9. Bunda

5.2K 854 51
                                    

Happy Reading 📖
-------------------

Hari ini adalah ulang tahun Hanin dan paginya Jevan sangat gelisah karena putrinya tidak hentinya menangis di dalam kamar. Jevan mencoba menenangkan tapi tidak berhasil sama sekali. Dibujuk makanpun susah.

Gadis kecil itu menangis sambil terus menyebut nama ibunya.

"Aku harus gimana sekarang?" Monolog Jevan sembari bolak-balik tidak tentu arah.

"Maaf Pak Jevan, saya udah telponin Bu Jane tapi dia lagi di luar kota terus bakal balik sore ini sebelum acara ulang tahun Nona Hanin." Lapor Bi Santi setelah melakukan tugas yang diberikan oleh Jevan.

"Oke Bi, terimakasih infonya."

Jevan segera masuk ke kamar Hanin dan hatinya terasa perih kala melihat anaknya menangis sambil tengkurap di atas kasur. Jevan sekarang bingung harus melakukan apa.

Jane sedang tidak ada, alhasil Jevan harus memutar otak untuk menenangkan putrinya seorang diri.

"Sayang, udah jangan nangis ya. Cup cup..."

Jevan membawa Hanin ke dalam gendongannya. Namun bukannya diam, Hanin malah meronta dan tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Hanin mau apa bakal Ayah turutin, tapi berhenti nangis oke?"

"HANIN MAU IBU!"

Jevan tidak tau harus melakukan apa lagi. Pastinya permintaan Hanin yang satu ini tidak akan pernah bisa diwujudkan.

"Pokoknya Hanin mau Ibu Mel-"

"HANIN DENGARIN AYAH! IBU MELISA GAK ADA! DIA UDAH MENINGGAL!" Teriak Jevan frustasi. Ini adalah kali pertama dia menaikkan intonasi bicaranya ke Hanin.

Gadis itu nampak diam sebentar sebelum kemudian menangis lagi membuat Jevan yang tadi ingin marah jadi tidak tega.

"Hanin please dengerin Ayah. Hanin boleh minta apapun kecuali Ibu Melisa. Kalau untuk urusan itu Ayah gak bisa Sayang. Hanin harus paham keadaannya." Ujar Jevan mulai melunak seketika membuat gadis itu menatap ayahnya penuh dengan airmata.

Lantas setelah gadis itu mengucapkan permintaannya lagi, Jevan pun mengerang karena semakin bingung dibuatnya.




"HANIN MAU IBU GURU CANTIK!"

➖➖➖

Sekitar limabelas menit lamanya hingga taksi yang Clara tumpangi sampai di tempat tujuan. Wanita itupun turun di depan sebuah rumah dalam kompleks mewah.

Begitu mendapat panggilan mendadak dari Jevan mengenai Hanin, Clara yang sedang berbenah di apartemennya langsung pergi ke kediaman keluarga Bagaskara. Setelah melihat di layar ponsel bahwa alamat yang dikirimkan benar, wanita itu menekan bel. Tidak selang beberapa lama seorang pria pun membukakan pintu untuknya.

"Bu Clara."

"Pak, Hanin dimana?" Tanyanya khawatir.

Tanpa berkata apa-apa lagi, pria itu alias Jevan langsung menarik tangan Clara menuju kamar Hanin. Clara tidak protes atau merasa keberatan saat tangannya ditarik lembut oleh Jevan. Tidak ada kecanggungan antara mereka karena fokus teralihkan semua pada Hanin.

"Hanin." Panggil Clara saat sampai di kamar sang gadis kecil. Begitu mendengar suara tersebut, Hanin terbangun dan langsung berlari memeluk erat wanita itu.

"Bu guru..."

"Iya Sayang, Ibu disini."

Clara mencoba menenangkan Hanin dengan menggendongnya. Tidak disangka dalam hitungan beberapa menit saja kini gadis itu sudah tenang bahkan tidak ada suara isakan lagi dari bibirnya.


Benar-benar ajaib, batin Jevan.


Setelah Hanin mulai membaik, Clara pun mendudukkan dirinya dan sang gadis kecil ke tempat tidur.

"Hanin udah lebih tenang kan sekarang?" Tanya Clara dan langsung dibalas anggukan oleh Hanin. Lihatlah hidung yang memerah sehabis menangis itu, benar-benar menggemaskan.

Jevan hanya bisa memperhatikan dari kejauhan. Selang beberapa saat kemudian pria itu mendekat dengan membawa semangkuk bubur yang telah disiapkan sedari tadi oleh Bi Santi.

"Hanin, sekarang makan ya. Perutnya kosong loh dari tadi malam." Bujuk Jevan.

Gadis kecil itupun menolak, "Gak mau. Hanin maunya disuapin Bu guru!"

"Hanin jangan nakal. Bu gurunya capek udah jauh-jauh kesini."

"Gak apa-apa kok Pak. Biar saya yang suapin Hanin. Yang penting dia mau makan." Potong Clara segera.

Jevan sebenarnya tidak enak karena terus saja merepotkan Clara, tapi mau bagaimana lagi ini adalah permintaan putrinya. Alhasil mangkuk makanan itupun kini sudah berpindah tangan.

"Sekarang makan ya. Ayo buka mulutnya."

Hanin langsung menurut dan makan dengan lahap. Pipinya mengembang lucu dan Clara selalu saja berhasil dibuat gemas.

"Pinter..."

Jevan tersenyum melihat interaksi antara putrinya dengan Clara. Entah kenapa Jevan berfikir jika Hanin sangat dekat dengan wanita itu. Sekarang saja buktinya dia tidak mau makan kecuali Clara yang menyuapi. Ada apa sebenarnya ini?

"Ayah habis ini kita ke makam Ibu ya?" Pinta Hanin akhirnya menoleh pada sosok ayahnya yang sedari tadi terdiam pada posisinya.

"Iya Sayang, tapi sekarang habisin dulu makanannya."

"Oke, tapi Bunda juga ikut kan Ayah? Boleh ya?"

"Hng? Bunda?" Jevan mengernyitkan dahinya bingung akan siapa yang dimaksud bunda disini.

Gadis kecil itu terkekeh sebentar sebelum menatap wanita yang ada di sampingnya, "Iya, Bunda Clara. Hanin mau Bunda Clara ikut, boleh kan?"

Hanin nampak bersemangat sambil memeluk Clara erat. Sementara ekspresi kedua orang dewasa itu benar-banar shock, kaget bukan kepalang atas pernyataan yang terlontar dari seorang anak berumur lima tahun.

"Eh?"

Apa yang barusan dikatakan oleh anak kecil ini? Mereka tidak salah dengar kan?

Sedetik kemudian, sebuah kalimat tidak terduga kembali keluar dari bibir mungil Hanin membuat Jevan dan Clara semakin membelalakkan matanya tidak percaya.














"Bu guru, mau ya jadi bundanya Hanin?"

TBC

Our DestinyWhere stories live. Discover now