16. Pengkhianatan

149 20 7
                                    

Tiara yang masih diam di gedung fakultas karena sedang menunggu teman sekelompoknya untuk mengumpulkan tugas UAS.

"Nadia... Lo, mau kemana?" tanya Tiara saat melihat Nadia baru saja turun dari tangga.

"Gue ada urusan, Tir."

"Lo, jangan lupa kerjain tugas kelompok ya, gue tunggu malam ini. Soalnya besok pagi terakhir pengumpulannya."

Nadia mengangguk pertanda setuju. "Eh, Nad, tunggu. Bryan kan sekelompok sama kita tapi udah empat hari dia engga ada kabar, jadi gimana nih? Apa minta bantuan ke Gisti aja?" ucap Tiara ragu.

Nadia menatap malas. "Engga usah, gue mau ke rumah Bryan kok."

Ucapan Nadia sontak membuat Tiara terkejut. "Hah? Ngapain?"

"Gue mau ngasih tugas kelompok lah, apalagi? Lo, mau kan tugas kita selesai?" Ancam Nadia.

"Iya, tapi kita bisa minta tolong Gisti kan, Nad."

"Udah deh, kalau minta tolong sama Gisti nanti lama lagi. Yang terpenting tugas kita kelar," Nadia berjalan meninggalkan Tiara, "Gue duluan."

Melihat kepergian Nadia membuat Tiara semakin cemas. "Aduh gimana nih, gue harus bilang apa sama Gisti." Gumam Tiara.

*Ting*

Gisti
Tir, doain gue ya hari ini gue mau baikan sama Bryan.
Semoga dia luluh, gue udah bawain minuman kesukaan dia nih espresso.

"Aduh, mampus Gisti mau kesana lagi, gue harus apa," Tiara mulai panik.

"Ada apa, Tir?" ucap Vino yang baru saja keluar dari ruang dosen.

"Apa gue minta tolong Vino aja ya susulin Gisti?" Batin Tiara.

"Vin, lo bisa bantu gue engga?" Tiara mengepalkan kedua tangannya.

"Bantu apa?"

Tiara menceritakan semuanya kepada Vino dan ia mengangguk setuju untuk membantu Tiara.

"Lo, engga apa-apa kan, Vin?"

"Loh, emang kenapa?"

"Gue takut lo masih engga terima sama hubungan mereka."

Vino tertawa. "Kalau emang Gisti jodoh gue pasti engga akan kemana, Tir. Lagian juga gue sedih liat Gisti murung akhir-akhir ini, gue engga mau gara-gara ini dia tambah murung lagi."

"Kok lo baik banget sih, Vin? Lo, engga ngerencanain sesuatu sama Nadia kan?" tanya Tiara yang curiga pada Vino.

"Kalau pun gue ngerencanain ini sama Nadia, gue engga akan mau nolongin lo. Gue bakal menyaksikan perdebatan mereka."

"Iya, iya gue percaya sama lo. Thanks ya."

Akhirnya Vino bergegas pergi ke Cafe Cemara tempat pelarian Gisti. Vino mengendarai motornya dengan kecepatan 60 km/jam, terdengar gila memang dengan padatnya Kota Bandung ia nekat berkendara pada kecepatan diatas rata-rata.

Sesampainya disana, cafe itu terlihat begitu sepi. Vino berusaha masuk dan mencarinya. "Maaf, Mas. Saya mau tanya cewek yang biasa diem disini, hari ini engga kesini ya?" tanya Vino.

Arjo yang mendengar pertanyaan itu, menatapnya dengan bingung. "Cewe yang mana ya, Mas? Kan banyak."

"Ituloh, Mas, yang rambutnya hitam panjang, agak tinggi, putih dan cantik. Dia biasa pesan minuman cappucino latte disini. Mas engga inget?" tanya Vino lagi.

"Oh, Gisti? Baru aja dia pergi."

"Kemana, Mas?" Vino mulai terdengar panik.

"Ke rumah pacarnya, Mas Bryan."

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Where stories live. Discover now