Day 5; Work Ethic

14 4 0
                                    

"Proposalmu salah!"

"Bagaimana bisa kau belum mengantar file-nya?!"

"Kau harus lembur kali ini!"

Sederet kalimat sejenis dilontarkan berselang kemudian. Membungkukkan badan berulang kali, kata maaf pun tak ubahnya air terjun yang mengucur deras.

Kembalinya lelaki brewokan itu ke asalnya, desau napas panjang menyambut. Tempurung kepala tergeletak begitu saja di atas meja. Tertutupi helai yang mengusut dikarenakan terlalu sering terjambak.

Matanya melirik sendu ke arah tumpukan kertas yang menggunung. Benar-benar dirinya menggantungkan diri pada keberadaan benda tipis itu. Belum lagi berjuta hal sejenis yang teracak di dalam gawainya.

"Hah..."

Sentakan napas nan panjang terulang ke sekian kalinya. Sekarang kepala itu tertumpu tangan yang meniang. Memberikan jarak pada tatapan dengan putihnya meja kerja.

Berpikir, andai dulu ia memutuskan untuk mengambil pekerjaan yang ia damba; guru TK. Tentunya sekarang ia sudah dikelilingi oleh berbagai rupa kecil nan menggemaskan yang meminta perhatian darinya.

Namun, nyatanya ia malah berbelok jalur. Mendaftarkan diri di sebuah perusahaan bonafit dan diterima sebagai karyawannya demi mengikuti tuntutan hidup.

Dan sekarang hidupnya menuntut kedamaian.

Seorang kawan menepuk bahunya. Sadarkan ia dari lamunan sesaat. Tawaran beristirahat di kantin terlayangkan. Ia melirik jam di samping komputer. Ah, rupanya memang sudah masuk jam makan siang.

Ia menurut, biarkan tubuh ditarik oleh kawan yang memiliki 180 derajat semangat berbeda dengan dirinya. Mungkin, hanya itu alasannya bertahan di neraka berkedok tempat mata pencaharian itu.

Sesampainya mereka di kantin, khas suasana jam makan siang menyeruak. Menimbulkan sesak tertahan karena kerumunan manusia. Sungguh, ia sekarang rada menyesal keluar dari bilik berukuran 1x1x1,5 meter itu.

Sepertinya doanya terkabulkan. Belum ia menjejakkan diri di lantai kantin, pria brewokan mendatanginya dengan setumpukan kertas yang dijinjing dengan mudah. Ah, sepertinya ia sudah meminta sesuatu yang salah.

Sekian kalinya, ia dibentak sedemikian rupa di depan banyak orang. Dikatakan tak becus dalam pekerjaan, ia hanya diam saja. Orang di depannya ini atasannya, setidaknya ia harus mengingatkan diri untuk menghormati pria yang kini menatapnya nyalang itu.

Pria itu begitu baik. Sungguh. Bahkan rela menyeret— maksudnya mengantarkan dirinya kembali ke bilik kecil di lantai dua.

"Kerjakan dengan benar, Bodoh! Apakah kau tidak pernah membaca tentang etos dan tata kerja di perusahaan ini?!"

'Anjing itu lagi-lagi menyalak dengan keras.' Batinnya berkata tanpa diminta. Sekali lagi, tubuhnya bergerak naik turun seiring permintaan maaf dilontarkan. Tak lupa janji manis menyelesaikan pekerjaan ia berikan.

Setelah dirinya sendiri, ia hanya menatap hampa pada apa yang ada di depannya. Helaan napas kembali terdengar. Teriringi jemari yang menarik kasar pegangan laci, mengeluarkan paksa botolan kaca kecil berisi puluhan pil sewarna kapas.

Dibantu air, tiga pil terteguk sekaligus. Sekarang, ia hanya perlu beristirahat guna melancarkan kerja obatnya itu.

*

Kejadian yang sama terus terulang nyaris 24/7 waktu dari hidupnya. Selalu ditekankan tentang pekerjaan, termasuk berbagai tetek bengek yang mengikuti.

Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk memberontak. Persetan dengan etos kerja yang selama ini ia junjung tinggi.

Bermodalkan tumpukan kertas berjilid tiga, malam itu ia menuju ruang sang direktur. Berkedok mengantarkan tugas, ia pun masuk ke sana.

Sekali lagi, ia bebalkan telinga dari raungan amarah yang disemburkan. Sebelum akhirnya ia mengeluarkan sesuatu dari kemejanya kala membungkukkan raga.

Pria brewokan itu terhenyak melihat moncong pistol yang menyapa wajahnya. Belum ia berteriak, ujung peluru sudah mencium isi dalam otaknya.

Tidak ada ekspresi. Hanya setipis senyum hambar ia berikan melihat tubuh tuannya terbanting mencium ujung sepatunya. Ia diam, lantas kembali meneguk kering pil yang ada di saku kemeja.

Terakhir yang ia lakukan sebelum tertidur adalah memberikan jantungnya bertemu dengan peluru yang tersisa.

.

Selong, 05 November 2018

[Completed] (Now)vemberWhere stories live. Discover now