20. Kepikiran

3.4K 543 41
                                    

Happy Reading 📖
--------------------

Clara sedari tadi tidak bisa yang namanya fokus dalam mengajar. Bahkan sampai jam istirahat di ruang guru, wanita itu masih terus bertingkah aneh. Kadang senyam-senyum sendiri, melamun, dan menutup wajah malu. Itu Clara lakukan berkali-kali tidak perduli kalau rekan sesama guru akan menganggap nya sudah tidak waras.




Karena, disini masih banyak orang yang sayang sama kamu...

...contohnya aku




Kalimat itu terus terngiang dipikiran Clara sehingga tanpa sadar wanita itu tersenyum dan menyentuh bibirnya pelan. Sentuhan lembut itu masih terasa dan membuat pipinya bertambah merah.

"ARGHH!!!" Teriak Clara frustasi kemudian menenggelamkan wajahnya di atas meja.

Ada apa dengannya hari ini? Kenapa jantungnya terus berdegup dengan kencang?

Sonya yang melihat tingkah aneh Clara berjalan mendekat dan meraba dahi sahabatnya tersebut, "Kamu gak panas. Tapi kayaknya masih sakit. Pulang gih. Gak apa-apa biar anak-anak aku yang ajar."

"Aku gak apa-apa Mbak." Balasnya sambil tersenyum.

"Tau tuh Mbak. Clara emang dari pagi begitu. Aku aja sampai heran." Ujar Liora yang baru datang dengan beberapa tumpuk buku cerita di tangannya.

"Beneran nih? Kalau merasa kurang sehat kamu pulang aja."

Clara menggeleng akan tawaran Sonya. Sungguh dia sudah tidak apa-apa. Clara bahkan tidak memikirkan Juna sama sekali. Masalahnya sekarang kenapa pikirannya hanya tertuju pada seorang pria bernama Jevano Bagaskara?

"Aku bingung sama kamu Ra. Kemarin kamu kemana sih? Kami tuh udah capek-capek nyari kamu kesana kemari sampai pulang tengah malem. Eh begitu aku balik kamunya malah udah tidur nyenyak di kasur. Dasar!" Desis Liora sebal.

Clara lantas tertawa kemudian mendekat memeluk Liora erat, "Ya ampun! Maaf ya Sayang."

"Ihh lepas Ra, geli!"

"Yaudah sebagai tanda terimakasih aku karena udah mau direpotin kemarin, nanti malam kita jalan ke mall. Aku traktir deh."

Mendengar kata traktir membuat Liora menjadi bersemangat, matanya bahkan sangat berbinar.

"Aku juga ya? Kan aku juga ikut nyari kemarin."

"Iya, Mbak Sonya juga kok."

Mereka bertiga berpelukan layaknya teletubies. Hilang semua beban pikiran Clara. Memang benar, sahabat adalah orang yang paling bisa memperbaiki mood kita.

"Oh iya aku sampai lupa! Kamu tau gak Ra, kemarin Pak Jevan nanyain kamu setelah aku bilang kamu pergi. Mukanya kayak khawatir gitu. Dia bahkan sering banget nelpon aku buat nanya kamu udah pulang apa belum."

Clara mendadak diam. Dia tidak mungkin bercerita ke sahabatnya kalau dia bertemu dengan Jevan kemarin malam kan? Apalagi mengingat kecanggungan antar keduanya saat Jevan mengantarnya ke apartement. Lebih baik jangan, karena mereka pasti akan sangat heboh mendengarnya.

"Hah? Serius?"

"Iya Mbak. Aku gak tau kenapa tapi instingku bilang kayaknya Pak Jevan suka sama kamu deh Ra."

"Ya gak mungkinlah. Kamu nih ada-ada aja."

"Loh kenapa? Kalau emang benar aku senang banget. Apalagi Pak Jevan itu udah ganteng, baik, peduli lagi. Gak kayak mantan kamu tuh!" Sindir Liora sangat kesal.

"Udah-udah. Gak usah ngomongin tuh orang. Aku jadi pengen remukin badannya sekarang!" Tambah Sonya seketika membuat mereka tertawa secara bersamaan.

Mungkin Clara harus memikirkan ulang perkataan Sonya. Melihat mereka berdua bersemangat untuk merencanakan pembalasan ke Juna membuat Clara ingin ikut menghajarnya juga sekarang.

