Decision

2.9K 246 190
                                    

Seberkas sinar menyilaukan mata adalah hal pertama yang Miya lihat saat sadar. Ia mengerang pelan, meletakkan lengan kanan di atas kedua matanya yang kembali tertutup.

Apa yang terjadi? Batin gadis itu. Kepalanya terasa sangat pusing. Miya berusaha mengingat apa yang terjadi dan saat memorinya kembali memutar momen sebelum ia pingsan, gadis itu terkesiap dan reflek bangun dari posisi tidurnya.

Seseorang membuatnya pingsan dan membawanya ke tempat ini. Miya melihat keadaan sekitarnya. Sebuah kamar dengan pencahayaan minim. Tembok polos di cat kayu, berisi furnitur seadanya. Ranjang yang diselimuti sprei putih polos dan sebuah meja kecil lengkap dengan kursinya. Tidak ada lemari, tidak ada jam dinding. Miya mengumpat. Lalu matanya menyadari adanya jendela di ruangan itu.

"Mari pergi dari sini." bisiknya pada diri sendiri kemudian bergegas menghampiri jendela. Saat Miya membuka korden, seseorang membuka pintu.

"Oh. Kamu sudah sadar?"

Wait. What. Dahi Miya mengerut saat melihat sosok gadis bertubuh pendek dengan rambut pirang bergelombang.

"Ruby?" tanya Miya bingung. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Ruby masuk dan meletakkan nampan di atas meja. Gadis itu membawakan segelas air dan sepiring makanan. Miya tidak terlalu peduli apa makanannya karena saat ini emosinya sedikit naik.

"Kamu yang membiusku?!" teriak Miya. Segera menghampiri Ruby, menatapnya tidak percaya. "Kamu menyekapku di sini?! Untuk apa?! Demi membantu Selena teman satu squadmu itu?!"

"Woah. Tenang, Miya." Ruby mengangkat kedua tangannya, membuat gestur menyerah. "Ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan Selena. Atau turnamen. Kamu tahu aku selalu bertarung dengan jujur."

Miya tidak bisa mendebat hal itu. Ia tahu Ruby tidak pernah main licik. Namun hal itu tidak pula menjelaskan mengapa Ruby ada di sana.

"Maaf, Ruby. Tapi seingatku seseorang membuatku pingsan dan kamu orang pertama yang kulihat di sini."

"It's okay. Aku paham." sahut Ruby, tertawa hambar. "Sejak awal aku sudah memberitahunya kalau ini ide buruk." gadis itu menghela napas pendek. "Tapi dia nggak mau mendengarkan."

"Dia?" tanya Miya tidak paham. "Siapa?"

Seseorang tiba-tiba masuk dan mencuri perhatian dua gadis itu.

Sosok pria bertubuh tinggi, rambut hitam pendek yang sedikit bagian depannya di cat putih dan mata kiri dengan bekas luka.

"Granger Hunter. Pacarku." jelas Ruby. "Otaknya memang sedikit geser." gadis itu mengangkat sebelah alis ke arah lelaki yang ia panggil Granger. "Lebih suka menyekapmu begini daripada menanyaimu baik-baik."

"Begini lebih cepat." Granger angkat bahu.

"Tunggu." Miya menatap Granger menuntut. "Hunter? Nama belakangmu Hunter?"

"Ya." sahut lelaki itu tanpa basa-basi. "Aku tumbuh besar bersama pacarmu itu, Alucard Hunter."

"Dia pemburu iblis juga." bisik Ruby, terlihat sedikit bangga. Miya tidak terlalu menanggapinya, pikirannya berkecamuk setiap kali nama Alucard disebut.

"Aku datang kesini karena kudengar dia dalam bahaya." kata Granger lagi pada Miya.

"Bahaya? Bahaya apa?" tanya gadis itu tidak mengerti. Kemudian ia teringat kejadian di parkiran kampus. Saat Alucard berbicara dengan dua pria asing.

"Klan Hunter memperingatkanku tentang seorang lelaki bernama Aldous. Kemungkinan ia sedang memperdayai Alucard untuk bergabung dengannya."

"Siapa Aldous?" tanya Miya. Nama itu sama sekali asing.

Beauty vs The Beast; [The Cursed Child]Where stories live. Discover now