MaT 28 - Tentang Waktu

39.6K 1.2K 5
                                    

Waktu berjalan terlalu cepat, entah kenapa semenjak Revan memberi tahu kapan dia akan berangkat, waktu seakan-akan marah dan pergi begitu cepat. Aku masih mau lebih lama lagi bersamanya, Tuhan.

Satu minggu yang lalu, sepulangnya kami dari Grecee, semuanya terasa begitu memberatkan. Mulai dari malam setibanya kami di bandara, Revan diberi tahu kalau waktunya untuk pergi ke Frankfurt dimajukan.

Sudah kubilang, sepertinya waktu marah dengakku. Memangnya apa yang sudah kulakukan pada waktu?

"Van..." ucapku lirih lalu memeluk pinggangnya.

Saat ini kami sedang berada di tempat tidur kamar Revan. Dia sedang melamun menghadap ke arah TV dengan tatapan yang kosong, aku tahu dia tidak sedang menontonya.

"Van... aku gak mau kamu pergi ke Frankfurt, apa aku egois?"

Dia memalingkan pandangannya menatap wajahku. "Semua ini aku lakuin cuma untuk kamu."

"Tapi-"

"Udah gak usah dipikirin lagi. Nanti kamu malah pusing, besok aku berangkat, kalau kamu sampe sakit yang ada aku malah kepikiran terus." Dia kembali mengalihkan padangan untuk menonton TV.

Ku pererat tanganku yang berada di pinggangnya. Matanya, hidungnya, bibirnya, aku pasti akan sangat merindukan itu. Terutama bagian paling merah yang berada di mukanya, rasanya ingin sekali aku mengcupnya. HEH! APAAN SIH CA KOK JADI MESUM.

"Kamu lagi mikirin apa sih?" Tanyanya tanpa memalingkan muka. Dia pasti tahu aku sedang menatapnya.

"Gak ada."

"Gak usah bohong, Tesha... aku tahu kamu mau ini kan-"

"Cup..."

Tiba-tiba bibirnya sudah mendarat di bibirku. Asal kalian tahu kalau orang yang belum kenal dengannya pasti akan menganggap dia pria yang sangat cool dan tampan ditambah lagi tubuhnya yang memang sangat berwibawa.

Tapi lain halnya kalau kalian sudah mengetahui sifat asli dari seorang Revansyah Taruma Soetardji, dia adalah pria yang sangat keras kepala, bilangnya tidak mau menggunakan barang mahal, nyatanya tidak begitu, dia juga seseorang yang sangat mesum.

Iya, dia belum melepaskan ciuman kami. Ini sudah sangat lama, mungkin kalau dilepas bibirku sudah seperti Kylie Janner.

"Ca. I want you for a beautiful last night, karena aku pasti akan merindukanmu."

Tanpa menjawabnya aku langsung mengalungkan tanganku di lehernya.

🍭

Entah kenapa rasanya aku ingin sekali hari ini dan tanggal ini dihilangkan dari kalender. Pasalnya hari ini adalah hari dimana Revan akan pergi menuntut ilmu ke Frankfurt.

Semua orang sudah bersiap di apartement untuk mengucapkan salam perpisahan kepada Revan, termasuk kedua orang tuaku. Bagaimana ini? Apa aku harus berdoa agar hari ini penerbangannya di cancel? Tapi aku tidak akan setega itu.

"Jaga diri baik-baik ya, Van," ucap bunda lalu memeluk anak semata wayangnya itu. "Soal Eca serahkan saja pada kami." Bunda langsung mengarahkan jempolnya ke dirinya dan mama.

"Selesaikan kuliahmu dengan cepat, kasihan Eca kalau lama-lama sendirian," kata ayah.

"Fokus belajarnya, Eca akan baik-baik saja disini bersama kami." Gantian papa yang memberika Revan nasihat.

"Iya, Eca akan baik-baik saja disini bersama kami. Fokus belajar dan kembali ke Indonesia dengan cepat," timpal mama.

Aku melihat tatapan haru yang terpancar dari mata Revan. Aku langsung memeluknya. "Berjanjilah kamu akan menyelesaikannya dengan cepat."

Me and TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang