MaT 25 - Harus Ikut Senang

37.4K 1.2K 21
                                    

Drtt... drtt...

Suara deringan handphone membuat pasangan yang sedang kasmaran itu bangun dari mimpi indahnya. Kalau boleh jujur, mereka pasti sangat malas untuk bangkit dari tempat tidur mengingat semalam terjadi suatu perubahan yang besar untuk mereka berdua.

Eca menggeliat dalam pelukan Revan, dia mendongakkan kepalanya melihat betapa indahnya karya tuhan yang satu ini. Begitu juga dengan Revan yang melihat wajah istrinya itu bak malaikat yang datang dari surga.

"Pagi Kucilku," ucap Revan dengan suara serak khas pria yang baru bangun. "Makasih juga udah bohong soal keperawanan kamu."

"Mampus ketauan kan kalau aku bohong," pikir Eca, "Pagi juga." Eca langsung mengeluarkan cengiran kudanya. "Abisan aku kira kamu gak bakal mau sama aku."

Deringan handphone yang tidak kunjung henti itu menyadarkan mereka, "Van, hp kamu," ucap Eca untuk memecah kecanggungan yang terjadi. Mereka bahkan tidak tahu sudah jam berapa sekarang.

Revan mencium kening Eca sekilas kemudian membalikkan badannya untuk mengambil handphone yang berada di atas nakas sebelah sisi tempat tidurnya. Kemudian menyandarkan punggunga ke headbad.

"Ekhm..." Revan mencoba menetralkan suaranya. Lalu mengangkat telponnya.

"Pagi Mr. Soetardji," sapa suara dari seberang sana.

"Pagi, ini darimana ya? Maaf, apa ini tidak terlalu pagi?" Tanya Revan dengan sopan.

"Maaf, Mr. Ini sudah masuk jam kerja," jawab orang itu membuat Revan melirik ke arah jam dinding. "Jam 10?!" Hampir saja dia melemparkan hp yang sedang di pegangnya.

Dia melirik ke arah Eca yang sepertinya kembali tertidur. Dia tidak ingin membangunkan istri kecilnya itu.

"Mr. Soetardji? Apa kami mengganggu?" Ucap suara dari sebrang sana.

Revan kembali teringat kalau saat ini dia sedang menelpon. "Tidak, ini darimana ya?"

"Kami lembaga yang mengurus beasiswa PPLN."

"Iya ada apa?"

"Kami hanya ingin menyampaikan ucapan selamat karena Mr. Revansyah Taruma Soetardji lulus dalam ujian akhir Program Pascasarjana Luar Negri. Kami sudah mengirimkan hasil ujian ke alamat e-mail yang tertera. Dimohon untuk segera mengirimkan salinan dokumen-dokumen pribadi untuk memproses pendaftaran universitas."

"Te-terimakasih." Revan langsung menutup sambungan itu.

Dia melirik sekilas ke arah Eca. Apa yang harus dia lakukan? Revan sangat senang karena dapat diterima untuk melanjutkan studi-nya. Tapi, itu pemikirannya dulu, berbeda dengan sekarang. Dia tidak bisa meninggalkan istrinya sendiri disini. Dia juga tidak tahu harus mengatakan apa ke istrinya itu.

"Siapa, Van?" Suara itu menyadarkan Revan dari lamunannya.

"Ca." Suara Revan terdengar sayup hal tersebut tentu membuat Eca bingung.

"Kenapa, Van?" Tanya Eca dengan wajah panik, dia sudah dapat menebak akan menerima berita buruk dari pria yang baru semalam menjadi miliknya.

Revan menggenggam tangan Eca, "Kamu hari ini gak usah sekolah dulu ya, udah jam sepuluh."

"Bukan itu yang mau kamu bilang, Van! Aku tau, kamu mau menyampaikan apa?" Wajah Eca terlihat semakin khawatir.

"Ca, aku keterima PPLN di Frankfurt, Jerman," jawab Revan dengan lirih, dengan segenap kekuatan yang ada dia memalingkan wajahnya untuk menatap kesedihan yang keluar dari wajah istri kecilnya itu.

Me and TeacherWhere stories live. Discover now