12. Prome Night

5.4K 813 269
                                    

Siapa yang menyangka, kalau pertemuan mereka di bandara menjadi awal permainan yang merepotkan. Contohnya, pertemuan Bima dengan Langit siang ini. Tiba-tiba saja, malam hari setelah ia dan Army dari bandara, ada nomor tak dikenal mengirim pesan ke Whatsapp-nya.

0833xxxxxxx:
Besok ada waktu? Ada yang mau gue bicarakan. 

Bima:
Ada. Dimana? Kapan?

0833xxxxxxx:
Fasilkom aja, di loby. Abis zuhur.

Bima:
Bisa

Mungkin kalau profile Whatsapp Langit tidak memakai fotonya sendiri, Bima sangat enggan membalas pesan 'asal nyelonong' kayak gitu. 

Langit datang tak lama setelah ia duduk di kursi lobby. Hari ini gedung Fasilkom tidak terlalu ramai. Bahkan yang duduk di lobby hanya mereka berdua. Biasanya banyak mahasiswa yang duduk di situ, entah menunggu panggilan Wakil Dekan, atau mengurus administrasi. 

"Kenapa?" tanya Bima lebih dulu tepat ketika Langit menempelkan bokongnya. 

"Lo beneran jadian sama Army?" Langit langsung ke intinya.

"Lo nggak percaya?"

"Bukan gitu. Gue nggak pernah liat Army deket sama cowok selain Nanang." 

"Ya nggak semua yang terjadi di hidupnya harus lapor ke elo, kan?" 

Langit mengangguk. Wajahnya menjadi semakin masam. 

"Kalaupun dia cerita apa yang dia rasain, emang lo peduli?"

"Gue sangat peduli dengan dia. Walaupun gue nggak bisa membalas perasaannya. Kalau gue nggak peduli, gue nggak mungkin ngajak lo ngomong sekarang."  

Bima mendesis, "Terus apa yang lo mau dari gue, Langit Lazuardi?"  

"Gue tekenin satu hal sama lo. Sebagai sahabatnya Army, kalau lo sampai nyakitin dia, gue yang bakal bikin lo babak belur sampai mampus." Langit menatap Bima. Manik mata mereka beradu menciptakan sengatan listrik, sinyal peringatan. 

"Bim! Lo gue cariin dari tad--" Langkah kaki Army berhenti melihat pemandangan yang terpampang di depan matanya. Ia sedang keliling kampus mencari Bima, ternyata ada di sini bersama... O ow... Langit? 

Bima menepuk bahu Langit bersahabat, "Tenang aja. Gue akan jagain dia." Ia lekas bangkit menghampiri Army yang terbengong-bengong. 

"Kamu nyariin aku, ya? Maaf, ya. Hp aku low. Yuk, pergi."

Melihat tingkah Bima, ia tambah gelagapan. Begitu Bima mengedipkan sebelah matanya, ia baru mengerti, "O--Oh, iya. Ternyata ka--kamu di sini." 

"Kita duluan ya, Lang." Bima menggenggam tangan Army bersiap pergi.

"Duluan, Lang." Army sedikit menunduk, melirik Langit yang wajahnya kini tersenyum pasrah.

Setelah berjalan cukup jauh dari Fasilkom, tepatnya mereka berada di depan Gedung Pusat, Army berhenti. 

"Tadi Langit ngomong apa sama lo?" tanyanya. 

Langkah kaki Bima yang berada di depannya, ikut berhenti. Cowok yang memakai kaus putih berkerah itu berbalik, mengahadap Army. 

"Kepo," ledeknya lalu berjalan lagi. 

Army mempercepat langkahnya, mengejar Bima. Menghadang tubuh tinggi cowok itu dengan rentangan tangan yang kualahan. 

"Jawab dulu, atau lo nggak boleh lewat!" sergah Army bersikukuh.

"Lo tuh rese banget, ya." 

"Ya kan elo juga. Makanya kasih tahu!" 

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now