Special Ending 1 (We Meet)

7.4K 1.1K 402
                                    

Lekukan jemari yang panjang dan liat. Genggaman yang hangat. Sensasi sentuhannya masih gue rasakan seperti kali pertama kami berkenalan. Dia tampak lebih gagah, apalagi dengan rambut yang dikuncir dan bulu-bulu halus di sekitar dagunya. Matanya yang hitam, tak berubah, meneggelamkan. 

Kami saling tersenyum sebelum akhirnya dia beralih menyalami yang lain. Diskusi kecil di gazebo bersama seluruh tim tidak lagi gue simak dengan baik. Jantung ini berdentum keras, kepala gue pening, darah gue berdesir naik-turun seperti naik roller-coaster

"Army, are you okay?" Nila, yang berada di samping gue, menepuk paha gue pelan. 

Gue mengangguk, menahan segala reaksi di tubuh yang semakin menggila. Sekilas, gue menangkap Bima menatap gue dengan tatapan yang... lagi-lagi tidak bisa gue jelaskan. Bola mata ini, sialnya, nggak berhenti meliriknya. Memperhatikan setiap gerak-geriknya, caranya tertawa, berbicara, atau pun bernapas. 

Ini gila

"Sorry... Gu--Gue... ke toilet dulu," pamit gue ke semua yang ada di situ. 

Dengan terburu-buru, tanpa bertanya di mana toiletnya, gue masuk ke dalam kantor. Mencari-cari toilet yang akhirnya gue temukan setelah bertanya ke salah seorang pegawai. 

Gue membasuh wajah dengan air kran yang mengalir, dingin. Gue menatap pantulan diri di cermin. Titik-titik air menetes dari dagu dan pipi. Gue berusaha mengatur napas, memberi sugesti ke dalam alam bawah sadar kalau gue harus bersikap biasa saja. 

Setelah menggerak-gerakkan badan, sedikit pemanasan, gue pun keluar. Para anggota tim telah beranjak dari gazebo begitu gue menuju ke sana. 

"Udah?" tanya gue saat berpapasan dengan Nila. 

"Iya, kita harus balik ke hotel. Besok ke sini lagi," jawabnya. 

Gue melihat Bima tidak pergi dari sana. Sendirian, memunggungi gue, menatap Puncak Sekunir yang ditutupi awan. 

Oke, saat yang tepat untuk memutuskan urat malu. 

Gue melangkah getir menghampirinya setelah menyuruh Nila dan Valerie pergi lebih dulu. 

"Bim..." Suara gue mencicit begitu sampai di dekatnya. 

Bima menengok. "Hm?" 

Gue menggulung-gulung ujung kaus yang gue kenakan, "Gu--Gue..." Lidah gue seketika kaku. Mampus, deh. Harusnya tadi gue merangkai kata-kata atau basa-basi dulu sebelum berhadapan dengan Bima. 

Krucuk krucuk krucuk...

Sial! Perut gue malah berkoar di waktu yang nggak tepat! Sumpah, gue malu banget!

Bima sedikit tersenyum, "Sudah makan siang?" 

Gue menggeleng cepat. 

"Mau makan sekarang?"

Gue mengangguk. 

"Yuk." Dia bangkit dari duduknya, turun dari pendopo, memakai sepatu. 

Kami berjalan bersisian. Aroma maskulin bercampur pewangi pakaian kembali mengingatkan gue pada kenangan yang sudah terkubur dan sekarang kembali subur. 

Teman-teman dari perusahaan gue keluar ruang rapat membawa tas, bersiap pergi. 

"Ayok, My. Kita balik ke penginapan dulu." Nila mengencangkan tali ranselnya. 

"Gu--Gue... Mau makan dulu..." jawab gue dengan hawa panas yang berkumpul di sekitar wajah. 

"Nanti Army biar saya antar. Kalian duluan saja. Kami mau reunian dulu." Bima angkat suara. 

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now