38

12.9K 635 10
                                    

Kay memberikan benda pipih itu kepada Marvel setelah memastikan bahwa semuanya aman. Seulas senyum tergambar disana, terlihat sedikit dipaksakan memang karena suasana hatinya sedikit buruk setelah mendengar perdebatan yang seharusnya tidak ia dengar. Tapi, jika saja ia tidak sengaja mendengar tadi Kay tidak akan pernah tahu permasalahannya dan itu menyangkut tentang dirinya.

Tak sadar, Kay menghembuskan nafas berat bingung untuk mengambil sikap saat ini.

Marvel yang menyadari perubahan sikap pacarnya menurunkan sedikit badannya sampai ia bisa melihat wajah Kay yang sedikit menunduk.

"Kenapa? Ada masalah?"

"Hm?" Kay menatap kearah Marvel, wajah mereka sangat dekat sampai Kay bisa melihat mata coklat itu dengan jelas, hidung Marvel yang mancung dan juga bibir Marvel yang selalu terlihat basah.

Wajah Kay tiba-tiba memanas, jangan-jangan ia sudah mirip kepiting rebus saat ini. Tidak!

Kay mengangkat kepalanya dengan cepat, lalu berlari menuju kelasnya sebelum wajah nya meledak karena malu sendiri.

"Hah? Kayla!" Teriak Marvel saat melihat Kay berlari dengan cepat dan punggung nya hilang dari belokan.

Marvel mengerutkan kening nya, tangan cowok itu dengan refleks menyentuh kuping nya.

"Ah!"

Marvel kaget sendiri saat memegang kuping nya yang terasa sangat panas. Marvel melihat kearah jendela kelas dan menatap pantulan dirinya lalu memiringkan kepalanya.

"Gila," umpat Marvel saat melihat kuping nya yang sangat merah. Kuping nya memang sensitif, terlebih karena kejadian tadi. Wajah Marvel dan Kay sangat dekat, membuat Marvel hampir saja kehilangan dirinya. Marvel lalu memegang dadanya, lalu memutar tangannya agar detak jantung nya lebih tenang.

[•][•][•]

Empat orang sambil berkacak pinggang berdiri didepan pintu putih dengan gantungan tulisan 'KEEP OUT' di depan pintunya menandakan sang pemilik kamar sedang tidak mau diganggu. Sam sepertinya senang sekali mengganti gantungan didepan pintunya, dan tulisan ini adalah yang paling langka keluar.

"Sam!" Rei menggedor pintu itu sedikit keras karena Sam yang kukuh tidak mau bergerak sedikitpun untuk membuka pintu kamar nya.

"Sammuel!" Panggil Rei sekali lagi setelah sekian ratus kali nya, tapi nihil tidak ada jawaban apapun dari dalam.

Key menempelkan telinganya dipintu, mencoba mendengar suara sehalus mungkin, minimal suara nafas kakaknya itu yang menandakan bahwa orang didalamnya masih hidup.

"Masih nafas kok," celetuk Key polos.

Rei menoyor kepala adik bungsu nya itu, berikut dengan Kay yang langsung mencubit lengan kembaran nya.

"Sakit!" Key mendengus.

"Sam! Lo tetep gak mau keluar?!" Rei bertanya setengah berteriak, memastikan bahwa orang didalam benar-benar bisa mendengarnya.

"Lo gak pantes buat galau-galau kaya gini, Sam. Gesrek aja udah," ujar Rei bercanda. Tapi belum juga ada jawaban dari Sam yang memancing nafas frustasi dari mereka berempat.

"Biarin dulu," Aresh bersuara, "nanti juga kalo laper keluar sendiri."

Rei menatap pintu itu sekali lagi, sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu. Sebenarnya Rei khawatir, hanya saja ia menyembunyikannya. Yang ia khawatirkan dari adiknya itu, Sam bukanlah orang yang mudah mengungkapkan perasaan nya, meski Sam dikenal dengan pribadi yang ceria tapi jika ada masalah ia akan bungkam selama berhari-hari dan baru membicarakannya saat ia mau ataupun saat ia siap dan memang itu harus diceritakan.

BROTHERS [COMPLETED]Where stories live. Discover now