Tiga Gadis Berbeda (2)

3K 175 0
                                    

Billy segera mengambil motornya di tempat parkir saat mendengar sedikit keributan di dekat tempatnya duduk tadi. Apalagi melihat Nona yang bermuka seperti kemarin. Dia sampai lupa dengan janjinya mau mengantar Mia pulang.

“Bil, pulang sekarang?” tanya Mia yang sudah muncul di belakangnya.

“Sori deh, Mia. Aku nggak bisa anter kamu pulang sekarang. Lain kali aja ya,” tanpa memedulikan Mia lagi, Billy melajukan motornya keluar dari kampus. Sampai beberapa meter dari pagar kampusnya, dia menyejajari Nona lagi. “Barengan yuk, Non.”

Nona menoleh. Tidak menyangka Billy akan menawarinya pulang lagi. Bukankah Mia bilang Billy mau mengantarkan Mia pulang? Lantas kenapa sekarang justru ngajak aku pulang bareng?

“Bukannya kamu mau pulang bareng Mia?” tanya Nona penasaran.

Jadi Mia berkoar-koar pada sohibnya? “Nggak jadi. Yuk deh, keburu hujan nih.”

Tanpa berpikir lagi, Nona segera naik ke boncengan Billy. Kali ini Billy tidak perlu melewati gang-gang kecil untuk mengantar Nona pulang. Karena Billy sudah menyiapkan helm. Sebenarnya dia juga tidak merencanakan ini semua. Dia hanya ingin sedia payung sebelum hujan. Kenyataannya persiapannya tidak sia-sia. Lagi pula Billy juga tidak langsung membawa Nona pulang.

“Mau kemana, Bil?” Nona bingung ketika motor Billy melaju berlawanan dengan arah rumahnya.

“Makan dulu. Laper,” jawab Billy tanpa meminta persetujuan Nona. Dia pun mengatakannya dengan cuek. Tanpa senyum. Tanpa menoleh. Seolah-olah Nona pasti akan mau mengikuti ajakannya.

Anehnya, Nona hanya membelalak saja. Tidak keluar protes apa pun dari bibirnya. Belakangan dia kesal sendiri mengapa harus mau diajak Billy. Kalau Marvin tahu... Huh! Peduli apa sama Marvin. Marvin saja juga suka keliaran kemana-mana entah dengan siapa. Jadi kalau dia sekarang sekedar makan, tidak salah kan?

Billy membawa Nona ke sebuah kedai mie yang dilihat dari gambarnya saja begitu menggoda. Billy melihat Nona menelan ludah seperti tergiur melihat gambar mie yang terpampang jelas di daftar menu.

Tapi keheranannya akan keinginan Nona tidak dilihatnya ketika mie itu sudah siap di hadapan mereka. Nona justru meminta tambahan mangkok kosong kepada pelayan. Lalu gadis itu mengambil beberapa sendok mie yang kemudian dituangkan ke dalam mangkok kosong.

“Kenapa nggak dimakan semua?” tanya Billy sambil mengamati gerak-gerik Nona.

“Kenyang.”

Kenyang? Pasti bohong nih! “Takut gemuk?”

Nona mengangkat wajah karena tidak mengira tebakan Billy akan setepat itu. Tapi dia merasa tidak perlu menjawab apa-apa. Karena dia tahu kalau Billy juga sudah tahu apa jawabannya. Ujung-ujungnya Billy malah tersenyum samar-samar kemudian melahap mienya sampai habis.

“Mas, bungkusin dong ini sisanya,” kata Nona setelah memanggil pelayan yang kebetulan ada di sampingnya.

Si Mas malah celingukan karena jarang-jarang ada pembeli yang membungkus mie sisa mereka. Tapi setelahnya, Si Mas malah tersenyum geli sambil mengambil mangkok berisi separuh mie itu. Billy pun turut tersenyum dengan sorot mata yang menurut Nona sangat menusuk hati.

Ini yang dia tidak begitu suka dari Billy dari dulu. Setiap tidak sengaja berpapasan dengan cowok ini, Nona selalu merasa gelisah. Mata Billy terlalu tajam menusuk. Menilai pula. Membuat Nona kesal karena tidak suka ditatap seperti seorang tertuduh. Karena itu Nona selalu berusaha menghindar.

Tapi sejak kemarin, Nona tidak bisa menghindar lagi. Sudah dua kali. Entah ada apanya cowok ini. Intinya Nona merasa Billy tidak sebrengsek Marvin. Lalu untuk apa Billy menawarinya pulang bersama lagi? Astaga, kenapa baru terpikir sekarang?

***

Tak terasa air mata Mia menetes. Sudah setengah hari dia berbaring di tempat kost. Membayangkan Nona berboncengan dengan Billy. Iya, Mia tahu mengapa Billy menolak mengantarkannya pulang. Cowok itu malah merenteti Nona. Padahal sudah jelas, dia dulu yang minta antar. Billy juga sudah menyetujuinya. Tapi mengapa Billy justru berpindah haluan? Apa Billy naksir Nona?

Huh! Kenapa hanya tidak jadi pulang bersama begini rasanya seperti putus cinta ya? Kenapa terasa sakit hatinya? Ah, sepertinya terlalu berlebihan. Lagi pula dia belum menjadi pacar Billy, bukan?

Mia bangkit dari tidur. Melangkah perlahan ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya supaya fresh. Lebih fresh lagi ketika David meneleponnya. Mengajaknya keluar. Antara iya dan tidak, Mia menerima ajakan David. Hanya sekedar menghilangkan stres. Padahal dia tidak begitu tertarik pada cowok itu.

Menurutnya David over pede. David mengira semua cewek akan jatuh hati padanya hanya karena suaranya merdu. Padahal Mia tidak begitu tertarik karena sikap David yang terlalu lembut padanya.

Dan lagi Mia merasa David hanya main-main saja dengannya. Dia tahu seperti apa mantan-mantan David. Kecantikannya sudah tidak bisa dibandingkan lagi dengannya. Jangankan dengan mantan David, diantara Nona dan Monic saja, Mia sudah merasa jelek sendiri. Itu menurut dirinya sendiri karena tidak pede. Padahal siapa bilang Mia jelek? Dia justru terlihat imut dengan sikap kekanak-kanakannya yang seringkali konyol.

Beda dengan Monic yang dandanannya sudah di atas normal. Cantiknya sudah bagai artis. Make up-nya pun lengkap. Gayanya modis sekali. Barang-barangnya juga berkelas. Persis model.

Nona lain lagi. Nona lebih girlie. Dandan cukup seadanya. Rambut juga tidak pernah dimodel aneh-aneh. Cukup rambut hitam lurus sebahu. Namun dengan kesederhanaannya, Nona justru terlihat lebih memikat. Lebih menarik untuk dikejar. Mungkin karena itu, cowok sekeren Marvin justru lebih melirik Nona dulu sebelum melirik Monic. Sepertinya sekarang bukan hanya Marvin yang terpikat pada Nona, Billy pun demikian. Membuat Mia sakit hati. Sakit!

***

Love Is You (Tamat)Where stories live. Discover now