Follow the Prophecy

4.1K 330 105
                                    

"Lesleyku mengepang rambutnya pagi ini." Gusion melempar pisau belatinya ke hadapan Lesley. Ia dengan cepat menteleport dirinya menjadi tepat di hadapan Lesley. Tatapan kebencian Gusion yang begitu dekat di wajahnya membuat Lesley membeku.

"Jangan coba-coba kau menirunya!"

Diam-diam Gusion menyilangkan kedua jarinya di balik badan dan jeritan kesakitan kemudian terdengar keras.

"Apa yang kalian lakukan?!" Valir terbelalak melihat Hayabusa dan Alucard yang menyerang Lesley dan Miya dalam mode war. "Apa kalian sudah gila?!"

"Alucard kamu tega banget!" Miya tersungkur jatuh bersama Lesley yang menjerit kesakitan.

Lancelot berdiri di depan Odette, masuk ke dalam mode warnya. "Menjauh darinya, brengsek!"

"Buka matamu!" Bentak Alucard, "apa kau yakin dia benar-benar cewekmu?!"

Nafas Lesley tersengal, jantungnya berdetak begitu cepat. Tatapan Gusion di hadapannya meredup.

"Walaupun sudah ditiru, aku tetap tau mana Lesleyku yang asli."

Lesley menghembuskan nafas lega. Ia sempat mengira Gusion benar-benar akan membunuhnya. Lesley mengangguk sebelum jatuh pingsan di pelukan Gusion.

"Kayaknya aktingku berlebihan."

Kagura rasanya ingin menenggelamkan Gusion di laut.

"Tolong bunuh Kagura tiruan ini untukku." Hayabusa menatap Valir, ia kemudian kembali menyerang Lesley. Valir sebenarnya tidak begitu yakin tapi ia menuruti permintaan Hayabusa.

"Gimana kalau Odette ini benar-benar Odette?" Lancelot masih bersikukuh melindungi Odette yang menangis di balik badannya.

"Jangan biarkan dia menipumu, Lance!" teriak Gusion. "Kurasa kita sudah berada dekat Cursed Hill, wilayah kekuasaan Vexana. Dia bisa membuat tiruan hidup siapapun dengan sihirnya!"

Alucard menatap Lancelot senewen. "Kau mau bukti?" Ia menjambak Miya, membuat Miya berdiri. Miya berteriak ketakutan, Alucard tanpa ragu menebas tubuh cewek itu. Miya tewas seketika dan perlahan tubuhnya berubah menjadi abu.

"Aku tau dia bukan Miya! Dan aku sangat benci hal itu!" Alucard membentak Lancelot, "apa kau mau cewek yang kau cintai di tiru makhluk hina macam begini?!"

Lancelot mengangguk, ia berbalik dan menahan nafas. Ia meyakinkan diri bahwa di hadapannya ini bukan Odette kekasihnya.

"Lancelot, sayang, ini aku..." Odette mundur melihat tatapan Lancelot yang berubah kebencian, "Lance, kumohon! Kumohon! Lan-AAAAAAA!!" Odette yang tewas juga berubah menjadi abu.

Valir telah menghabisi Kagura dan Hayabusa juga telah membunuh Lesley. Hayabusa melompat ke hadapan Kagura asli dan keluar dari mode warnya. Melihat bagaimana wajah Kagura memerah karena malu saat ia tatap, Hayabusa tersenyum. Ia merasa lega.

"Kamu nggak apa-apa?"

Kagura mengangguk. "Ba-bagaimana kamu tahu aku yang asli?"

Hayabusa menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

"Yaa.. sesenang-senangnya aku di cium oleh Kagura, aku tau Kagura asli nggak akan seagresif itu."

Wajah Kagura berubah menjadi tomat. Ia menutup wajahnya malu.

Valir tertawa terbahak-bahak. "Berarti tadi kau ciuman sama apaan Hayabusa?!"

"Ah, sialan." Gusion mengingatkan diri untuk mencuci bibirnya pake alkohol (?).


***

Saat Odette membuka mata, ia tidak mengenali di mana ia berada. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan kepalanya terasa pusing. Miya terbaring di sampingnya masih tak sadarkan diri. Mereka berbaring di atas lantai marmer dingin berwarna hitam kelam. Odette susah payah menggerakkan kepalanya dan melihat dihadapannya terdapat jeruji besi. Mereka di dalam tahanan.

"Kak Odette?" suara anak kecil laki-laki terdengar dari sudut ruangan, "syukurlah kakak sudah sadar."

Odette terkejut melihat anak laki-laki berkacamata yang tidak asing baginya. "Digger!" Odette ingat anak itu adalah salah satu korban penculikan yang belum ditemukan. "Kamu baik-baik saja?"

