MaT 4 - Sebuah Pernyataan

61.3K 2.3K 88
                                    

Author POV

"Kamu kenapa, Ca?" Tanya Revan lagi, kali ini ia menggoyangkan bahu Eca.

"Tan... tan... Tante Rere koma, pak," Dia Eca pada akhirnya. Dan saat itu juga Revan langsung memeluk Eca.

Beribu pertanyaan menyerang kepala Revan. Siapa itu Tante Rere? Kenapa Eca bisa sesedih ini? Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang bersarang di kepala Revan.

"Pak, bisa antarkan saya pulang tidak?" Tanya Eca.

"Bisa, kamu keluar duluan ya, aku bikinin surat izin kamu dulu," kata Revan menginstruksikan agar Eca segera bergegas. Eca menjawabnya dengan anggukan.

Dengan seribu langkah Eca langsung membereskan barang-barangnya yang berada di kelas. Seisi kelas tentu langsung menatap ke arah Eca yang tiba-tiba datang berlari masuk ke kelas dengan mata yang sudah memerah.

"Apa aku juga perlu ikut ke Bandung?" Tanya Revan setelah mereka berada di satu mobil.

"Nggak usah. Lagian bapakkan juga perlu ngajar," jawab Eca.

"Kamukan tau posisi aku di sekolah bagaimana. Aku mau nemenin kamu ke Bandung."

"Yaudah terserah bapak," jawab Eca, ia terlalu malas untuk berdebat. Ada hal yang lebih penting untuk dipikirkannya sekarang.

Setelah sampai di rumah. Eca melihat empat buah koper kecil sudah di siapkan. Tentu saja, koper miliknya, kedua orang tuannya, dan Kevan. Eca langsung bergegas mengganti bajunya. Sedangkan Revan, langsung disambut oleh Johny.

"Terima kasih, nak," ucap Johny.

"Iya sama sama, pa, saya mau izin ikut ke Bandung menemani Eca. Tadi saya lihat Eca sangat sedih, kalau saya boleh tau, Tante Rere itu siapa ya, pa?" Tanya Revan.

Johny mempersilahkan agar Revan duduk. "Rere itu orang yang sangat dekat dengan Eca, dulu saya dan Ela sempat bercerai. Kami hidup masing-masing kurang lebih lima tahun,

Kevan dan Eca yang saat itu masih kecilpun terabaikan. Saya dan Ela memutuskan untuk mengirim mereka ke rumah Rere, adik Ela, disana mereka dirawat dan disekolahkan oleh Rere,

Sebulan sekali kami datang menjenguk, tidak bersamaan, bulan pertama saya selanjutnya Ela dan begitu seterusnya, selang seling."

"Pantas saja Eca terlihat sangat hancur tadi," ucap Revan usai mendengar cerita Johny.

Revan melihat Eca sedang kesusahan mengangkat barang bawaannya dari lantai dua. Dengan sigap ia langsung menghampiri Eca dan mengambil alih barang bawaanya.

Entah bagaimana melihat Eca yang bermata sembab dan masih terus menjatuhkan air mata membuat hati Revan teriris. Setelah menaruh tas koper Eca diapun kembali menghampiri Eca.

"Kamu jangan nangis gini, nanti Tante Rere malah sedih kalo kamu terus begini," ucap revan menenangkan Eca.

Tanpa aba-aba Eca langsung memeluk Revan. "Pak, bapakkan orang baik saya merasa tidak pantas bersama bapak," entah keberanian dari mana Eca mengatakan itu secara tiba-tiba.

"Kenapa bisa begitu?"

Eca melepaskan pelukannya. "Ada satu hal yang pasti akan membuat bapak kecewa."

"Apa itu?"

"Maaf pak, sekarang bukan waktunya untuk membahas hal itu, mendingan sekarang kita langsung ke mobil aja," kata Eca dan langsung berjalan masuk ke dalam mobil Revan.

Revan melirik sedikit ke arah Eca. "Ternyata dia tidur. Pantesan dari tadi diem," ucap Revan dalam hati.

🍭

Setelah sampe di Bandung mereka langsung menuju rumah sakit yang di beri tahu keluarga di Bandung. Sesampainya disana sudah banyak keluarga yang berkumpul di depan ruang ICU.

"Opa, Tante Rere kenapa?" Tanya Eca langsung menyerbu kakeknya setelah sampai di rumah sakit.

"Opa juga gak tau. Tadi pas opa mau ke kamar mandi, opa ngeliat Rere udah tergeletak di lantai kamar mandi," jawab opanya. "Siapa ini?" Tanya opanya sambil melihat ke arah Revan dengan raut bingung.

"Calon suami Eca, yah," jawab Ela yang tiba-tiba muncul.

"HAH?!" Pekik Opa Fred kaget.

"Kenapa kamu tidak memberi tahu kami?" Tanya Oma Jane.

"Kami berencana memberi tahu kalian minggu ini, tetapi keadaan berkata lain," jawab Johny.

Revan langsung bersalaman dengan Opa Fred dan Oma Jane. Begitu juga Eca yang hampir lupa salim ke nenek kakeknya.

"Sudah sayang, Tidak akan terjadi hal buruk apapun kepada Rere," ucap Oma Jane sambil memeluk Eca.

Dokterpun keluar dari ruang ICU.

"Hasil dari pemeriksaan jam ini, Nona Rere menunjukan kenaikan, dia sekarang sudah sadar dan bisa di jenguk maksimal 3 orang sekali masuk," ucap dokternya. Merekapun bernafas lega mendengarnya.

"Kamu belom makan siang, Ca," Ucap Revan kepada Eca.

"Bapak udah emangnya?"

"Udah tadi berhenti di rest area sebentar."

"Yaudah saya ke cafeteria aja."

"Bareng," ucap Revan dan langsung mengikuti Eca.

"Kamu mau pesen apa?" Tanya Revan setelah mendapatkan tempat duduk di cafeteria tersebut.

"Saya pesen salad buah aja satu, mba," ucap Eca kepada waitress di cafeteria tersebut.

"Kamukan belom makan siang," ucap Revan dengan dahi berkerut. "Ganti, mba jadi sop buntut sama nasi aja ya."

"Oke, baik, mas," ucap waitress dan langsung meninggalkan meja mereka.

"Ih! Sayakan gak mau makan. Biarin bapak aja yang makan."

"Gak, kamu harus makan," kata Revan dan semenit kemudian muka Eca berubah menjadi nekuk. "By the way, di Jakarta kamu mau bilang apa ke aku? Kayaknya ini udah waktu yang tepat deh."

"Suatu hal yang akan buat bapak nyesel dijodohin sama saya."

"Apa itu?"

"Saya udah gak perawan," dengan satu helaan nafas Eca mengucapkan itu. Revan menatap Eca dengan intens.

"Orang tua kamu tau?"

"Nggak."

"Oke saya akan menerima kekurangan kamu," ucap Revan dengan gentel.

Selanjutnya makanan datang dan semuanya kembali hening. Revan merasa sangat-sangat kecewa.

***
Ini bener-bener short banget. Saya minta maaf banget. Ini mah namanya maksain ngepost hehe... KEEP VOTING!!!

Me and TeacherWhere stories live. Discover now