detak jantung Susa. Hanya dengan cara itulah dia bisa terlahir kembali menjadi Kisara. Ritualnya harus berhasil ... atau tidak sama sekali.

***

Susa baru bisa terbangun saat cahaya matahari begitu terang, meringsek dari celah tirai. Seseorang menyibakkan tirai itu lebar-lebar hingga netranya menjadi silau. Masih setengah mengantuk, Susa memaksa punggungnya menegak. Senyumnya mengembang saat Corinth menghampirinya lalu duduk di tepi ranjang.

"Selamat pagi," ucap laki-laki itu lalu mengecup dahi Susa.

"Aku bangun kesiangan ...," gumam Susa jengah. Kenyataannya setiap menghabiskan malam bersama Corinth, Susa akan selalu bangun terlambat.

Tawa kecil Corinth menambah rona merah Susa.

"Siapa yang peduli? Kita punya waktu yang tidak terbatas melakukan segala hal. Sekarang, mandi dan bersiaplah." Laki-laki itu lagi-lagi bersikap seduktif dengan menyingkap sedikit kelim pada bahu Susa lantas mengusapkan bibirnya di sana. Sentuhannya amat ringan sampai Susa harus memejamkan mata sejenak demi meresapinya.

"Apa yang akan kita lakukan hari ini?" tanya Susa ketika mereka bersitatap. Dari binar matanya jelas gadis itu sangat bersemangat menanti kejutan Corinth.

CassiopeiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora