1. Aku, Langit, dan Bulan

18.4K 1.5K 208
                                    

Aku sulit bagaimana harus memulai cerita ini. Kalian ingin aku mulai dari mana? Bagaimana aku bisa jatuh cinta kepada orang yang kini di hadapanku tengah menghabiskan kulit fried chicken

"Woy, Mi! Bengong aja, lo!" 

Dia mencubit hidungku sampai wajahku tertarik ke depan. 

"Sakit, Langit!" Aku memekik. Mengusap-usap hidungku yang merah. 

"Lo bengong aja dari tadi, sih. Dengar nggak tadi gue ngomong apa?" tanyanya, nada bicaranya setengah bete. 

"Hah? Emang lo ngomong apaan?" Giliran aku yang bingung. 

"Nih, kulit ayam lo buat gue." Tangannya sudah cekatan melepas kulit ayamku dari dagingnya. Tersisa di atas piring daging putih khas unggas yang kulit beserta kriuknya berpindah ke mulut Langit. 

"Ambil, deh," jawabku tidak mood

"Kenapa sih, lo? Biasanya kalau kulit ayamnya gue comot, elo marah-marah." 

"Jadi, elo pengen gue marah-marah sekarang?"

"Nanti aja ngomelnya pas di motor. Sekarang gue pengen menikmati the real of heaven." Gaya Langit sudah seperti penyair kondang. "Emmmhh... ini enak banget, asli." Kali ini Langit seperti presenter kuliner yang kalau makan suka dilebih-lebihkan. 

Kulempar pandangan ke luar restoran cepat saji. Jalan raya dipadati kendaraan yang melintas dari arah saling berlawanan. Pukul setengah tujuh malam, waktunya orang pulang kerja. Aku tidak suka bermacet ria, bergumul dengan polusi asap kendaraan, apalagi disenandung klakson nyaring pengemudi tidak sabaran. 

Sebenarnya yang harus mengeluh sih orang yang di depanku ini, sebab dialah yang mengendarai motornya. Aku tinggal duduk manis di belakang, syukur-syukur bisa tidur di pundaknya. Tapi tetap saja, aku sangat tidak menyukai macet. 

Untuk menunggu jalanan sedikit melengang, aku mengajaknya ke sini. Dia juga belum makan. Lapar katanya. 

"Jangan sering makan kulit ayam, nanti kolestrol," ujarku mencomot asal topik pembicaraan. 

"Lah, kata siapa?" Satu alisnya terangkat. 

"Kata gue barusan." 

"Itu tuh sugesti, Ami. Kalau lo berpikir makan kulit ayam sehat ya tubuh lo bakal sehat-sehat aja."

"Kalau ternyata nanti lo beneran kolestrol gimana?"

"Tinggal minum obat dan olah raga. Life is simple when you live simplicity," ceramahnya. 

"Iya, Lang. Iya." 

Aku mengaduk Mocca Float yang tak lagi mengunggah selera. Hari ini melelahkan, semelelahkan menyayangi cowok di depanku ini, tapi tetap aja sayang. 

"Langit..." panggilku.

"Iya?" Langit masih saja asyik menikmati ayam gorengnya. 

"Setelah ayam goreng lo habis, lo pasti jatuh cinta sama gue," kataku mengikuti gaya salah satu tokoh novel yang terkenal. Sumpah, sih. Ini bukan gayaku banget sebenarnya.

"Baru aja tadi siang lo bilang jatuh cinta ama gue. Masa sekarang jatuh cinta lagi." Langit tertawa. "Lucu, lo!" 

Tuh, kan! Apa kubilang! 

Langit selalu saja menganggap aku bercanda. Padahal aku serius. Kalau aku nggak serius, ngapain aku sampai memutuskan urat malu untuk menyatakan perasaanku padanya seperti tadi. Huft

Mulutku terkatup rapat. Tidak mampu lagi membalasnya. Mau sekeras apapun kuyakinkan Langit, tetap saja cowok itu akan menganggapku bercanda. Ah, kupikir apa yang keluar dari mulutku tak pernah ada seriusnya. 

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now