Special Ending 2 (My Picture)

8K 1.2K 662
                                    

Sabtu pagi kota Wonosobo menawarkan aura yang berbeda dibanding udara kota-kota lain. Pukul tiga dini hari jalanan mulai ramai oleh para pelancong yang ingin mendapatkan sunrise di Puncak Sekunir. Pukul empat dan lima, pasar-pasar tradisional dipadati para pedangang dan pembeli. 

Gue berjalan keluar kamar, lobby hotel, menuangkan wedang dan menyantap ubi rebus yang disediakan pihak penginapan. Setelah itu, gue jalan-jalan sebentar bersama Valerie dan Nila ke pasar yang terletak tidak jauh dari sini. Meeting akan dilakukan pukul delapan nanti. Lumayan, ada waktu senggang untuk menikmati suasana menyejukkan desa ini.

"Lo kemarin siang ngapain aja sama mas gondrong?" Valerie menyikut lengan gue.

"Makan doang," jawab gue sedikit menggigil. Padahal kedua tangan gue masuk ke dalam saku jaket Bima yang lumayan tebal.

"Makan apa makan?" ledeknya lagi. 

"Kayaknya kalian cukup akrab?" sambar Nila. 

"Kita satu program studi. Dia kakak tingkat gue." 

"Wooaa!!" Nila dan Valerie menyambut girang. 

"Army seleranya sama yang lebih tua ternyata." Si anak satu ini... ampun, deh. Gencar banget kalau ngomongin makhluk jantan. "Berarti saingan gue untuk mendapatkan Pak Rajen makin berkurang, yes!" 

Gue dan Nila kompak menjitak kepala Valerie. "Lagian sejak kapan gue pengin sama Pak Rajen!" tukas gue gemas. 

"Heh! Pak Rajen udah punya buntut, istrinya cakep. Sadar lo, ah!" Nila ikut kesal. 

Valerie manyun. "Jadi istri kedua nggak apa-apa." 

"VALERIE!!" Teriak gue dan Nila di kedua sisi telinganya. 

*******

Sesuai jadwal, pukul delapan pagi, ketika langit terlihat cerah menerangi hamparan sawah dan lereng, kami tiba di kantor Pak Rajen. Pria bertubuh tinggi besar itu menyempatkan diri menyambut kami sebentar. 

"Kalian silakan meeting dipimpin Bima dan Nila. Saya harus segera ke stasiun." 

"Yahh..." keluh Valerie. Suaranya terdengar oleh semua yang hadir. 

Gue segera menutup mulut gadis itu cepat-cepat. "Maaf, Pak," kata gue nggak enak hati. 

Pak Rajen tersenyum simpul, mengangguk. "Baik, semuanya. Terima kasih. Silakan Bima atau Nila yang lebih dulu." 

Bima, yang hari ini memakai kaus putih dilapisi kemeja kotak-kotak biru berlengan panjang yang ia gulung sesiku, berdiri di hadapan kami semua. 

Dia terlihat sangat... ahh, gue nggak bisa mendeskripsikan bagaimana kerennya dia hari ini. Gue menggeleng cepat, mencoba fokus terhadap penjelasan di depan.

Gue mencatat beberapa poin penting yang dipaparkan oleh Bima dan Nila. Valerie hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya entah paham atau tidak. Gue mungkin bisa menjadi karyawan paling banyak protes di kantor, tapi kalau karyawan tercentil dan lemot, gue yakin Valerie yang menang.  

"My." Valerie berbisik.

Gue yang sibuk mencatat kesimpulan presentasi, mendekatkan telinga ke arahnya. 

"Mas gondrong ngelihatin lo," katanya membuat bulu kuduk gue merinding.

Mata gue perlahan melirik ke arahnya yang duduk di dekat whiteboard. Begitu tatapan kami saling bertubrukan, dia mengalihkan pandangannya dengan santai. Lagi-lagi jantung gue berdegup cepat. Gue menunduk, menyembunyikan pipi yang panas dan pasti warnya kemerahan. 

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now