Wisata Bromo

2K 131 0
                                    

Perjalanan panjang yang mereka lalui belum juga berakhir. Kali ini jalanan yang berliku di tempuh selama kurang lebih dua jam. Mereka menaiki mobil untuk menempuh jalanan yang tidak rata menuju Wonokitri Parking Area.

Ya, mereka memilih untuk berwisata ke Gunung Bromo. Gunung aktif yang terletak di atas empat kabupaten di Jawa Timur. Mereka berenam memutuskan berwisata untuk merayakan kelulusan mereka. Tepat satu minggu setelah acara wisuda, mereka bertujuh berangkat. Yang ketujuh itu adalah Rambo. Meski Monic sudah melarangnya ikut, tapi pacarnya itu tidak mau ditinggal. Dia tetap mau ikut. Jadi terpaksa Monic mengajaknya. Padahal dia kan mau curi-curi kesempatan supaya bisa berdua dengan Marvin saat Nona lengang.

Awalnya Billy juga keberatan ikut kalau harus berangkat di hari aktif kerja. Karena itu Mia mengusulkan agar mereka berangkat hari jumat sore saja. Dan bisa kembali sebelum hari senin.

“Ah, semua harus ngalah gara-gara pacarmu,” komentar pedas David sebelum berangkat. Maklum, cemburu. Bagaimana tidak cemburu kalau dia melihat betapa girangnya Mia sejak menjadi pacar Billy!

“Dia kan sohibmu juga,” bela Mia kesal.

“Sohib masa lalu,” balas David kemudian melenggang pergi.

Rasanya kesal memang percuma. Karena mereka harus duduk bersama dalam satu mobil.  Tapi Billy sama sekali tidak peduli meski Marvin dan David mengacuhkannya. Dia ikut karena dua orang. Mia dan Nona. Karena Mia memaksanya. Dan karena dia tidak bisa membiarkan Nona sendiri di tengah-tengah pengkhianat yang bisa saja berbuat jahat padanya. Jadi dia hanya mengobrol dengan Rambo saja.

Demikian pula dengan Nona. Nona juga sudah kehilangan kedekatan dengan kedua sahabatnya. Dia merasa asing. Merasa aneh. Seperti tidak punya kenangan mengesankan sekalipun dengan mereka. Hilang tidak membekas sama sekali. Rasanya dia ingin segera turun lalu menempel di lengan Marvin.

Nona bisa bernafas lega saat mereka sudah tiba di Wonokitri Parking Area. Tempat yang menyewakan pakaian hangat mulai dari jaket, topi rajut, syal rajut, dan sarung tangan. Untungnya mereka sudah menyiapkan dari rumah mengingat betapa dinginnya berada di daerah pegunungan seperti ini.

Namun rasanya apa yang dikenakan mereka saat turun dari mobil masih saja kurang. Hawa dingin semakin lama semakin terasa menusuk tulang. Membuat Nona mendekap erat tubuhnya sendiri.

“Dingin banget ya?” Marvin berucap sambil merangkul bahu Nona. Seakan ingin menyalurkan kehangatan. Dan ada dua orang yang begitu cemburu melihat kedekatan mereka.

“Iya,” Nona balas merangkul pinggang Marvin. Kemudian dia merasa tenang.

Tapi ketenangan kembali terusik saat mereka harus terpisah. Mereka menyewa dua jeep untuk menuju Penanjakan Spot Golden Sunrise.  Untung saja tidak lama. Hanya sekitar lima belas menit. Hingga kemudian mereka turun lalu melihat suasana yang sudah sangat ramai sekitar pukul tiga pagi. Banyak sekali pedagang yang menawarkan pakaian hangat seperti di tempat yang semula. Banyak juga pedagang kopi dan pedagang bunga edelweiss yang dirangkai.

Tiga pasang sejoli itu saling jalan berangkulan. Kecuali tentu saja David. Dia berjalan sendiri di belakang dengan raut muka begitu kecut. Mengawasi mereka berenam dengan kesal.

Marvin dan Billy mengeluarkan senter karena jalan yang membentang menuju spot sunrise begitu gelap. Lumayan jauh juga. Dan begitu tiba di spot sunrise, begitu banyak wisatawan berjubel. Mereka berlomba untuk mengerahkan kameranya memotret matahari yang akan segera terbit.

Billy sudah menyiapkan kameranya. Mengambil fokus yang paling bagus. Dia meninggalkan Mia berdiri sendiri untuk mencari angle foto yang paling tepat. Sampai dia sudah puas memotret warna langit jingga, Billy mengarahkan kamera kepada Nona. Sayangnya, gadis itu terus menempel pada Marvin. Membuat Billy harus betul-betul mengambil posisi yang tepat supaya Marvin tidak ikut dalam gambarnya.

Love Is You (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora