30. The Impostor

4.5K 642 32
                                    

Cahaya menyilaukan dari ukiran-ukiran aneh itu pelan-pelan meredup hingga sirna sepenuhnya. Susa berbaring tertelungkup. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka dan berlumur darah. Napasnya memberat. Netranya masih membuka sedikit, namun terhalangi oleh genangan air matanya sendiri.

Lantai agak bergetar, seketika membuatnya ketakutan. Untunglah cahaya itu tidak berpijar kembali. Samar-samar Susa merasakan seseorang mendekatinya.

Corinth berhenti tepat di samping gadis itu kemudian merunduk, menumpu pada satu lutut. Laki-laki itu sedang berusaha keras mengenyahkan perasaan terusiknya melihat Susa yang tidak berdaya. Manusia benar-benar makhluk yang amat rentan. Tapi di matanya kini, Susa adalah pengecualian. Luar biasanya gadis itu masih bisa bertahan.

"Ada yang aneh," ucap Corinth pelan. "Kristal perak seharusnya bereaksi bila dia hampir mendekati kematian."

Gail menatap punggung Corinth penuh makna. Sudah saatnya, batinnya.

Kegelisahan mulai melilit hati Corinth. Masih ada sebagian besar dirinya yang bersikukuh dia sedang tidak salah mengenali seseorang. Kisara benar-benar ada di hadapannya sekarang. Tidak mungkin ada yang salah. Corinth tidak mungkin salah mengenali pemilik belahan lain jiwanya.

"Hanya ada satu cara untuk memastikan semuanya."

Gail tersentak. Corinth menyambar belati yang terpasang pada samping celana. Hanya sepersekian detik dia melepaskan sarungnya dan tanpa keraguan langsung menghunjamkan ujung belati itu ke punggung Susa.

Itu adalah pertama kalinya Susa melihat wajah bengis Corinth. Wajah yang tidak pernah laki-laki itu perlihatkan padanya. Sebulir lagi air mata Susa tumpah dan kegelapan seketika menenggelamkan kesadarannya.

"YANG MULIA!!"

Sama sekali tidak Corinth duga, Gail menahan tangannya. Gail adalah orang yang lebih tahu dari siapa pun kalau sekali Corinth bertindak, tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Tapi bisa-bisanya pria itu berusaha menghalanginya seakan tidak peduli dengan nyawanya sendiri. Perbuatannya bisa dengan mudah memancing kemurkaan Corinth.

"Yang Mulia ..." Gail memanggilnya seolah mencoba mengembalikan pikiran waras Corinth. "Gadis ini bukan Kisara.."

Kepala Corinth perlahan menoleh ke arahnya. Mata ametisnya menyala lebar, namun menerawang. Suara Gail pun terdengar seperti bunyi yang menggaung di tengah pegunungan.

"Dia tidak memiliki kristal perak yang Yang Mulia kuburkan bersama Kisara. Kalau Yang Mulia membunuhnya.. dia akan mati."

Corinth terpaku. Tubuhnya seakan mengeras bagai sebongkah batu.

"Dia hanya gadis yang mirip dengan Kisara. Biarkan dia hidup, Yang Mulia ... jadi kita bisa mencari reinkarnasi Kisara yang sebenarnya."

Kebekuan itu mulai mencair. Akan tetapi sebagai gantinya, api timbul, memicu kobaran yang besar.

"Kau tahu?" tanya Corinth nanar.

Gail terdiam. Ditariknya kembali tangannya yang masih menahan pergelangan tangan Corinth. Tidak ada jawaban. Berarti tebakan Corinth benar. Pria itu bahkan tidak punya kesempatan membunyikan tenggorokannya yang tercekat ketika sang vampir dengan mata garnet ungunya itu mencekik lehernya, kemudian membenturkan tubuhnya ke dinding. Energi yang dia keluarkan tidak main-main. Hantamannya menciptakan retakan-retakan memanjang.

Napas Corinth memburu melihat wajah Gail yang memerah pekat. Cengkeramannya mengerat pada leher pria itu—vampir yang begitu setia padanya, satu-satunya vampir yang telah menyertainya sampai saat ini. Cukup satu detik, Corinth mampu melenyapkan Gail hingga titik paling kecil abu jasadnya. Sekilas laki-laki itu sungguh-sungguh akan melakukannya.

CassiopeiaWhere stories live. Discover now