29. Cinta Pertama

56 11 1
                                    

Gisti langsung menatap ke arah gadis itu dengan sangat teliti, ia sama sekali tidak mengenali siapa gadis yang berani menepuk pundak Bryan. "Bryan! Ngapain lo disini?"

"Lo, engga liat gue lagi makan? Emang lo pikir gue disini mau ngapain? Minta-minta?" sahut Bryan.

"Tumben banget jam segini lo keluar. Dulu waktu masih sama gue lo engga pernah mau jalan jam segini," ucap gadis tersebut.

Mata Gisti langsung membulat mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut gadis itu. "Waktu masih sama gue? Berarti dia mantan Bryan?" gumam Gisti.

Bryan menghela napas. "Kan lo tahu sendiri gue anaknya mageran."

Dengan cepat gadis itu memukul pundak Bryan. "Jahat banget lo jalan sama gue aja mager."

Melihat keakraban mereka, Gisti hanya dapat diam mematung sambil meminum segelas teh tawar hangat kesukaannya. Semakin lama ia terlihat seperti orang ketiga diantara Bryan dan gadis itu. Tidak lama kemudian Bryan dan gadis itu menyadari keberadaan Gisti, terlihat gadis itu memberikan sinyal kepada Bryan dan menanyakan siapa perempuan yang ada di hadapannya ini.

"Hai, nama gue Ashilla," gadis itu mengulurkan tangannya kehadapan Gisti, lalu tersenyum padanya.

"Gisti," sahut Gisti singkat, ia sama sekali tidak menyambut hangat uluran tangan Ashilla.

Ashilla yang melihat tingkah Gisti yang seperti itu seolah paham bahwa ada kecemburuan disana. "Gue sahabat semasa kecilnya Bryan. Lo bener-bener beruntung ya punya pacar kayak Bryan." Ucap Ashilla.

Ia sama sekali tidak mempedulikan Ashilla yang berbicara kepadanya. "Yan, nyokap lo sehat? Beberapa hari yang lalu gue denger kabar tentang bokap lo, itu bener?" tanya Ashilla.

"Sehat. Iya, itu bener kok. Bokap gue dibunuh."

"Lo, baik-baik aja kan, Yan?" Ashilla mulai mengelus pundak Bryan, membuat Gisti semakin geram melihatnya.

"Engga usah sambil ngelus juga kali," sindir Gisti.

"Eh, sorry. Kebiasaan lama gue sama Bryan muncul," ujar Ashilla.

Ternyata ada wanita lain yang lebih dekat dengan Bryan dibandingkan Gisti, baru saja ia merasa bahagia karena kencan yang begitu menyenangkan dengan Bryan. Namun, ada saja wanita lain yang menganggu mereka.

"Gue cabut duluan ya, Yan. Salam buat nyokap lo, kapan-kapan gue main ke rumah," Ashilla berpamitan kepada Bryan dan berlalu begitu saja.

Melihat raut wajah Gisti yang cemberut, seketika Bryan tertawa. "Kenapa lo ketawa?" melihat wajah seram Gisti, ia langsung menunduk merasa bersalah.

"Cie, cemburu. Lucu tahu." Usil Bryan.

"Kagak."

"Yakin? Masa iya cuman ngelus pundak doang cemburu."

"Terserah."

Bryan menggelengkan kepalanya. "Gini nih cewek kalau udah cemburu susah."

"Gue engga cemburu!" bentak Gisti.

"Iya, iya."

Gisti beranjak dari tempat duduknya, lalu membayar bakso yang ia pesan. "Ini, Mang," Gisti mengeluarkan uang 20.000.

"Satu, Neng?"

Gisti mengangguk. "Satu aja, Mang. Lagian saya datang kesini juga sendiri."

Lelaki yang masih duduk dengan tenang sambil meminum segelas teh tawar hangat, langsung tersedak mendengar ucapan Gisti. Penjual bakso tersebut langsung melihat ke arah Bryan. "Loh, bukannya, Neng, sama aa yang satu itu ya?" tunjuk penjual bakso tersebut.

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum