15. Rumpang

5.6K 947 214
                                    

===============EEETTTTT UDAH TEKAN TOMBOL BINTANG UNTUK VOTE BELUM?? TEKAN DULU BARU LANJUT BACA YA :D HAPPY READING===============

"Yang kemarin itu siapa, Kak? Ayo, kasih tahu dong!" Suara melengking nan rusuh disusul kasur yang turun, tubuh gue yang digoyang-goyang, selimut gue yang ditarik-tarik, mengganggu jam tidur gue di sabtu pagi yang cerah ini. 

"Bawel, ah! Pergi sana! Pergi!" Kaki gue memberontak, tangan gue menarik selimut lagi. 

"Siapa yang kemarin?" Tambah lagi suara berat menyambar entah dari mana. 

Sumpah, ya. Kalau ada hal terusuh di dunia ini, nggak lain nggak bukan adalah adik gue sendiri. Koko dan Alka. Kalau dua orang ini mengintervensi kamar gue, kelar sudah ketenangan gue untuk kembali tidur lagi. 

"Tukang ojek," jawab gue dengan mata yang baru kebuka setengah. Hendak memejamkan mata lagi, selimut gue justru ditarik seluruhnya oleh Koko. Gue menjerit sebal, "Lo bisa nggak sih, nggak ganggu hidup gue sehariiiiiii aja?!" 

"Enggak." Adik gue menggeleng bersamaan, lalu nyengir. 

"Bunda! Ayah! Kakak digangguin Koko Alka, nih!" teriak gue yang nggak disahutin. Huft.

Alka sudah duduk di samping gue, sementara Koko duduk di sisi kasur menghadap gue. Siap mendengar pengakuan tentang siapa cowok yang kemarin malam nganterin gue pulang, membantu gue berjalan dari pagar sampai depan pintu rumah, lalu menolak ajakan nyokap untuk minum dulu sebentar dengan alasan sudah malam untuk kedua kalinya.

Badan gue bangun dengan sisa tenaga yang sangat sedikit. "Apa mau kalian?" 

Kalau aja umur kami lima tahun lebih muda dari sekarang, dua curut ini udah gue pentung pakai palu mainan biar diem dan nggak gangguin gue. Sayangnya, gue selalu diajarin nyokap untuk mengalah, sebab gue anak sulung. Ya, selalu aja yang paling tua yang ngalah. 

"Siapa cowok yang nganterin lo kemarin?" Koko mengulang pertanyaan. 

"Temen gue. Kakak tingkat di kampus." 

"Iya, kah? Beneran cuma sekadar kakak tingkat? Nggak lebih?" tanya Alka yang matanya membulat seperti kucing. 

"Kepo. Lo masih kecil, nggak akan mengerti masalah kayak gini," sergah gue. Dia cemberut. 

Kalau ada  persamaan antara gue dan Koko, salah satunya sama-sama memperlakukan si bungsu sebagai anak kecil yang harus selalu dilindungi. Walau Alka hanya berbeda tiga tahun dari gue dan dua tahun kurang dari Koko, bagi kami, dia tetaplah bocah ingusan. 

"Tapi tatapan dia ke Kakak beda gitu."

Aduh, gue nggak tahu deh gimana cara Bima menatap gue karena gue nggak pandai baca gerak-gerik orang. Yang gue tahu, setelah gue mengembalikan handphone-nya, selesai membaca lirik yang ada di layar, Bima memalingkan wajah dari gue. Gue bersikap biasa aja, gue nggak berpikir kemana-mana, karena gue tahu dia ini orangnya demen banget bercanda. 

"Langit gimana?" Koko menatap gue datar. Dua kata banyak makna.

Bahu gue mengedik. "Dia... Udah ama Bulan..."

Ya ampun, gue pikir mengingat kejadian malam itu nggak akan memberi efek apapun di hati gue, ternyata masih ada nye-nyeri sedikit.  

Gue nggak terkejut, tapi kecewa. Entah kecewa sama mereka, atau kecewa sama kebodohan gue sendiri.

"Terus yang kemarin namanya siapa?" Alka bertanya lagi. Duh, ribetnya punya adik yang serba pengin tahu begini.   

"Kalau gue jawab pertanyaan lo, kalian berdua harus pergi dari kamar gue. Janji?" Gue memberi antisipasi sebelum mereka makin semena-mena. 

ARMY (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang