25. Flashback (2)

62 10 4
                                    

13 Oktober 2018

Seperti cerita di sinetron saat ini, Bryan membuntuti kepergian Bondan hari ini. Ia pamit kepada ibunya untuk pergi futsal, tetapi bukan lapangan futsal yang menjadi tujuan utamanya. Apartemen dimana wanita itu tinggal yang menjadi tujuan Bryan saat ini.

Baju yang ia kenakan layaknya seperti orang yang akan pergi bermain futsal, celana pendek berwarna abu dengan logo tim sepakbola Liverpool dan kaus berwarna hitam yang dibelakangnya diberi nama Bryan dengan nomor punggung 07. Bryan sempat berpikir jika ia ketahuan oleh Bondan, ia dapat dengan mudah beralasan sedang mencari lapang futsal yang kosong pada hari sabtu. Bryan mengenakan motornya dan membuntuti Bondan dibelakang mobilnya.

Ia masih tidak habis pikir Bondan berlaku seperti itu, padahal dari dulu ia melihat ayahnya begitu sayang kepada Astuti. Namun, kenyataannya semua itu hanya demi menutupi kebohongan Bondan.

Mobil hitam yang dikendarai oleh Bondan memberi lampu sen ke arah kiri, bukan apartemen tempat pertama yang ia kunjungi melainkan toko roti yang cukup terkenal di Bandung. Bryan sengaja menjaga jarak dari mobil Bondan, karena ia tidak ingin Bondan menyadari keberadaannya itu.

Bryan jelas-jelas melihat ayahnya keluar membawa sekotak roti untuk dibawa bersamanya, sebenarnya ia sudah cukup kesal melihat Bondan berlaku seperti itu. Namun, ia harus menahan diri agar segera mengetahui apartemen wanita tersebut.

Ia terkejut karena melihat mobil Bondan berbelok ke arah perumahan elite di tengah kota. "Bukannya wanita itu tinggal di apartemen?" gumam Bryan.

Bondan memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah yang terbilang cukup besar, halamannya pun terlihat luas dan berwarna hijau. Namun, rumah tersebut tidak mempunyai garasi hanya ada lahan parkir di depan rumahnya, karena kanan dan kirinya digunakan untuk halaman yang diisi oleh bunga dan beberapa tanaman.

Seorang wanita keluar dan terlihat mengandeng tangan Bondan untuk masuk ke dalam. Bondan nampak memberikan sekotak roti yang sudah ia beli, seketika wanita itu langsung mengecup pipi Bondan.

"Dasar tidak tahu malu! Dia pikir tidak akan ada yang melihatnya apa?" geram Bryan.

Ayahnya masuk dengan tertawa bahagia bersama dengan wanita itu. Akhirnya Bryan tahu kini keluarganya diambang kehancuran dan ia tersadar bahwa dirinya dan Astuti tidak lagi menjadi salah satu kebahagiaan bagi Bondan.

Bryan segera pergi meninggalkan tempat persembunyiannya untuk melihat Bondan, hatinya benar-benar sakit melihat kejadian tersebut. Ia memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang letaknya cukup jauh dari keramaian. Bryan benar-benar kacau, ia hanya berhenti di sebuah saung dan diam menatap Kota Bandung dari tempat itu.

"Seandainya gue tahu lebih awal, mungkin mamah engga akan ngerasa sakit hati. Mungkin mamah engga akan terpuruk. Bego banget sih lo, Yan! Engga bisa jaga nyokap lo sendiri!" Bryan mengerutuki dirinya yang tidak bisa mengetahui permasalahan ini dari dulu, ia merasa tidak menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tuanya.

"Bryan!!!" seketika suara itu pecah di telinga Bryan, ia kenal betul siapa wanita yang berani memanggilnya sekeras itu.

"Lo, ngapain disini? Mau bunuh diri?" tanya Ashilla—sahabat masa kecilnya Bryan.

"Harusnya gue yang nanya sama lo. Lo, ngapain disini? Mau buat mesum?"

Ashilla langsung memukul pundak Bryan. "Gila, lo! Gue kesini sendiri, mau buat mesum sama siapa? Sama kambing?!" sahutnya.

Mereka berdua tertawa, lelucon seperti ini memang sudah biasa terlontar dari mulut mereka. "Are u okay?" tanya Ashilla.

Bryan yang masih setia melihat pemandangan mengangguk pelan. "Ada banyak hal yang perlu gue anggap baik-baik aja."

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Where stories live. Discover now