Special Ending 3 (Fated)

7.8K 1.2K 476
                                    

"Itu muka ditekuk mulu." Valerie dan Nila masuk ke dalam kamar penginapan kami. Pakaiannya telah berganti jadi baju tidur. 

Valerie bergabung ke atas kasur, duduk di samping gue. Nila kembali berkutat dengan MacBook-nya mengumpulkan referensi tampilan aplikasi yang akan kami buat. 

"Nggak rela banget besok pulang," gumam Valerie yang kini merebahkan dirinya. 

Kali ini gue dan Valerie sependapat. Gue belum rela kalau harus pulang besok. Ya ampun, masa perkembangan hubungan gue sama Bima gini-gini aja. Iya sih, kami bisa saja LDR-an. Eits, LDR? Bagaimana mau LDR, setelah dia memeluk gue tadi siang, dia nggak bilang apa-apa lagi. Cuma mengusap bahu gue, terus pergi ke dapur mengambalikan piring dan gelas. Huft

Ponsel gue bergetar. Satu pesan masuk dari Bima. Mata gue mendelik senang, tetapi langsung meredup membaca isi pesannya. 

Bima:
Besok gue nggak bisa antar lo pulang. Tiba2 demam. Sorry. Salam ke tim 

Army:
Lo sakit apa? Udah ke dokter belum?

Bima:
Nggak perlu. Cuma butuh istirahat seharian aja. Makanya besok nggak bisa kemana-mana.

Malam itu, tidur gue nggak nyenyak sama sekali. 

******

Jadwal keberangkatan kereta pukul dua siang. Dari penginapan, kami diantar menggunakan mobil kantor Pak Rajen yang telah tiba sejak pukul sepuluh pagi. Ali yang bertugas mengemudi. 

"Kalau mau belanja oleh-oleh dulu, mending berangkat sekarang biar nggak dikejar-kejar waktu," kata Ali mengingatkan kami yang sedang packing barang. Tidak banyak yang dibawa, hanya ransel yang sekarang berisi baju kotor. Benda paling penting, yaitu laptop, sudah lebih dulu masuk tas. 

"Li..." Gue menghampiri Ali yang tengah merokok di teras hotel. 

"Oit, kenapa, My?" Ali menyingkirkan asap rokoknya menjauh dari gue. 

"Bima sakit, ya?" 

Ali mengangguk, "Badannya nggak bisa bergerak dari kasur. Dia kalau sakit, emang separah itu."

Gue kaget, "Ya ampun! Serius? Terus sekarang gimana?" Panik menyerang seluruh tubuh gue. 

"WA gue belum dibalas lagi. Si Bima itu, jarang banget sakit. Tapi sekalinya sakit, parah." 

Ini kok omongannya Ali nyeremin banget, deh. Keraguan gue untuk pulang semakin besar. Gue memutuskan kembali ke kamar, berbicara dengan Nila dan Valerie yang masih sibuk mengemas pakaian. 

"Apa? Lo mau ke rumah mas gondrong sekarang?!" Gue yang minta izin ke Nila, Valerie yang histeris. 

"Jadi, lo nggak ikut pulang bareng kita?" Nila menatap gue. 

Gue menggeleng, "Nanti gue pulang pakai ongkos sendiri aja. Gue juga ambil jatah cuti gue, ya, Nil. Please. Ini mendesak banget." Gue menangkup kedua tangan Nila. "Boleh, ya, Bu? Saya akan kerjakan berkas yang baru saja Ibu kirim. Tolong, Bu..." Kalau gue udah berbicara formal begini, Nila nggak mungkin menolak. 

Wanita itu mengangguk setelah berpikir. "Nggak usah ngalus lo, ah. Nggak pantes." 

Gue memeluk Nila senang. 

"Tapi lo harus tetap kabarin gue, ya, My," katanya khas seorang ibu. 

"Siap!" 

"Loh, gue juga mau dong, Nil!" Valerie menyambar. "Masa Army bisa langsung liburan di rumah cowoknya gue enggak?!" 

Nila tampak menahan kesal, "Army mau jenguk Bima yang lagi sakit! Bukan liburan!" 

Gue menjulurkan lidah ke arahnya. Valerie balas melotot.

ARMY (Completed)Where stories live. Discover now