Digger mengangguk. Odette tau dia sebenarnya tidak baik melihat dari seragam anak itu yang compang-camping, wajah tirus dan tubuhnya yang semakin kurus.

"Bagaimana bisa kakak di sini?" tanya Digger bingung. "Apa kakak diculik juga?"

Odette menggeleng. "Kami sengaja datang kesini untuk menolong Harley." Odette merasa kalimat itu terdengar tidak adil, jadi ia menambahkan, "juga menolongmu." Digger tersenyum senang. Anak itu benar-benar terlihat senang, Odette ikut tersenyum.

"Odette?" Miya yang baru tersadar, perlahan mendudukkan diri, ia memijat pelipisnya yang nyeri. Miya menatap berkeliling, "kita ada di mana?"

"Kita berada di penjara bawah tanah, Kak."

"Digger?" Miya terkejut melihat anak itu. Digger hanya melambai dengan senyum kaku.

Odette perlahan berdiri, mendekati jeruji besi agar bisa melihat keadaan luar. Di seberang sel mereka ada sel lain yang di huni satu orang yang tampak sudah sangat tua. Lorong-lorong begitu gelap hanya diterangi obor yang diletakkan di sudut-sudut ruangan. Penjaga berjubah hitam terlihat menjaga tiap lorong dengan tongkat tajam sebagai senjata mereka.

"Apa Harley juga disekap di sini, Diggie?"

Digger mengangguk. "Tapi ia tidak di penjara ini, Kak." Miya menatap Digger bingung. "Harley di bawa ke atas. Ke istana Dark Lord."

"Di atas?" Odette mengulang.

"Ya." Digger mengangguk. "Kita berada tepat di bawah istana Dark Lord."

Miya dan Odette saling berpandangan, mereka saling mengangguk pada satu sama lain.

"Artinya kita bisa menyelamatkan Harley." kata Miya.

"Ya." Odette memandangi jeruji besi di hadapannya, "tapi kita harus keluar dulu dari sini."

"Aku punya rencana." Digger memandang Miya dan Odette. "tapi aku butuh bantuan."

Miya mengangguk, menatap Digger serius. "Kami siap membantumu."

"Kalau begitu kita harus cepat. Harley harus diselamatkan sebelum upacara kebangkitan Dark Lord di laksanakan." Digger mengambil pecahan batu untuk menjelaskan rencananya pada Miya dan Odette.

Odette menghampiri Digger dan Miya, mendudukan diri agar bisa menyimak penjelasan Digger. "Memang kapan upacara kebangkitan akan dilaksanakan?"

"Besok malam."



***

Marion Paxley sedang duduk di taman belakang miliknya yang penuh dengan bunga. Beragam jenis bunga indah itu biasanya memberikan efek ketenangan saat di pandang. Tapi tidak dalam beberapa hari belakangan ini. Ia menghela nafas panjang.

"Kamu yakin tidak ingin melakukan sesuatu?" entah berapa kali Nyonya Paxley menanyakan hal ini pada suaminya. Ia tidak habis pikir mengapa Harion sama sekali tidak khawatir pada Gusion yang sekarang berada di Abyss.

Ini sudah terjadi dua kali. Marion sudah pernah mencegah Gusion pergi ke tempat terkutuk itu sekali. Tapi sekarang putranya yang keras kepala itu kembali lagi ke tempat itu. Sama sekali tidak memikirkan perasaan ibunya.

"Dia sudah besar. Sudah bisa membuat keputusannya sendiri." Tuan Paxley menjawab dengan tenang.

"Sebesar apapun dia, Gusion tetap putra kecil kita, Harion!" isak Nyonya Paxley. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia habiskan semenjak kepergian putranya.

Harion Paxley menghela nafas. "Kau tahu. Mungkin ini memang sudah seharusnya terjadi." ia menatap istrinya serius. "Ramalan mengatakan bahwa penguasa Abyss akan bangkit jika bergabung dengan mage jenius keturunan keluarga Vance--"

"Dan hanya holy blade yang bisa mengalahkannya." Nyonya Paxley menyela. "Aku tau, Harion! Aku tau!" ia menghela nafas panjang, "karena itulah aku sangat khawatir pada anak kita."

Harion Paxley menggenggam tangan istrinya dengan erat. "Kamu harus percaya pada Gusion."

"Dia bisa menyelamatkan kita semua."

*** yaay semakin deket ke ending 😆
keep supporting me ya gaes #eak makaciii vote n komennya semuaaaa lovelovelove ❤❤❤😙

Beauty vs The Beast; [The Cursed Child]Where stories live. Discover now