32. Berakhir

94 12 1
                                    

Malam ini Gisti sangat bahagia, berkat Bryan ia terus menerus merasakan kebahagian yang tidak pernah terduga. Karena hari sudah semakin malam Bryan memutuskan untuk tidak mampir ke rumah Gisti, ia pun mengiyakannya karena khawatir terjadi sesuatu jika ia pulang terlalu larut.

Ia melihat seorang wanita tengah duduk menunggunya di depan rumah, Gisti berusaha melihatnya dengan baik siapakah wanita yang sedang duduk disana. "Ashilla?"

Ashilla langsung mendongakkan kepalanya, lalu menatap ke arah Gisti. "Gis..," pandangannya terlihat sendu, seperti sesuatu baru saja terjadi padanya.

"Ada apa?" Gisti mulai khawatir melihat raut wajahnya.

"Gue tahu lo nggak akan mengabulkan permintaan gue dengan mudah," ujar Ashilla. Ia meraih tangan Gisti dan bertekuk lutut dihadapannya.

"—tapi, gue mohon sama lo pikirkan ini baik-baik."

Gisti semakin penasaran dengan ucapan Ashilla. "Lo, kenapa sih?"

"Maaf karena gue, sebagian kepercayaan Bryan ke lo hampir hilang. Dan gue mau minta tolong sama lo. Gue tahu rasanya setelah gue mengadu sama Bryan, seharusnya gue nggak minta tolong sama lo."

"Kepercayaan? Ngadu? Maksud lo apa?!" Gisti begitu gemas karena Ashilla tidak to the point.

"Gue lihat semuanya di hp Bagas, Gis," ucap Ashilla yang langsung menunduk malu dihadapan Gisti, "dan bodohnya lagi gue kasih setengah videonya ke Bryan."

Gisti yang mendengar hal itu sangat terkejut, ia hampir saja menampar Ashilla. Namun, ia tidak ingin dikuasai oleh emosi, ia harus tetap tenang. "Kenapa lo lakuin ini? Setelah bertahun-tahun lo sahabatan akhirnya lo suka sama Bryan, iya?!" tanya Gisti yang menyudutkan Ashilla.

Tanpa ragu Ashilla mengiyakan ucapan Gisti. "Gue nggak perlu berbohong lagi sama lo. Semua hal itu benar, gue merasa kehilangan saat Bryan memutuskan untuk tidak bersahabat dengan gue karena perasaannya. Justru gue yang jatuh cinta saat dia pergi."

Kini tangan kiri Gisti sudah mengepal dengan sempurna, ia berusaha menahan amarahnya. "Terus lo mau minta tolong apa?"

"Serius lo mau denger permintaan gue, Gis?"

"Tergantung apa permintaan lo," balas Gisti singkat.

"Nadia, Gis," mendengar nama itu ia mengeritkan dahinya.

"Ada apa sama Nadia?"

Ashilla mulai bangkit dari tempat semua, lalu menatap Gisti berharap agar permintaannya dikabulkan oleh Gisti. "Biarkan Nadia bersama Bryan untuk sementara waktu."

Mendengar hal itu dengan tegas Gisti menolak. "Kenapa gue harus melakukan itu? Kalau ini permintaan lo, gue nggak bisa. Bryan nggak akan jatuh ke hati manapun selain gue!" Gisti tidak lagi peduli ia dikatakan egois atau tidak, yang pasti ia tidak ingin Bryan mencintai wanita lain selain Gisti.

"Gue mohon sama lo, Gis. Untuk kali ini aja," Ashilla mengepalkan kedua tangannya, memohon kepada Gisti.

"Apa nggak ada cowok lain selain Bryan?! Kenapa harus menganggu hubungan orang lain, sedangkan dia—" belum sempat Gisti meneruskan ucapannya Ashilla sudah memotong.

"Lo, juga sebagai sahabatnya merusak semua ini kan, Gis?" ucapan Ashilla membuat Gisti terdiam, ia tidak bisa menyangkalnya karena sebenarnya ia masih merasa bersalah.

"Kalau lo nggak jatuh cinta sama Bryan mungkin semuanya nggak akan gini. Lo, musuh dalam selimut yang menjelma menjadi sahabat Nadia kan?! Nggak usah munafik gue tahu semuanya!" ujar Ashilla dengan nada tinggi.

"Lo, tahu apa? Lo, siapanya Nadia sampai merasa nggak terima kayak gini?"

"Gue sepupunya, puas lo?" jeda tiga detik, "hampir setiap malam dia selalu melukai dirinya sendiri."

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang