7. Ibu Baru

5.6K 758 22
                                    

Happy Reading 📖
--------------------

"WHAT! JADI DIA DUREN?!"

Seorang wanita berteriak heboh begitu mendengar Clara sahabatnya menceritakan kejadian kemarin siang.

"Aduh Lio, ngomongnya biasa aja dong!" Sahut Sonya sambil menyantap makanannya.

Siang itu sehabis sekolah selesai, Sonya mengajak rekannya Clara dan Liora untuk makan siang ke salah satu kafe yang tidak terlalu jauh dari sana. Sonya berinisiatif untuk mentraktir hitung-hitung sebagai perayaan kelahiran anak keduanya.

"Duren? Duren apa maksudnya? Buah?" Tanya Clara bingung sementara Liora mengerucutkan bibirnya.

"Aduh, ini nih terlalu lama tinggal di luar negeri sampai gak tau bahasa keren. Duren tuh 'Duda Keren'. Ya hampir sama hot-nya lah sama list coganku."

Clara hanya ber-O ria tidak berminat. Sahabatnya ini selalu saja jika itu berkaitan dengan pria tampan pasti langsung bersemangat.

"Sumpah dia tuh ganteng banget apalagi itu tuh itu lesung pipinya ya ampun! Kira-kira udah punya pacar belum ya? Kalau belum aku mau nyalon ah kali aja langsung dinikah- AWW!!!" Liora menjerit memegang kepalanya sesaat setelah Sonya memukulnya dengan sendok yang sedari tadi dipegang.

"Enak aja! Terus si Frans kamu mau kemanain hah?"

"Hehe iya, untung Mbak Sonya ingetin. Khilaf aku Mbak!" Cengir Liora.

"Kamu ya, setiap hari juga ngomongin cowok cakep terus Frans terlupakan mulu. Aku bilangin loh ntar!"

"Ihh jangan dong. Tapi ini aku beneran, Pak Jevan tuh orangnya ganteng banget iya kan Mbak?" Tanya Liora mengingat wajah tampan Jevan dengan pipi bolongnya.

Pertanyaan dari Liora membuat Sonya jadi ikut membayangkan. Sekarang wanita itu malah senyam-senyum sendiri, "Iya loh ganteng. Coba kalau aku belum nikah, aku mau kok jadi istrinya Pak Jevan."

Liora yang mendengar hal itu langsung melotot kaget dan mencubit gemas bahu Sonya.

"AWW! Sakit Lio!"

"Abis Mbak nih gimana? Inget suami sama anak DUA dirumah!"

"Ya ampun. Udah dong. Kok kalian malah berantem sih? Heran."

Clara akhirnya buka suara setelah dari tadi bungkam. Sonya dan Liora jadi menghentikan perdebatannya. Mereka saling menatap satu sama lain kemudian bergantian menatap Clara lekat. Seketika senyum aneh terpancar pada wajah keduanya.

"Kalian kenapa lihatin aku gitu?" Tanya Clara risih.

"Ra, kamu gak ada niatan deketin Pak Jevan? Sementara Hanin kan suka sama kamu. Pasti langsung direstuin, iya kan Mbak?"

"Iya. Kalian juga sama-sama belum punya pasangan tuh. Terus aku lihat kalian juga cocok. Kenapa gak coba dideketin?"

Clara membulatkan mata. Pertanyaan macam apa itu?

"What? Kalian nih ngawur aja. Kalian lupa ya kalau aku udah punya Juna?" Desis Clara yang berhasil membuat Sonya dan Liora menatapnya kesal.

"Kamu belum putusin si playboy itu?"

Clara lantas menggeleng pelan, "Ihh Mbak, dia itu gak playboy. Dia tulus kok sama aku."

"Tapi Clara, aku sama Mbak Sonya udah sering lihat Juna jalan sama cewek lain. Kenapa sih kamu gak bisa ngerti?"

"Itu karena aku gak pernah lihat langsung. Kalian juga gak pernah kasih aku bukti. Siapa tau perempuan yang kalian lihat itu bisa aja sepupunya atau juga saudaranya." Sahut Clara santai namun ada keraguan juga dalam hati kecilnya.

Sonya dan Liora saling bertatapan lagi. Bercuma Clara sekolah jauh-jauh ke Aussie dengan gelar Cum Laude jika otaknya tidak dipakai. Jelas-jelas pacarnya yang bernama Juna itu playboy tapi Clara terus saja membohongi dirinya sendiri.

