14. Tawaran

4.3K 707 49
                                    

Happy Reading 📖
--------------------

"Tuh kan aku bilang juga apa. Kamu pokoknya harus segera punya istri baru!"

Pagi ini Jevan dikejutkan dengan kedatangan dua kakak iparnya. Jane langsung mendesis tajam diikuti Tama yang sedari tadi mengekorinya dari belakang.

"Nanti kalau kejadian kemarin keulang siapa yang mau kamu repotin? Clara lagi? Dia itu juga sibuk punya urusan sendiri. Kamu gak bisa ngerepotin dia terus Jevan!"

Tepat setelah kejadian Jevan sakit, pria itu langsung menceritakan mengenai Clara yang datang serta merawatnya kepada kakak iparnya ini. Jane dan Tama sendiri tidak dapat dihubungi karena masih di pesawat, habis melawat ke rumah keluarga Jane di New Zealand.

"Iya-iya tapi jangan emosi gitu dong Jane." Jawab Jevan masih duduk santai tanpa menghiraukan Jane yang tengah mengomel panjang.

"Gimana aku gak emosi, kamu itu perlu orang yang bisa jaga dan rawat kamu. Coba kayak kemarin waktu aku sama Tama gak ada, kamu mau minta tolong sama siapa lagi? Hanin itu masih kecil!"

"Yaudah lah Jane, toh juga udah terjadi. Untung banget ada Ibu gurunya Hanin. Kita juga harus berterima kasih sama dia." Sambut Tama membuat Jane langsung bersemangat.

"Nah itu! Gimana kalau kamu lamar Clara aja? Kalau perlu sekarang juga bakal aku siapin seserahannya." Jane bangkit berdiri membuat Jevan dan Tama membulatkan matanya secara bersamaan.

Ide gila apa itu? Kenapa tiba-tiba jadi melamar Clara?

"Apaan sih Jane? Aku sama dia cuma sebatas guru sama wali murid. Gak lebih." Bantah Jevan cepat.

"Loh apa salahnya? Kalian berdua kelihatan cocok, terus Clara juga belum nikah. Apalagi dia sayang banget sama Hanin. Pas kan? Tinggal resmiin aja."

Jevan tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jane. Kenapa dia begitu bersemangat sekali dengan Clara? Apa iya dia harus melamar Clara? Kenal saja baru beberapa bulan itupun hanya sebatas tahu. Topik yang dibicarakan antara mereka berdua pun tidak jauh dari Hanin. Jadi rasanya tidak ada yang spesial.

"Udahlah Jane, gimana kalau Clara itu udah punya pacar?" Tanya Tama.

"Ya buat aja mereka putus gampang kan?" Jawab Jane enteng mengundang kedua pria di ruangan tersebut melotot tak percaya.

Istrinya Tama memang sudah gila!

"Astaga, kamu lagi sakit ya? Kok otaknya tiba-tiba error?" Tama menaruh telapak tangannya ke dahi Jane namun tidak merasakan suhu badan yang panas. Bahkan itu kelewat normal.

"Ihh apaan sih! Aku nih sadar sepenuhnya tau!"

Jevan lantas mengacak rambutnya frustasi. Baru saja duduk tenang setelah melakukan rapat dengan klien namun tiba-tiba kedua iparnya ini datang mengacaukan istirahatnya. Dan pasti topiknya tidak jauh-jauh dari pernikahan dan istri baru.

"Aku gak mau tau pokoknya kamu harus segera cari ibu baru buat Hanin!"

Jevan yang dicerca terus seperti itupun akhirnya menghela napasnya panjang, "Oke. Aku janji bakal cari tapi pelan-pelan. Ini juga butuh proses."

Jane tersenyum lega, akhirnya keinginannya dituruti juga oleh adik iparnya. Bukan apa-apa, walaupun itu artinya mengantikan posisi Melisa adiknya, tapi ini demi kebahagiaan Hanin. Jane rela melakukan apapun.

Tama yang menyimak sedari tadi akhirnya buka suara. Pria itu mendekat menuju Jevan kemudian menepuk punggungnya pelan.

"Gimana kalau aku kenalin sama temen-temenku. Kebetulan banyak tuh yang single dan mereka lagi nyari calon suami. Gimana tertarik gak? Kalau iya, aku telpon mereka sekarang nih?" Tawar Tama berharap banyak. Semoga ini bisa membantu masalah yang adik iparnya tengah hadapi.

"Nanti deh aku pikir-pikir lagi. Aku pusing!"

➖➖➖

Jevan berdiri di samping mobil sembari melirik jam yang bertengger di lengan kirinya. Jam menunjukkan jika lima menit lagi Hanin akan keluar dari gerbang besar yang tidak jauh dari tempat Jevan memarkir mobilnya.

Jevan memang tidak terlalu sibuk hari ini sehingga dia meluangkan waktu untuk menjemput Hanin dan akan mengajaknya makan siang. Sembari menunggu, pikiran Jevan terus tertuju pada kejadian pagi tadi dimana terus mengingat kata-kata Jane mengenai istri baru.

Kalau dipikir-pikir benar juga, Jevan sudah terlalu lama menduda dan lebih banyak menyibukkan diri di kantor. Sementara itu dia lupa Hanin juga butuh kasih sayang orang tuanya.

Tapi mau cari kemana calon istri secepat kilat? Jodoh tidak akan datang dengan sendirinya secepat itu kan?

Bel berbunyi tepat waktu. Anak-anak mulai keluar dari gerbang dengan digandeng orangtua masing-masing yang telah menjemput. Jevan sendiri lebih senang menunggu di luar sembari menghirup udara segar.

Jevan pun mulai mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Hanin. Dan tidak butuh waktu lama sampai Jevan melihat putri kecilnya keluar dengan menggandeng seorang wanita. Hanin nampak sangat bahagia sambil tersenyum kearah wanita tersebut yang tak lain adalah guru kesayangannya, Clara.

Clara hanya mengantar Hanin sampai depan gerbang. Wanita itu menunduk untuk mesejajarkan tingginya dengan Hanin kemudian mengecup pipi tembem itu dan mengacak rambutnya pelan diselingin tawa lucu dari gadis kecil tersebut.

Jevan dari kejauhan entah kenapa jadi ikut tersenyum akan pemandangan itu. Rasanya melihat Hanin bahagia bersama Clara membuat hatinya menghangat.

Ternyata benar, putrinya memang membutuhkan figur seorang ibu.

Sadar mendapati presensi ayahnya sedang melambaikan tangan, Hanin segera melepas genggamannya dari Clara dan berlari kecil menuju tempat Jevan berada.

Mendapati bagaimana gadis kecil itu berlari menuju kearahnya sangat lucu dan manis. Rasanya Jevan tidak tega kalau senyum itu pudar dari bibir putrinya. Jevan ingin Hanin terus bahagia. Dan jika dengan mencarikan ibu akan membuat Hanin senang, maka pria itu akan melakukannya.

Jevan akhirnya telah mengambil keputusan. Dengan mantap pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menelpon seseorang disana.

"Halo Tama. Soal tawaran tadi pagi, aku mau."

TBC

Our DestinyрдЬрд╣рд╛рдБ рдХрд╣рд╛рдирд┐рдпрд╛рдБ рд░рд╣рддреА рд╣реИрдВред рдЕрднреА рдЦреЛрдЬреЗрдВ