3. Perizinan

253 73 101
                                    

"Kita tidak akan pernah tahu menau perihal sakit, kalau kita tidak pernah mencobanya sama sekali."
- Bryan Pratama Putra

◾◾◾

Semua yang berada di restoran malam itu tampak bahagia, kecuali Gisti ia tetap merenung di dalam sebuah keramaian.

"Gisti, jadi Bryan selama di kelas itu bagaimana?" tanya Bondan.

"Baik, Om. Cuman anaknya aja sok jual mahal sama cewek-cewek."

Ia menampilkan senyum manisnya kepada Bondan untuk meminimalisir keterpurukan hatinya.

Bondan langsung melihat ke arah Bryan.

"Nggak, kok Pah. Bryan nggak gitu kok, cewek-ceweknya aja yang kegatelan."

Mendengar Bryan mengatakan hal seperti itu sontak Gisti menatap tajam ke arahnya.

"Iya, nggak gue yang salah, Gis." Ucap Bryan.

"Kalian lucu banget deh. Jadi inget masa muda." Sahut Astuti.

Semuanya tertawa, mereka langsung bernostalgia mengenai masa lalu. Namun, raut wajah Bryan yang semula begitu cerah menjadi padam.

"Kenapa, Yan?" tanya Gisti yang mulai khawatir melihat raut wajahnya.

"H-m? Engga." Balasnya singkat.

Gisti memang tahu segala hal mengenai Bryan, namun itu tidak sepenuhnya. Masih banyak hal yang belum ia ketahui, salah satunya adalah ini.

Entah masa lalu seperti apa yang pernah ia lalui, Gisti hanya ingin Bryan hidup di masa yang sekarang dengan tenang tanpa mengingat masa lalunya.

Waktu semakin larut, Dea sudah merengek ingin pulang karena matanya sudah tidak tahan menahan kantuk.

"Bryan, kapan-kapan main ke rumah ya?"

Lia berjalan menghampiri, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.

"Nanti, Tante, buatkan bolu pisang dengan topping kacang almond kesukaan Gisti." Lanjutnya.

"Engga, boleh! Bolu itu spesial buatan Bunda hanya untuk Gisti. Bryan nggak boleh coba titik." Sahut Gisti.

"Loh, anak bunda kenapa sih? Tenang, nanti Bryan hanya dapat potongan kecil." Ucap Bunda.

Bryan menyikut lengan Gisti. "Mau apa lo? Sekarang gue yang diakui sebagai anak oleh Bunda."

"Ish!!" Gisti mencubit lengan Bryan hingga terlihat merah.

"Gisti!!! Sakit tahu!!! Gue aduin ke bunda loh."

"Bodo." Cibir Gisti.

Pertengkaran kecil mereka pun berhenti, karena harus pulang dengan menggunakan mobil yang berbeda.

Bryan menatap Gisti hingga ke dalam mobil, rasanya lelaki itu ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Gisti. Namun, sayang waktu belum mengizinkan mereka untuk bersama hari ini.

Di dalam mobil Gisti terasa hening, karena Dea sedang tidur dipangkuannya. Ia menatap setiap sudut kota yang mulai sepi, hanya ada lampu jalanan yang setia menemani sepinya malam ini.

Lain halnya di dalam mobil Bryan, yang nampak ramai dengan alunan musik jazz kesukaan Bondan dan Astuti.

"Jadi, gimana tadi sama, Gisti? Anaknya cantik kan? Gimana kamu suka? Udah ngobrol apa aja sama dia?" tanya Astuti tanpa henti.

Bondan yang mendengarnya terkekeh. "Sayang, tanyanya satu-satu dong. Anak kita kan masih gugup." Sahut Bondan.

Jika dilihat dari sisi Bryan ia akui bahwa Gisti memang memiliki wajah yang cantik, bahkan tanpa gadis itu sadari banyak lelaki yang seringkali menoleh ke arahnya. Parasnya yang begitu imut, dengan mata yang sedikit sipit namun meneduhkan, hidung mancung dengan bibir tipis, serta dilengkapi dengan alis tebal. Belum lagi suaranya yang lemah lembut, membuat orang yang mendengarkannya merasakan kedamaian.

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Where stories live. Discover now