➖➖➖

Jevan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Semakin dekat dengan arah tujuan maka semakin cepat pula jantungnya memacu.

Oh Tuhan...

Bagaimana bisa Jevan bisa seperti ini karena seorang perempuan?

Ponsel Jevan tiba-tiba berbunyi tanda seseorang menelpon. Di layar tersebut menampilkan nama kakak iparnya Jane.

"Halo Jev, aku cuma mau bilang kalau aku udah di jalan sama Tama buat jemput Hanin. Ya sekalian ajak dia makan siang."

Jevan yang mendengar menepuk jidatnya pelan. Pria itu lupa memberitahu Jane, "Kalian putar balik aja."

"Hah?"

"Maksudnya aku juga lagi di jalan mau jemput Hanin sekalian makan. Kalian pulang aja, nikmati hari kalian berdua."

Bukan tanpa alasan. Hari ini Jevan sengaja mengosongkan waktu menjemput Hanin untuk siapa lagi kalau bukan untuk melihat Clara.

"Lah tumben Jev? Tapi bentar lagi aku sama Tama udah mau sampai. Kamu langsung ke restoran aja, kirimin aku alamatnya. Nanti kami nyusul."

Jevan berusaha memutar otak. Dia harus mencari alasan lain agar Jane tidak terlalu banyak mendebat dan membiarkan dirinya yang menjemput Hanin.

"Tapi aku udah di sekolah Hanin nih. Ini juga baru sampai. Kalian aja yang langsung ke restoran. Tunggu kami disana, nanti kita makan bareng!"

Tidak sopan sebenarnya menutup telpon dari kakak ipar apalagi membohonginya. Iya, Jevan bahkan baru berangkat dari kantor. Tapi mau bagaimana lagi? Jane pasti akan menanyakan hal yang macam-macam padanya.

Dan tidak butuh waktu lama, mobil pria itu telah terparkir rapi di depan sekolah Hanin. Masih ada waktu sepuluh menit lagi dan Jevan berharap waktunya cepat berputar agar dia bisa melihat senyum Clara.

Oh ayolah! Bagaimana Jevan akan menghadapi Clara setelah kejadian kemarin?

Kalau di ingat-ingat Jevan jadi meruntuki kebodohannya sendiri. Kenapa dia malah menyosor Clara begitu saja? Bagaimana kalau setelah ini Clara tidak mau bertemu dengannya lagi? Membayangkannya saja membuat Jevan frustrasi.

Tidak terasa karena terlalu larut akan pikiran sendiri, bel dari gedung sekolah akhirnya berbunyi.

Jevan segera mencari keberadaan Hanin diantara anak-anak yang keluar berhamburan dari pintu gerbang.

Tidak butuh waktu lama sehingga Jevan menemukan putrinya. Dan alangkah senangnya lagi Jevan saat Hanin keluar dengan mengandeng tangan Clara.

Sadar akan keberadaan Jevan di depan sana, Clara terkejut bukan main. Kenapa jadi Jevan? Kenapa bukan Jane yang menjemput hari ini?

"Bu guru, ayo!" Ajak Hanin menarik wanita tersebut menuju sang ayah.

"AYAH!"

"Sayang." Jevan langsung menggendong putri kecilnya begitu mereka sampai. Sementara Clara hanya bisa menunduk tanpa berani menatap Jevan. Sungguh Clara belum siap bertemu pria itu sekarang.

"Hai."

Sapaan singkat itu membuat pipi Clara mendadak merah. Aduh kenapa jadi canggung gini sih?

"Ayah ayo kita pulang."

"Iya Sayang. Tapi nanti kita mampir makan dulu ya. Tante Jane sama Om Tama udah nunggu kita." Hanin pun mengangguk antusias.

"Eumm Clara, kamu udah makan siang?" Kini Jevan bertanya pada wanita yang terus mengalihkan pandangannya ke arah lain tersebut. Cara Jevan mengajaknya berbicara benar-benar berbeda semenjak malam itu. Clara jadi gelagapan sendiri.

"Belum Pak."

Asik, kesempatan nih...

"Gimana kalau kamu ikut? Ada yang mau aku omongin juga. Boleh?"

Clara tampak menimang-nimang. Ditatapnya pria itu dan dapat Clara lihat bahwa Jevan sangat mengharapkan persetujuannya.

Bagaimana ini? Clara jadi bingung.

TBC

Our DestinyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt