Day 1; Blue

49 4 2
                                    

Terdiam. Matanya memandang ke depan. Ke arah sosok berbaju seumpama langit terpayungi mega, yang tertawa bersama seorang hawa.

Tak ia pungkiri sesak di dada kian menjadi kala kedua insan itu berpelukan. Ayolah. Ia sudah sering melihat hal seperti itu di keseharian. Seharusnya ia sudah terbiasa kan?

Nyatanya, dadanya kian merapuh. Berwajah datar di luar, padahal di dalam hancur berantakan. Sebisa mungkin ia tidak menampakkan itu semua kepada khalayak ramai.

"Hei, lagi-lagi kita bertemu."

Berbalik, ia menatap miring pada sosok di depannya kali ini. Menggunakan pakaian bebas nan santai, seringan wajahnya yang tersenyum lebar.

"Siapa dirimu?" Naifnya ia bertanya. Padahal jelas memori memiliki bagian tentang sosok itu. Tertanggal seminggu lalu, pertemuan pertama mereka terjadi di perpustakaan.

"Ah, sudah kuduga kau lupa." Sosok itu memilih mengikuti alur. Walau tahu perempuan di depannya ini hanya berpura-pura amnesia.

"Jadi, apakah aku mengenalmu?"

"Ingat waktu di perpustakaan kota kau membantu seorang lelaki memilih buku? Itu aku."

"Maaf. Aku tidak ingat."

Langkah cepat ia ambil. Meninggalkan pemuda itu meringis malu sendiri. Tetap bergeming walau namanya beberapa kali menggema dari belakang.

Entah siapapun dia, ia tidak mau bertemu lagi.

*

Sayangnya, waktu dan takdir kadang kala iseng mempermainkan manusia. Terutama dirinya yang kini menatap datar pada sosok yang memberikan cengiran lebar.

"Well, kita bertemu lagi." Riangnya nada itu tak mencairkan wajahnya yang membeku.

"Permisi. Kau salah orang."

Buku berwarna biru ia dekap dengan pena yang menyembul paksa dari sana. Seharusnya kini ia tengah menuliskan sesuatu. Sayangnya, ia tidak bisa menulis jika sosok bersurai legam itu senantiasa menatapnya.

"Kau suka menulis ya?"

Sosok itu secara ajaib sudah berada di sampingnya. Sekali lagi dengan wajah tak berdosa yang membuat pikirannya menyumpah serapah. Entah apa dosa dirinya beserta keluarga sehingga mendapatkan karma seperti ini.

"Tidak," ucapnya ketus.

"Oh ya? Padahal tadi aku melihatmu menulis di perpustakaan." Iris penasaran mencoba mengintip isi dekapan, sampai akhirnya buku itu berubah menjadi sebuah tamparan.

"Jaga tingkah lakumu, Tuan Asing. Padahal kita tak saling mengenal, tapi kau bersikap seolah kita bersaudara. Apakah kepalamu terbentur sesuatu? Mari, kuantar kau ke dokter."

Ucapan secepat kilat itu hanya menggoreskan senyum tipis di wajah lawan. Tatapnya yang semula riang berubah menjadi lebih tenang, lantas menunduk menghadap bumi.

"Ya. Aku memang orang asing. Namun, aku tidak tahan melihat dirimu yang hanya terpaku memandangi dua sosok yang bermesraan tempo hari."

"Sudah sadar? Sekarang, bertindaklah sesuai dengan posisimu itu."

Ia bersedekap. Memasang pose angkuh yang tetap saja dibalas senyuman oleh lelaki itu. Mengembuskan napas, ia akhirnya memberikan keringanan.

"Terserah kau saja."

Ia berlalu, tanpa mengetahui adanya sebuah dada yang teremat jemari karena dirinya.

*

Keesokannya, Si Tuan Asing menjelma dalam verba tertulis. Ia hanya mengeryit membaca surat antah berantah yang menginap di lokernya.

Hei, bagaimana wajahmu? Masih sebeku es atau sudah terhangatkan mentari?

Aku tahu, aku hanya orang asing bagimu. Namun, bagiku kau bukanlah seperti itu. Kau sudah lama hidup di dalam diriku.

Segera rekomendasikan judul favoritmu kepadaku lagi.

Tuan Asing

Walau tidak sekaku sebelumnya, setidaknya wajah itu mampu membentuk lengkungan tipis di atasnya.

*

Kejadian itu sudah berpuluh tahun terjadi. Menjadi bagian dari rekam jejak atas apa yang ia sebut kenangan. Walau ia akui, ia terlambat untuk menyadari itu semua.

Kertas sewarna langit nan lusuh ia genggam. Membiarkan angin bermain dengannya. Hingga ternyata, anakan alam itu tega membawa kertas itu menjauh darinya.

Tak berkomentar, hanya pandang sendu pada kertas itu ia lakukan. Berharap kenangan bersama si Tuan Asing tak akan hilang.

Sekarang ia menyesali. Tetap membuat tawa itu menjadi asing selamanya.

*

Pancor, 01 November 2018

[Completed] (Now)vemberWhere stories live. Discover now