3. Kepergian Bulan

9.1K 1.1K 104
                                    

Aku mencoba bersikap biasa saja pada keduanya. Jangan tanya bagaimana rasanya setiap kali bertemu salah satu dari mereka. Sebab, kami tak pernah lagi berkumpul. Jujur saja aku bersyukur karena hal itu. Apa jadinya kalau kami masih sering bermain bertiga? Bisa-bisa aku hanya jadi debu yang yang dibasuh pakai lap basah hilang begitu saja. Tak berharga. 

Namun, satu sisi aku benar-benar merasa kehilangan. Kehilangan waktu bersenang-senang bersama mereka. Kehilangan teman bermain voli karena Langit semakin susah dihubungi. Kehilangan teman jalan-jalan karena Bulan menghilang begitu saja. 

"Langit, lo kenapa sih susah banget angkat telepon gue?" rutukku spontan begitu Langit menjawab panggilan teleponku. 

"Ingin menikmati liburan tenang setelah UN. Gue lagi di Jogja, Mi," jawab Langit dengan suara yang terputus-putus. 

"Oalah, kok gak bilang-bilang? Egois banget liburan sendiri." 

Langit tertawa. "Gue bareng-bareng kok sama tim futsal." 

"Dari kapan?" 

"Dua hari yang lalu." 

"Sampai kapan?"

"Harusnya sampai tiga hari ke depan. Tapi..." Langit menggantungkan kalimatnya. Lima detik kutunggu, dia diam saja. 

"Tapi apa?" 

"Udah baca chat Whatsapp dari Bulan? Coba baca." 

"Iya, nanti gue baca."

"Oke."

"Have fun, Lang."

"Thanks, Mi." 

"Bye."

"Bye."

Setelah menutup telepon, aku membaca pesan dari Bulan. Pesannya masuk dari setengah jam yang lalu, tapi ketiban chat-chat sampah dari grup kelas. 

Bulan : 
Hai, Mi. Bisa ketemu nggak sore ini? Gue mau bicara sama lo dan Langit. Jam 5 sore ya, di cafe Bandara. See, ya!

"Hah?" gumamku kaget. 

Sekarang pukul sebelas pagi, artinya masih ada sekitar enam jam lagi kita bertiga bertemu setelah kurang lebih dua minggu. Aku mengerti maksud Langit, dia pasti segera memesan tiket pulang demi bisa bertemu Bulan. 

Kukirim pesan ke Langit. 

Army:
Lang, pulang naik apa?

Langit:
Pesawat, Mi. Keberangkatan jam satu. Gue langsung tunggu di sana.

Army
Oh gitu, yaudah

Langit:
Lo harus datang

Army:
Datang nggak yah? Nggak ah, ntar gue ganggu. 

Langit:
 Apaan sih lo. Udah deh gue mau siap2 ke bandara

Aku mengempaskan diri ke kasur, menatap langit-langit kamar yang dipenuhi hiasan luar angkasa. Tinggal menunggu waktu, rotasi semesta antara aku, Langit, dan Bulan harus berhenti. 

*********

Tiba di bandara tepat pukul  lima sore, aku segera mencari letak cafe yang dimaksudkan Bulan. Setelah bertanya ke petugas dan mengikuti arahannya, aku menemukan Bulan dan Langit tengah duduk saling berhadapan. 

Kakiku berat hendak masuk ke dalam. Memangnya kram dan kesemutan bisa menjalar begitu saja ya hanya karena melihat orang yang kau sayang tengah berdua dengan gadis yang dia sayang?

Beberapa kali menepuk pipi, menegarkan hati, dan meyakinkan diri. Aku melangkah pasti ke mereka berdua. 

"Sorry, guys, gue telat." Datang-datang aku yang bergaya sok ceria malah membuat Langit dan Bulan terdiam kaku.

ARMY (Completed)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن