21. Menghindar

6.4K 962 336
                                    

====================

Jangan minta jatuh cinta

Luka lama kujuga belum reda

Beri dulu aku waktu 

Untuk sembuh sendirinya

====================

KYAA!!!

Bima mau nyium gue?! Demi apapun ini pasti mimpi! 

Sialnya, berkali-kali gue kedap-kedip... semua nggak berubah! Ah, malang banget nasib gue. Hampir dicium aja, badan gue malah demam nggak turun-turun. 

Malam itu, ketika kami nyaris berciuman, gue langsung lari ke kamar mandi. Lebih tepatnya melarikan diri. 

Gila.

Rasanya mau pingsan! Gue pengin teriak tapi di rumah orang. Jantung gue beneran copot, otak gue mendadak nggak berfungsi(oke, itu dari dulu, sih), dan perut gue mulas banget. 

Suasananya mendukung banget, kan? Hujan disertai angin, mengirim hawa dingin yang menusuk, di dalam kamar yang hanya ada kami berdua, timbul rasa untuk saling menciptakan kehangatan. 

Belum lagi, memandangi wajah Bima dari dekat itu... kayak... kayak apa, ya? Kalau kata Taylor Swift : He's so tall, he handsome as hell, he's so bad, but he does it so well. 

Oke, gue merasa lebay banget. Tapi...

Bukan masalah ciumannya. Ada sesuatu yang menahan tubuh gue untuk tetap mempertahankan kerasionalan otak yang menyatakan semua terlalu cepat. Hati gue belum siap jatuh lagi. Gue takut membangun harapan kalau pada akhirnya hancur berantakan. 

Gue... butuh waktu. 

"Hidup lo kenapa, sih? Waktu itu nggak bisa jalan, nggak lama bonyok, terus sekarang demam, besok kenapa lagi, nih?" Koko menggerutu sambil menempelkan termometer di ketiak gue. 

"Kalau nggak ikhlas nggak usah, deh. Keluar, sana. Bikin makin bete." Gue menutup wajah dengan bantal. 

"Kenapa bisa demam?" Koko melepas termometer, membaca suhu tubuh gue yang tertera di sana. Tiga puluh delapan derajat. 

Kepala gue yang terasa pusing berusaha mencari jawaban paling pas. Nggak mungkin, kan, gue bilang demam gara-gara hampir ciuman? Bisa diketawain semalaman ama adik gue yang sok keren ini. 

"Kehujanan," jawab gue beberapa lama kemudian. Gue nggak bohong, dong. Kan, emang gue kehujanan pas ke rumah Bima. 

Adik gue yang rambutnya mulai gondrong itu mengangguk sekilas lalu keluar kamar tanpa sepatah kata. Eh, baru sedetik, pintu gue dibuka lagi. 

"Ada Bima di luar," katanya. 

"Hah?! Serius?! Bilang gue nggak ada!" seru gue, cepat-cepat mengumpat di bawah selimut. 

"Bohong, deng. Pede banget," sambungnya meledek 

"HEH!!!" teriak gue lebih kencang, melempar bantal ke arahnya tapi pintu udah keburu ditutup dari luar. "Kurang ajar!!"

*****

Hari ini demam gue berangsur turun. Namun sayangnya, kepala masih pusing dan mulut gue rasanya pahit, belum lagi keringat dingin nggak berhenti keluar dari semalam. 

"Kamu jangan kuliah dulu hari ini," imbau Ayah sebelum bekerja. Gue mengangguk patuh. Jatah bolos gue pasti udah abis, nih. 

Ponsel berdering, satu panggilan masuk dari Bima. Refleks gue lempar ponsel ke sofa. Gue nggak mau angkat. 

ARMY (Completed)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt