S

8 1 0
                                    

Ujian sekolah datang silih berganti membuat semua peristiwa semakin terasa seperti air. Mengalir mengikuti jalurnya. Kini semua siswa termasuk Laura hanya tinggal menunggu hasil ujian mereka.

Laura menatap kosong ke arah lapangan yang sekarang tengah ramai oleh para murid kelas 12. Mereka semua di kumpulkan di lapangan yang terik ini. Entahlah niatnya apa, Laura juga malas mengikuti dan memilih duduk di bawah pohon rindang.

Valen duduk di sebelah Laura yang tengah menopang dagu. Lelaki itu menyenggol pelan bahu Laura membuat gadis itu terkejut lantas menoleh dan berdecak sebal.

"Ganggu aja lo, es!" umpat Laura.

"Bengong aja sih, Ra. Kesambet loh" ucap Valen ikut-ikutan menopang dagu.

"Ngeliatin apa sih, Ra?" tanya Valen melihat Laura masih setia menatap lapangan.

Laura hanya diam, matanya terus menatap ke satu titik tanpa berkedip. Valen turut memperhatikan arah pandang Laura.

Dan lelaki itu menyadari apa yang sedang Laura perhatikan sekarang. Hatinya berdenyut ngilu. Valen menyenggol bahu Laura dengan sengaja agar gadis itu tidak memandang ke arah sana lagi.

Laura berkedip dan menoleh membuat satu tetes bening jatuh. Valen mengernyit.

"Kamu nangis?" tanya Valen sambil ibu jarinya mengusap air mata yang jatuh di pipi Laura.

Laura menurunkan tangan Valen dari pipinya. "Nggak kok, cuma kelilipan"

"Ck, alasan basi tau, Ra. Bilang aja deh kalo iya, kayak aku bakal ngamuk aja"

Laura menghela napas pelan. "Gue capek kayak gini terus"

"Yah berhenti kalo kamu capek"

"Gue nggak bisa, selalu ada dorongan kuat saat gue coba buat berhenti"

"Kamu harus lawan kalo kamu nggak pengen sakit sendirian"

"Susah, Len. Lo nggak ngerti rasanya ada di posisi gue"

Valen tersenyum tulus. "Aku ngerti kok. Keadaan kamu emang sulit. Kalo bertahan kamu sakit sendiri dan kalo pergi kamu terluka. Tapi apa dia akan nengok ke belakang lagi, Ra? Kamu sama dia kan udah kemarin."

"Gue nggak tau, Len. Gue benci posisi ini"

Suara dari mikrofon membuat pembicaraan mereka terhenti.

"Ayo anak-anak kumpul di tengah" ucap seorang pria berseragam guru tersebut.

Laura berdecak sebal. Berjalan malas menuju lapangan. Segera menaruh bokongnya di sembarang tempat dan Valen hanya mengikuti gadis itu.

"Hasil ujian kalian udah keluar, cuma karena nggak mungkin di bacain satu-satu nanti bapak tempel aja di mading. Dan setelah ini kalian boleh istirahat di rumah, untuk persiapan masuk universitas. Acara selama liburan bapak serahkan kepada ketua OSIS. Sekian terimakasih"

Sorak-sorai langsung memenuhi lapangan. Ada yang langsung membuat jadwal liburan, ada yang sedang merencanakan langkah ke depannya. Dan ada juga yang malas-malasan, seperti Laura. Gadis itu malah menguap di siang bolong begini.

"Halah bodo amat! Gue ngantuk" ucap Laura sambil melipat tangan dan menekuk lutut, menenggelamkan wajahnya.

"Mau masuk universitas mana, Ra?" tanya Valen.

"Paling Tangerang, nggak pengen jauh-jauh gue. Kasian Mama, sendirian" jawab Laura sambil terus mencari posisi ternyamannya.

Valen manggut-manggut.

"Kalo elo?"

"Maybe, gue bakal kuliah di luar"

"Luar rumah? Pasti lah"

Alinra Dan Manusia Pluto Pengendali Pasir |COMPLETE|Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz