4. Perdebatan

201 62 53
                                    

"Seringkali cinta terungkap tanpa terucap. Tetapi, meminimalisir kegagalan itulah sebuah ketidakmungkinan yang sering ku dambakan."
- Gistina Aufa

◾◾◾

Gisti terdiam mendengar kalimat yang baru saja lelaki itu katakan. Hatinya termenung memikirkannya, seolah badai telah menerpa Gisti di siang hari ini.

"Jawab, Gis ..."

Gadis itu masih tetap bungkam, menampakkan mata sendunya kepada Bryan.

"Biarkan aku mencintaimu, ku mohon, Gis..." Pinta Bryan.

Bryan mendekatkan wajahnya ke arah Gisti.

"Kalau kamu nggak mau jawab, kasih tahu aku hati siapa yang mesti aku jaga?" Desak Bryan.

Seperti ada ribuan batu yang menghantam pikiran Gisti saat ini, pertanyaan yang tidak ingin ia dengar akhirnya terlontar dari mulut Bryan.

"Gis, lo percaya kan sama gue? Gue nggak punya siapa-siapa untuk dijadikan seorang kekasih, sama sekali nggak ada manusia lain yang perlu gue jaga hatinya selain lo."

Gisti menangahkan kepalanya.

"Lo, nggak bisa mencintai gue seperti ini, Yan."

Raut wajah Bryan semakin menunjukkan kekesalannya. Matanya memerah karena menahan amarah.

"Tapi kenapa, Gis? Kenapa lo kayak gini? Padahal dulu lo nggak pernah bahas ini sama sekali."

"Gue mohon, Yan, tolong ngerti untuk sekali ini saja. Gue belum siap mengatakan semuanya."

Gisti memohon kepada Bryan agar ia mengerti keadaannya.

Bryan menghembuskan napas gusar, keadaan seketika menjadi hening. Tidak ada pembicaraan bahkan perdebatan diantara mereka berdua.

Lelaki itu menempelkan bahu lebarnya ke pohon pinus yang ada dibelakangnya saat ini.

Sejujurnya, Gisti ingin mengatakan bahwa ia mengizinkan Bryan untuk mencintainya. Tetapi lagi dan lagi pikiran itu selalu menghantui Gisti. Ia tidak bisa semudah itu mengiyakan apa yang Bryan katakan, ini sangat menyiksa bagi Gisti dan dapat dipastikan bahwa Bryan pun merasakan hal yang sama.

Sudah 10 menit berlalu, tidak ada yang memulai pembicaraan.

"Bryan?"

Tanpa mengubris panggilan Gisti, lelaki itu pergi meninggalkannya.

"Bryan?!!"

Semakin Gisti berteriak semakin langkahnya menjauh.

"Bryan, tunggu!!"

Dengan sekuat tenaga Gisti mengejarnya.

"Bryan!!!"

Tiba-tiba ia berhenti dan hampir saja Gisti menabraknya. Ia membalikan badannya ke hadapan Gisti.

"Bryan..."

"Lo, mau gue pergi kayak tadi?" Jeda tiga detik. "Lo, mau gue nggak mengubris panggilan lo seperti tadi?"

Bryan memegang pundak Gisti dengan erat.

"Jawab gue, Gis, lo pengen hal itu terjadi? Apa lo mau, kalau gue pergi dari hidup lo dan membatalkan perjodohan ini?"

Gisti masih setia dalam diamnya.

"Apa mencintai gue adalah sebuah kesalahan, Gis?"

Gisti hanya menggeleng membalas pertanyaan Bryan.

"Kalau memang lo cinta sama gue, setidaknya berusahalah untuk mengatakannya. Walaupun gue sendiri nggak mengerti, hati siapa yang harus gue jaga." Lanjut Bryan.

Tentang Kita ✔ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang