Tiga Gadis Berbeda (1)

3.4K 171 0
                                    

Lebih baik berkata tidak, dari pada berkata iya tapi dengan berat hati.

Pilihlah hal yang bisa membuatmu bahagia, kecuali kepedihanmu adalah kebahagiaan orang yang kamu sayang, maka berkorbanlah.

***

Billy sedang mengerjakan tugasnya di tengah taman kampus dengan beberapa temannya saat Mia mendekatinya dengan senyum manis. Sepertinya berjodoh sekali kalau kampus mereka bersebelahan. Kampus mereka hanya dipisahkan oleh sebuah kantin lebar dan taman kampus yang cukup luas. Dua kampus itu adalah fakultas ekonomi dan fakultas teknik. Jadi tidak heran kalau banyak mahasiswa teknik yang mencari pacar mahasiswi ekonomi. Termasuk juga Marvin.

Mia pun tak kalah ngebetnya. Siapa juga yang mampu memejamkan mata saat melihat para calon engineer itu keluar dari kampus mereka. Terutama mahasiswa se-cool Billy. Sudah lama Mia diam-diam menyukai Billy. Sejak awal kuliah dulu. Namun baru beberapa minggu terakhir ini Mia berani mengungkapkan meski tidak secara langsung. Bosan juga kalau harus memendam rasa. Karena Billy sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan padanya. Padahal mereka sering bertemu dan mengobrol bersama dengan teman-teman yang lain. Yah, meski Billy lebih banyak diamnya. Jadi rasanya sudah bukan zamannya lagi gadis harus malu-malu jika menyukai lawan jenis.

"Hai, Bil," sapa Mia semringah kemudian menyapa teman-teman Billy yang lain.

"Hei," Billy balas menyapa. Biasa-biasa saja. Dia hanya menoleh sekilas. Kemudian pandangannya kembali kepada laptop yang menyala. Lalu melirik sekilas saat Mia duduk di sebelahnya.

"Sibuk nih?"

"Nggak. Bentar lagi juga selesai. Ada apa?"

"Ehm, aku nanti boleh ikut pulang bareng nggak?" tanya Mia hati-hati. Duh, semoga saja tidak ditolak. Sejak mendengar Billy mau mengantar Nona pulang meski dengan terpaksa, Mia memberanikan diri untuk mengatakan ini.

Billy berhenti mengetik. Pandangannya memang belum berubah. Tapi telinganya dipasang baik-baik. Mia minta antar pulang? "Ke kost?"

Mia cepat-cepat mengangguk. Dia tidak mau melewatkan kesempatan ini. Sepertinya Billy juga tidak akan tega menolak. Pasti tidak enak hati.

"Oke," jawab Billy ringan kemudian melanjutkan pekerjaannya lagi.

Mia menganga tidak percaya. Kalau lupa ingatan, dia pasti sudah berteriak girang. Tapi dia harus menahan diri. Nanti Billy jadi ilfeel gara-gara tingkah konyolnya. "Makasih ya, Bil. Aku tunggu di depan ruanganku," setelah melihat Billy mengangguk, Mia segera meluncur mendekati Nona dan Monic yang mengamatinya harap-harap cemas.

"Gimana?" tanya Nona tidak sabar karena setahunya Billy tidak mengucap banyak kata.

"Berhasil. Dia mau anterin gue."

"Halah, cuma gitu doang aja musti nunggu sampe beberapa tahun," gumam Monic melengos.

"Eh, emang lo gampang nyosor," belalak Mia kesal. Ini yang dia tidak suka dari Monic. Monik Sok.

"Mending gitu deh dari pada nggak dapet-dapet," jawab Monic santai.

"Ah, udah deh. Mending kita nge-juice yuk," ajak Nona segera sebelum dua sohibnya adu mulut seperti biasa. Namun sebelum mereka berdiri, Marvin lebih dulu datang menghampiri mereka.

"Halo, Sayang. Mau pulang, kan? Hari ini aku bisa anter kamu pulang," ucap Marvin santai kepada Nona kemudian melirik Monic. Lebih tepatnya melirik tubuh Monic yang menurutnya aduhai.

Sebenarnya Nona senang sekali dengan kedatangan Marvin. Dia sudah tidak kesal lagi dengan persoalan kemarin. Tapi ketika melihat lirikan Marvin bukan pada dirinya, kekesalan Nona muncul kembali. Dia gemas bukan main. Ingin sekali ditonjoknya mata genit itu.

"Nggak perlu. Aku bisa pulang sendiri," ucap Nona setengah berteriak lalu berdiri. Kemudian tanpa memedulikan panggilan teman-temannya, Nona tetap melangkah lebar-lebar. Dia marah. Marah!

"Eh, kenapa tuh anak?" tanya Monic pada Mia yang masih heran.

"Masih marah kali sama playboy ini." Mia melihat Marvin dengan bersungut.

"Idih, siapa yang playboy?" Marvin membela diri. Saat itu Mia sudah melangkah menuju tempat Billy. Tinggal Marvin dan Monic.

"Terus, ngapain masih di sini aja?" tanya Monic dengan nada tidak bersahabat. Matanya melihat dengan garang.

"Masih aja galak. Pulang bareng yuk!"

"Eh, bener-bener gila lo ya." Monic bangkit dari duduknya. Namun sebelum dia melangkah, Marvin dengan santai menyambar pinggangnya untuk jalan bersama.

Seperti terkena sengatan lebah, Monic mendorong Marvin tanpa aba-aba. Seketika Marvin terhuyung ke samping sampai jatuh terduduk di lantai karena tidak menyangka mendapat serangan mendadak seperti ini. Lebih tidak menyangka lagi karena dorongan Monic begitu kuat.

Marvin terbelalak lalu mengelus pantatnya. Beberapa mahasiswa yang lain tertawa terbahak-bahak melihat adegan lucu itu. Kecuali Billy. Billy hanya mengerutkan keningnya.

"Apa-apaan sih lo, Nic?" protes Marvin geram sambil berdiri.

"Makanya jangan kurang ajar." tanpa memedulikan Marvin lagi, Monic melenggang pergi tanpa meminta maaf.

Marvin kesal bukan main. Sekaligus tertantang. Baru kali ini ada cewek yang membuatnya malu di depan umum. Sebelumnya mana pernah ada cewek yang berani mendorongnya begitu. Biasanya dia selalu dipuja dan diperhatikan. Dielus. Bukan didorong.

Astaga. Pasti pacarnya yang binaraga itu yang mengajarinya ilmu bela diri. Lagi pula gue hanya menyentuh pinggangnya. Bukan memerkosa!

***

Nona

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Nona

***

Vote dan comment ya.
Follow ig: atiya_aw

Love Is You (Tamat)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