28. Sisi Lain Gisti

55 12 3
                                    

Rencana Bryan berjalan dengan sempurna, Gisti sangat menikmati pertandingan sepak bola hari ini. Pengalaman yang tidak akan pernah dilupakan oleh Gisti, pasalnya hanya ada satu lelaki yang membuatnya merasakan pengalaman berharga itu.

Gisti dengan bebas berteriak saat bola hampir saja masuk ke dalam gawang, ia pun belajar menyanyikan yel-yel dengan para penonton lainnya, hingga ia lupa bahwa sebelumnya Gisti pernah menghujat wanita yang menonton pertandingan sepak bola secara langsung.

"Gue tarik ucapan gue, Yan."

"—ternyata nonton pertandingan sepak bola engga seburuk apa yang gue kira ya. Seru banget!!!" ucap Gisti.

Secara tidak sengaja simpul manis di kedua bibir Bryan mengembang begitu saja, ia tidak pernah menyangka bahwa Gisti memiliki selera yang unik. Ia bisa dengan mudah terbiasa dengan ide konyol yang dibuat oleh Bryan.

Hingga pertandingan selesai, Gisti terus menerus mengoceh mengenai hasil akhir pertandingan sepak bola tersebut. "Pokoknya kalau lo nonton bola lagi, fix gue mau ikut!" seru Gisti.

"Lo, yakin engga nyesel diajak kencan kesini?"

"Loh, ngapain nyesel? Nyatanya gue have fun banget kok sama pertandingan tadi. Makasih ya, Sayang," Gisti memasang wajah imutnya di hadapan Bryan.

"Sayang? Sejak kapan lo berani manggil gue sayang?" ini pertama kalinya Bryan mendengar Gisti memanggilnya dengan kata 'sayang'.

Untungnya manusia bodo amat seperti Bryan berhasil mengontrol dirinya dari rasa bahagia, sungguh hatinya seketika ingin meledak mendengar hal tersebut. "Mulai hari ini gue panggil Sayang, mau?" tanya Gisti.

"Ngapain nanya sih? Iya jelas gue mau!!!" batin Bryan.

"Kesambet apa lo?" Bryan berpura-pura tidak menyukainya.

"Yaudah! Gue panggil sayang ke cowok lain baru tahu rasa!" ancam Gisti yang segera berjalan ke arah pertokoan di pinggir stadion.

Bryan menarik tangannya, hingga tubuh Gisti mendarat tepat di dadanya. "Iya, sayang. Mulai hari ini lo boleh manggil gue sayang kok," Bryan mengelus lembut rambut Gisti.

Kini gadis itu tersipu malu dihadapan Bryan. "Yan, diliatin orang malu."

"Loh, kenapa malu? Apa mau sekalian gue umumin lo pacar gue biar engga malu?"

Gisti memukul manja tangan Bryan. "Bryan! Engga lucu! Udah lepasin gue."

Bukannya melepaskan Gisti, ia justru semakin mengeratkan pelukannya. "Sebentar aja..," pinta Bryan.

Semua mata tertuju pada mereka, tetapi mereka sama sekali tidak menghiraukan orang-orang disekitarnya. Gisti merasakan hangat tubuh Bryan, ia merasakan pula detak jantung Bryan berdegup dengan cepat. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, Gis..,"

"Maksud kamu?"

"Aku hanya takut tidak dapat menikmati kenangan indah bersamamu lagi."

Gisti segera melepaskan pelukannya. "Yan, apapun yang terjadi entah esok ataupun lusa, kenangan indah bersamamu akan selalu menemaniku."

"—aku tidak akan membiarkan mereka berlalu begitu saja. Bagiku satu detik saja menatapmu, seolah dirimu akan selalu membawaku tenggelam di dalamnya."

"Kau percaya padaku, Gis?" tanya Bryan.

Gisti mengangguk pelan. "Jika aku tidak percaya padamu, mungkin aku tidak akan berada disini. Bersamamu."

"Maafkan aku meragukanmu. Aku hanya takut."

Kini Gisti melangkah ke hadapan Bryan, menyisakan jarak yang sangat dekat. "Aku akan membawamu pergi dari rasa takutmu itu, Yan. Percayakan padaku kau akan selalu menjadi pemenangnya." Ucap Gisti.

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant