Kecupan Pertama (2)

2.9K 149 0
                                    

Berhasil. Gara-gara kecupan manis di pipinya, Nona tidak bisa tidur. Alasan apa lagi kalau bukan karena keberanian Billy. Nona tidak habis pikir, bagaimana mungkin Billy melakukannya. Keberanian dari mana datangnya seorang cowok berani mencium kekasih sahabatnya sendiri? Meskipun hanya di pipi, tak urung membuat Nona gelisah.

Kalau Marvin yang mencium, tentu saja Nona akan berbunga-bunga. Marvin sering melakukannya. Bahkan bukan hanya di pipi. Di mana-mana.

Tapi kalau Billy yang melakukannya, tentunya bukan tanpa alasan main-main. Billy pasti ada rasa padanya. Pasti.

Sebenarnya Nona sudah merasa sejak dulu. Sejak dia pertama jadian dengan Marvin. Saat itulah Nona mengenal Billy. Dari pandangan Billy, Nona bisa merasakannya. Tapi Nona tidak menduga dia akan kian dekat dengan Billy. Bahkan malam ini Billy sudah berani mencium pipinya. Bagaimana dengan hari esok? Tidak mungkinkah Billy akan berani mencium bagian yang lain?

Argh! Nona menutup wajahnya dengan bantal. Pengap. Lebih pengap lagi hatinya. Dag dig dug ser. Apa sebenarnya yang terjadi padanya? Mengapa dia tidak bisa menghindari Billy? Bukankah cintanya hanya untuk Marvin? Seberengsek apa pun Marvin, Nona tetap menyayanginya. Karena Nona yakin, Marvin hanya usil, iseng, jail, dan seabrek tingkah konyol lainnya. Karena sebenarnya hatinya baik.

Tentu saja itu pendapat gadis yang sangat menyayangi kekasihnya. Pendapat Nona. Pendapat Monic lain lagi. Teringat Monic, Nona jadi penasaran, apakah iya Marvin tertarik pada sahabatnya itu?

Monic memang cantik. Super cantik. Kalau dinilai barangkali nilai kecantikannya mencapai seratus. Tapi meskipun begitu, bukan menjadi alasan Marvin untuk berpaling dari pacarnya.

Nona tidak mau dikhianati. Lebih baik kalau dia minta putus saja. Tapi bagaimana bisa dia minta putus kalau masih ada rasa sayang untuk Marvin?

Nona segera mengambil ponselnya. Dia akan menghubungi Monic. Meminta dengan tegas supaya Monic jangan memedulikan rayuan gombal Marvin lagi. Bukankah Monic sudah punya Rambo? Rambo bahkan lebih segala-galanya dari Marvin. Lebih besar, lebih tinggi, lebih gagah, lebih kuat, lebih kaya, Jadi buat apa mengejar Marvin?

Namun sebelum Nona menekan nomor Monic, ponselnya lebih dulu bergetar. Dari Mia lagi.

***

Sebenarnya Mia sadar, dia tidak punya hak marah pada Nona. Karena bagaimana pun dia bukan pacar Billy. Dia hanya naksir Billy. Mendengar Nona yang sudah punya pacar tapi masih jalan dengan cowok yang ditaksir sahabatnya, tak urung Mia marah juga. Jujur saja, Mia benci dengan tingkah kedua temannya. Monic pergi dengan Marvin. Padahal Marvin pacar Nona. Sedangkan Nona pergi dengan Billy. Padahal Nona pacar Marvin. Nah, membingungkan, kan?

Tapi kalau Nona betul-betul menyayangi Marvin, seharusnya dia tidak jalan dengan Billy. Dia kan tahu bahwa Mia naksir Billy. Karena itu Mia kesal sekali.

Ajakan David beberapa hari yang lalu, pada saat Mia menangis seharian di dalam kostnya setelah melihat Billy lebih memilih pulang bersama Nona dari pada dirinya, juga tidak menyurutkan rasa sukanya pada Billy. Rasa ini sudah ada terlalu lama. Sulit untuk dileburkan.

David memang oke. Tidak mengecewakan. Bukan sosok cowok brengsek seperti Marvin. Tapi entah mengapa Mia belum bisa menyukainya. Barangkali kalau Mia menunjukkan ketertarikannya juga, David akan lebih berani menyatakan perasaannya.

Tapi karena Mia seringkali menghindar dan tidak sungkan lagi menampilkan wajah enggan, membuat David jalan di tempat. Tidak berani melangkah lebih jauh.

David tidak tahu salasan Mia bersikap dingin padanya. Karena Mia sudah jatuh hati pada Billy. Tapi sialnya Billy naksir Nona.

“Mau telepon siapa lagi?” tanya Monic ketika masih di kamar kost Mia. Sebelumnya, ketika Marvin mengantarnya pulang, Monic lebih memilih diantar ke rumah kost Mia. Alasannya ingin menginap. Padahal alasan lainnya karena ingin curhat.

Love Is You (Tamat)Where stories live. Discover now