35. Yang Memilih Pergi

5.4K 1K 286
                                    

=======================

Nggak apa-apa nggak 500 vote :D

Ini buat kalian yang udah vote dan bantu share. Hepiriding ~~

=======================

Hujan menjadi penanda yang mewakili ada duka yang menyesaki rumah itu. Rumah sekaligus kedai yang orang-orang tahu di sana ada hidangan lezat menghiasi etalase, kini penuh dengan kursi-kursi plastik yang diduduki para tamu. 

Tidak ada asap yang mengepul dari jendelanya, tidak ada makanan bersusun di atas piring, tidak ada antrean orang yang menunggu pesanannya telah dibungkus. Yang ada hanyalah samar tangis beberapa orang dan suara orang-orang mengaji. 

Army yang baru datang lekas mengambil buku kecil yang disediakan, membacakan doa kepada jasad seorang wanita yang terbujur kaku di depannya. Yura duduk dengan mata kosong nan sembap, hidungnya merah, pandangannya kosong. 

Jenazah Ibu akan dimakamkan begitu hujan reda. Army tidak melihat sosok Bima di sini. Begitu selesai membacakan doa, Army menghampiri Yura. 

"Kak..." Army duduk di samping Yura. 

"Makasih udah datang," ujar Yura menunduk, suaranya serak. Dia menggulung-gulung tisu yang sudah kumal di tangannya. 

Tangan Army terulur memeluk Yura. Tidak ada yang bisa Army katakan untuk Yura. Dan tidak ada yang bisa Army lakukan untuk meringankan kesedihan yang membebani pundaknya. Namun, jika dengan pelukan Yura merasa tak sendirian, Army akan berikan. 

Yura kembali menangis di pelukan Army, membuat Army tak kuasa membendung air matanya. Keduanya sama-sama terisak. 

"Ma--afin ak--ku, Kak." Dada Army ditarik-tarik tangisnya sendiri. 

Tidak ada yang paling berkabung dibanding seorang anak yang ditinggal orang tuanya. Dan Army merasa bersalah atas apa yang menimpa kakak beradik itu. Namun, tidak ada mesin waktu yang bisa melemparnya ke masa lalu. 

Yura meredakan tangisnya, menegakkan tubuh, mengendalikan diri. "Bukan salahmu. Yang namanya kematian, nggak ada yang tahu." 

Army menunduk, menutupi wajahnya dengan dua telapak tangan yang semakin basah. Di antara kehilangan yang paling menyakitkan selama ia hidup, kehilangan Ibu adalah yang paling memukul perasaannya. Memang bukan ibunya, tidak ada ikatan saudara dengannya pula . Namun, bukankah tidak perlu ada ikatan untuk bisa merasa saling memiliki dan menyayangi? 

Army sayang Ibu

Satu kata yang sangat ingin ia berikan kepada Ibu. Namun, ia terlalu sungkan melakukan hal-hal semacam itu. Sekarang ia menyesal. 

"Aku... siapin minuman untuk para tamu, ya, Kak?" Dari tadi Army tidak melihat ada sajian kecil-kecilan untuk para tetangga yang membantu mengurusi jenazah Ibu. Ah, siapa yang sempat mengurusi hal seperti itu. Yang tersisa tinggal Yura dan Bima. Keduanya tidak akan terpikir sampai sana, mengurusi duka di dadanya saja belum tentu mampu.

"Itu ada sekardus air mineral di belakang. Buka aja." 

Army mengangguk, menghapus air matanya lebih dulu sebelum ke tempat yang ditunjuk Yura. Ada sebuah ruang cukup besar untuk menyimpan berbagai bahan makanan yang letaknya di samping dapur. Tidak akan terlihat dari luar, harus terlebih dulu masuk dapur. Di sanalah langkah Army tertuju. 

Begitu sampai di ambang pintu ruang penyimpanan, dia melihat seorang lelaki terduduk di antara tumpulakn kardus. Lelaki itu berkemeja hitam, memunggunginya. 

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now