"Terserah kamu aja Ra. Tapi kalau perkataan kami benar, kamu jangan nyesel!" Tatap Liora intens kemudian kembali melanjutkan meminum ice tea nya.

➖➖➖

Jane menutup pintu kamar Hanin dan menemukan suami beserta adik iparnya tengah duduk berharap-harap cemas menunggu wanita itu keluar.

Apalagi ayahnya yaitu Jevan. Sedari tadi tidak bisa diam, khawatir akan putrinya.

"Gimana Jane, Hanin mau makan kan?" Tanya Jevan.

"Iya, kamu gak perlu khawatir. Anak kamu baik-baik aja. Sekarang dia lagi tidur habis minum obat."

Jevan bernapas lega. Hari ini dia memang tidak mengizinkan Hanin untuk bersekolah dulu mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan. Jevan tidak ingin merepotkan Clara jikalau nanti Hanin menangis lagi.

Jadi hari ini dia juga tidak masuk kantor dan bertekad akan merawat Hanin tentu dengan dibantu saudara iparnya.

Tama pun mengajak Jevan untuk duduk. Pria itu menepuk punggung adik iparnya pelan, "Udah lah Jev. Sekarang kamu bisa tenang. Hanin gak apa-apa."

Jevan mengela napas kasar sembari mengusap wajahnya yang terlihat kelelahan, "Makasih ya kalian udah dateng."

Jane dan Tama mengangguk. Jane sebenarnya ingin mengatakan sesuatu namun takut waktunya tidak pas. Tapi mau bagaimana lagi, ini demi Hanin.

"Jev, kayaknya udah saatnya kamu cari ibu baru buat Hanin."

Jevan kini menatap Jane dan menggeleng setelahnya, "Aku belum kepikiran buat nikah lagi."

"Tapi Jev ini buat kebahagiaan Hanin. Kamu tega lihat Hanin begini terus? Inget, dia gak pernah ngerasain kasih sayang seorang ibu. Aku mohon demi Hanin menikah lagi ya!" Lanjut Jane.

Jevan nampak berpikir sejenak. Benar juga, jika Hanin punya ibu baru maka kesedihannya terhadap Melisa pasti akan terlupakan.

"Memangnya kamu belum punya pacar? Atau yang menarik perhatian kamu gitu?" Tanya Tama yang kembali mendapat gelengan dari Jevan.

"Gimana sama Ibu guru cantik yang sering dibicarain Hanin itu? Bukannya kamu bilang dia yang nenangin Hanin kemarin?"

"Terus gimana rupanya. Dia beneran cantik kayak yang Hanin ceritain? Katanya Hanin suka sama dia. Kamu suka juga gak?" Tambah Tama lagi menimpali hendak menggoda Jevan.

Jevan sendiri sontak membulatkan mata. Kenapa tiba-tiba para iparnya malah menodongnya bergantian mengenai Clara begini?

"Hmm dia cantik, juga baik." Pendapat Jevan jujur.

"Nah! Cocok! Cocok jadi ibunya Hanin!" Ucap Jane dengan semangat '45 sambil menjentikkan jari.

"Ceritain ciri-cirinya. Gimana rupanya? Ayo! Aku udah penasaran!"

Tama merangkul pria disampingnya. Lain dengan Jane, sekarang wanita itu malah menempeli Jevan disisi yang lain dengan menopang dagu menggunakan kedua telapak tangannya.

"Tunggu! Kenapa kalian jadi malah ngomongin Bu Clara sih sekarang?" Jevan menggaruk kepalanya bingung.

Jane pun sempat membuka mulutnya sebentar setelah Jevan menyebutkan nama seseorang, "Jadi namanya Clara? Kayaknya aku pernah ketemu sama dia di sekolah tapi aku gak tau pasti."

"Wah kalau gitu ayo kita jodohin Jevan sama si Clara itu. Gimana? Ide aku bagus kan?"

Jane lantas mengangkat jempolnya satu pemikiran dengan Tama.

Jangan tanya reaksi Jevan, yang pasti wajahnya telah memerah. Dimulai dengan telinga kemudian menjalar ke seluruh permukaan kulit wajah tampannya. Jevan memang akan seperti itu jika digoda oleh Jane dan Tama.

Apalagi jika sudah berkaitan dengan perempuan.

Tapi hari ini dia benar-benar malas untuk menanggapi kedua iparnya tersebut sehingga Jevan pun beranjak bangun untuk menjauh dari mereka.

"Kalian berdua buat aku pusing!"

TBC


Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang