23. Perjanjian yang Sebenarnya

5.4K 886 227
                                    

= Kembali ke waktu saat Army meminta Bima ikut serta dalam rencananya =

Bima membaca tugas variabel x yang telah dibuat Army. 

Jobdesc X:
-Menjadi pendamping y saat berhadapan dengan z
-Berpura-pura menjadi pacar y di depan umum
-Mengikuti alur permainan y untuk membuat z cemburu
-Ikut membuat z menyesal

Dia tertawa dalam hati. Apa-apaan gadis di depannya ini. Berani sekali menawarkan sebuah rencana untuk menjadikannya boneka. 

Membuat z menyesal? Tch! Sefrustasi itu kah dia yang tidak terbalas cintanya sampai harus berbuat sebegininya? Bima berpikir lagi, ia tak ingin dimanfaatkan, ia juga harus memanfaatkan.

"Gue mau revisi di beberapa bagian."

"Revisi?! Lo kira ini skripsi?!" Army sewot.

"Gue mau tambahin beberapa poin dalam perjanjian ini. Biar kita simbiosis mutualisme. Itupun kalau lo mau, kalau enggak silakan cari yang lain." Bima pura-pura cuek. 

"Apa yang lo mau?" kata gadis itu pada akhirnya. 

"Gue nggak melihat kapan peran gue sebagai variabel x berakhir. Cuma ada keterangan sampai Langit menyesal. Menyesalnya berapa lama? Kalau ternyata ampe tahun depan Langit nggak menyesal, gue tetap jadi pacar bohongan lo gitu?" 

Army diam, membenarkan dalam hati ada cacat pada rencananya. 

"Gimana kalau selama dua bulan aja? Jadi, misalkan Langit menyesal dalam waktu kurang dari dua bulan, ya nggak ada masalah. Peran gue cepat berakhir. Lo menang. Tapi kalau ternyata rencana lo gagal, lo tetap harus pura-pura jadi pacar gue sampai waktu perjanjian kita habis."

Army terkejut, dia tampak kesulitan. "Du--dua bulan?" 

"Ya, dua bulan. Nggak terlalu lama, nggak terlalu cepat. Toh, kalaupun sampai dua bulan Langit nggak menyesal juga... Lo tahu jawabannya. Peran gue berakhir. Lo kalah." Bima menyeringai di kalimat terakhir. "Lo pikir lo doang yang boleh mengambil keuntungan di sini? Hmm?" 

Army melipat bibirnya. 

"Kalau lo mau menjadikan gue sebagai variabel x, lo juga harus berguna buat gue. Cukup bersikap layaknya pacar gue. Satu visi kan kita?"

Army berpikir keras.

"Gimana? Gue bisa menjadi apa yang lo butuhkan. Lo bisa menguntungkan gue sampai waktu yang kita sepakati."

"Boleh." Army mengangguk. Bima bersorak dalam hati. 

"Tapi, gue mau tekankan satu hal sama lo." Bima mendekatkan wajahnya secara mendadak, membuat Army bergeming, kehilangan tenaga. 

"Rencana ini sangat berisiko. Kita bisa sama-sama menang, atau sama-sama kalah." Bima menatap Army lekat-lekat. "Kita bisa hancur. Atau salah satu kita yang akan hancur. Entah hanya lo, atau hanya gue, atau kita berdua. Sebelum itu terjadi, jangan libatkan perasaan apa-apa selama kita menjalani ini. Karena kalau ada perasaan, pasti akan ada yang sakit." Intonasi Bima lugas dan sangat jelas di telinga Army

"Oke. Lo sebagai variabel x dan gue sebagai variabel y. Itu saja." 

"Satu lagi."

"Apa?"

"Gue punya seseorang yang harus gue prioritasin." 

"Pacar lo?" Army setengah kaget. 

"Bukan. Bukan pacar gue. Cuma seorang cewek yang permintaannya tolongnya nggak bisa gue tolak." Bima menjilat bibirnya. "Gue terikat janji sama dia," sambungnya. 

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now