Terpesona

4.5K 206 1
                                    

Kalau dia tidak benar-benar menolak, maka dia layak diperjuangkan


Love Is You

“Hai, Nic,” tanpa permisi, Marvin menarik kursi di sebelah Monic. Menyunggingkan senyum lalu menopang tubuhnya dengan siku di atas meja. Tubuhnya sedikit miring menghadap gadis itu.

“Hai, juga.” Monic membalas dengan acuh tak acuh. Terlihat sekali gadis itu tidak suka dengan kedatangan Marvin. Sedangkan Marvin tidak peduli meski kedatangannya tidak diharapkan.

“Sendirian aja nih?”

“Lo liatnya gue sama siapa?” jawab Monic jutek.

“Sekarang sama gue,” jawab Marvin dengan senyum jailnya. Sedangkan Monic melengos sambil mengatupkan bibirnya. Bola matanya berputar dengan malas.

“Ngapain sih kesini?”

“Galak bener. Cewek cantik dan galak, malah bikin banyak yang naksir.”

“Apaan sih? Udah punya Nona masih gangguin cewek lain.”

“Nona lagi di rumah. Nggak ada di sini,” kata Marvin masih dengan raut wajah menggoda.

“Lo nggak berubah ya. Tetep aja nggak bisa sama satu cewek.”

“Cewek cukup satu, Nic. Kalau selingan boleh lebih dari satu,” ucap Marvin dengan senyum geli membuat Monic membeliak marah.

“Mending lo pergi deh. Kalau sampe pacar gue liat lo...”

“Lo udah punya pacar, Nic? Gue harus ngantri dong.”

Lalu semenit kemudian terdengar deheman di belakang tubuh Marvin. Marvin menoleh kemudian melihat seorang laki-laki bertubuh kekar seperti Ade Rai.

Bushet. Kenapa ada binaraga nyasar kemari?

Monic segera berdiri kemudian menggandeng lengan lelaki berotot itu. “Kenalin, Vin. Ini cowok gue. Namanya Rambo.”

***

David tertawa terbahak-bahak saat melihat Marvin kembali dengan wajah kesal. Dia sudah melihat adegan yang membuat perutnya mulas. Melihat Marvin yang mundur teratur saat tahu cowok Monic.

“Makanya jangan sembarangan deketin cewek. Untung baru body-nya aja yang tampil. Entar kalau dia bawa barbel, bisa penyok tuh kepala,” kata David masih tertawa.

“Brengsek. Yang ada monyong lo yang penyok.”

“Lagian juga udah punya cewek masih aja godain yang lagi nganggur.”

Marvin tidak menghiraukan David yang masih iseng menertawainya. Matanya melirik bagaimana cerianya Monic bercengkerama dengan lelaki yang bernama Rambo itu.

Gila. Pada kemana sih musuh-musuhnya? Sampai harus nyangkut disini. Atau jangan-jangan lelaki itu sudah kehabisan peluru, jadi takut mengahadapi musuh-musuhnya seperti di film?

“Hei, Vid.”

Sebuah suara membuyarkan kejengkelan Marvin. Marvin menoleh dan melihat Billy langsung duduk dengan santai di sofa depannya seolah-olah sudah lama tidak duduk. Mata Billy langsung terpejam dengan kedua tangan yang diletakkan di belakang kepalanya yang bersandar.

“Hei, tumben baru nongol,” sapa David pada Billy. Billy membuka mata sebentar.

“Ngerjain skripsi sebentar.”

“Wih, rajin amat. By the way, kapan target wisuda?”

“Enam bulan lagi.”

Marvin masih diam tidak ikut ngobrol. Baru beberapa menit kemudian, dia ingat Nona yang diantar pulang Billy. “Eh, Bil, tadi jadi anterin Nona pulang, kan?”

Love Is You (Tamat)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt