D

22 3 1
                                    

Gara berlari kecil menyusul langkah Laura.

"ALIN, TUNGGU GUA" ucap Gara agak kencang membuat beberapa orang yang berada di koridor refleks menoleh.

Laura menoleh sedikit lalu kembali melangkah, kali ini lebih cepat. Namun langkah besar Gara berhasil menyusulnya. Gara langsung merangkul Laura membuat gadis itu berdecak sebal.

"Ngambek yah?" tanya Gara sambil memainkan pipi Laura.

"Enggak" sahut Laura sambil memalingkan wajahnya agar Gara berhenti memainkan pipinya.

Gara tersenyum simpul. "Mau ikut gua ke rumah Adit nggak?"

"Nggak!"

"Ayo sih ikut"

"Ngapain? Nanti di sana juga gue di kacangin"

"Nggak bakal kok"

"Nggak bakal apa?"

"Yang lo omongin itu nggak bakal salah"

"Ish"

"Bentar"

Suara Gara menghentikan langkah keduanya. Gara mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. Menelepon seseorang. Laura menatap antusias. Setelah beberapa menit, Gara mengangguk dan kembali menaruh ponsel di sakunya.

"Siapa?" tanya Laura.

"Cie kepo"

"Nggak kok biasa aja"

Gara kembali merangkul pundak Laura dan mulai melangkah.

"Gue nelpon Adit, gue nggak bisa ke rumahnya sekarang"

"Kenapa?," detak jantung Laura berpacu cepat. Berharap Gara menjawab semua karena dirinya yang tidak mau menemani Gara.

"Karena abis ini gue mau numpang tidur di rumah lo"

Laura menghela napas pelan, salahnya sendiri berharap sesuatu yang manis dari tusuk gigi bernyawa.

"Rumah gue bukan penginapan!" tekan Laura.

"Bodo amat! Pokoknya pulang sekolah gue ke rumah lo"

"Mau ngapain sih? Mau tidur? Di kolong jembatan aja sana!"

"Lo kira gue orang gila? Gue mau ngerjain tugas, lo bantuin yah. Alin kan pinter, cantik lagi"

"Udah gila nggak ngaku lagi. Muji kalo ada maunya doang. Dasar kutil anoa" gumam Laura.

Mereka berdua naik ke dalam angkot yang kosong. Laura duduk membelakangi Gara.

"Kenapa sih, Lin? Masih ngambek? Ngambek kenapa?," suara Gara melembut. Kali ini terdengar tulus.

Oh Tuhan! Laura tidak tahan, kalau sudah seperti ini artinya Gara benar-benar bicara serius dan tidak bisa di alihkan pembicaraannya. Laura memutar badannya, menatap Gara.

"Nggak ngambek kok. Siapa juga yang ngambek?" ucap Laura lembut.

"Kalo nggak ngambek dari tadi kok gue di kacangin?"

"Kan lo nggak ngajak ngomong"

Gara menggenggam tangan Laura membuat Laura menarik napas dalam. Desiran aneh ini, Laura selalu merasakan desiran ini ketika Gara dengan lembut menggenggam tangannya. Tanpa bercanda dan tanpa  paksaan.

Gara tersenyum simpul membuat jantung Laura rasanya ingin lepas. Dan suasana itu terpecahkan ketika Gara tiba-tiba tertawa.

"Muka lo serius banget, ngakak kan gua jadinya" celoteh Gara di sela tawanya.

Alinra Dan Manusia Pluto Pengendali Pasir |COMPLETE|Where stories live. Discover now