MaT 3 - Shocked

66.7K 2.5K 8
                                    

Sepulang sekolah aku ditelphone mama disuruh ke Larasati Boutique untuk mencoba baju yang akan digunakan untuk pernikahan nanti.

Yang parahnya aku disuruh ke sana bareng dengan Pak Revan. Ampun! Gimana ini masa aku jalan bareng sama dia di depan temen-temen. Yang ada nanti malah pada tau.

"Ca!" Tiba-tiba ada yang memegang bahuku. Saat ini aku sedang berada di bangku depan sekolah. Aku membalikkan kepalaku untuk melihat siapa yang memanggilku.

"Loh, Pak Revan?"

"Ya, kamu udah ditelphonekan sama Tante Ela? Disuruh ke boutique?" Tanya Pak Revan.

"Iya, disuruh bareng sama bapak. Tapi kalo saya jalan sama bapak nanti orang-orang pada tau."

"Kan saya udah bilang kalo di luar sekolah jangan panggil dengan embel-embel 'pak'."

"Tapi ini masih di sekolah, pak," balasku tak mau kalah.

"Hai, Ca!" Sapa Lana saat lewat di depanku dan Pak Revan. Dia datang menghampiri kami. "Lo belom pulang? Pulang bareng siapa?"

"Eh iya, ni, kayaknya nanti Bang Vano jemput," jawabku beralasan. Ini kenapa Pak Revan malah diam saja ya?

"Oh yaudah. Gue duluan ya, Ca, mau jalan sama Gavin nih. Eh ada Pak Revan. Keceplosan deh gue," ucap Lana. Memang Lana dan Gavin sudah berpacaran dari kelas 10.

"Kamu masih kecil pacar-pacaran," ucap dia tiba-tiba.

"Namanya juga remaja, Pak. Gue duluan ya! Bye, Ca, Bye Pak Revan," kata Lana dan langsung meninggalkan kami.

"Ini jadinya gimana, Pak?" Tanyaku dengan sebal.

"Yaudah kamu tunggu di pintu gerbang samping sekolah. Gerbang yang ditutup itu ya, yang bekas gerbang utama," perintahnya. Aku membalasnya dengan mengangguk dan diapun langsung pergi meninggalkanku.

Aku langsung menuju gerbang yang dimaksud Pak Revan tadi. Gerbang sekolah yang tadi dikatakan Pak Revan adalah gerbang yang sudah ditutup dan tidak pernah digunakan lagi.

Dulu gerbang itu memang gerbang utama, tapi gerbang itu mengarah ke komplek perumahan dan pemilik rumah yang rumahnya tepat depan gerbang, mengeluh kalau setiap jam pulang sekolah, keadaannya sangat berisik. Jadilah gerbang utama diubah ke arah jalan raya.

Tin... Tin...

Aku menolehkan kepala mencari sumber suara. Pasti mobil Pak Revan. Dan benar saja, wajah menyebalkannya sudah terlihat dari balik kaca depan. Dia menggerakkan tangannya, seperti mengintruksikan aku agar segera masuk.

"Ini mobil bapak?" Tanyaku tepat saat duduk di dalam mobil itu. Dia menjawabku hanya dengan anggukkan.

Pak Revan menjalankan mobilnya menuju ke boutique yang sudah diberi tau mama. Mobil mewahnya ini melaju kencang membelah ibu kota.

"Pak, kenapa siswa nggak boleh bawa mobil?"

"Sudah kubilang jangan panggil aku dengan embel-embel 'pak' saat di luar sekolah!" katanya dengan nada tinggi. Melihat mukannya aku jadi takut.

"Ma-a-af," jawabku dengan sedikit gagu, karena takut tentunya. Pertanyaankupun teraabaikan begitu saja. Dan suasana kembali hening.

🍭

Setelah pulang dari fitting baju tadi, aku langsung pulang dengan mama. Tadi saat sedang mencoba baju, Pak Revan sama sekali tidak mengubah ekspresi datarnya saat melihat aku menggunakan baju pengantin.

Tidak seperti di novel dan film-film, dia melihatku sangan datar. Bisa aku tebak pasti yang ada di otaknya saat melihat aku menggunakan baju itu adalah 'anak bocah yang sok dewasa.'

Me and TeacherWhere stories live. Discover now