Mantan

6.8K 366 2
                                    

Sebulan sudah aku sah menjadi istri Rio Prayoga. Dan dalam tempoh ini, rumah tanggaku semakin dingin. Suamiku tidur dikamar berasingan, selalu pulang malam dan berangkat kerja seawal mungkin.

Huft, seharusnya dia menolak saja pernikahan ini dulu. Mengapa dia tetap mematuhinya jika akhirnya seperti ini.

Akhirnya hari dan bulan berlalu, dan rumah tanggaku semakin tak ada kehangatan. Hari ini aku berniat menemui Rio dikantornya. Meminta waktunya untuk membicarakan masalah kami.

"Rio? Ak-," aku terkejut, sungguh. Di hadapanku suamiku sedang mencumbui sekertarisnya dengan liar. Aku terpaku sementara mereka dengan buru buru merapikan pakaian masing masing.

"Lho, krnapa malah berdiri dipintu Anika?" Pintu dibuka lebar papa mertuaku. Sejenak lelaki paruh baya itu terpaku lalu mrnghembuskan nafas berat.

"Sa-saya permisi pak!" Sekertaris berpakaian ketat itu buru buru melangkah keluar meninggalkan aku dan papa Randi.

"Jelaskan!" Satu kata itu meluncur penuh penekanan keluar dari mulut papa Randi sementara ia membetulkan jas dan duduk di sofa. Rio mendekat dan duduk di hadapan papanya.

"Ma-maafkan aku pa" lelaki yang selama 4 bulan ini menjadi suamiku tertunduk.

"Kamu tidak pernah menyentuhku, istrimu! Tetapi kamu lebih suka menyentuh jalang?!" Aku meremas jemariku mencoba menahan perasaan sakit yang menggigiti hatiku. Papa Randi terkejut mendengarnya.

"Apa maksudnya Nika?" Tanyanya

"Mas Rio ga pernah menyentuhku atau memperlakukanku selayaknya suami memperlakukan istrinya," ucapku sambil memejamkan mata menahan hawa panas yang mengalir.

"Kami tidur dikamar berasingan, tak saling menyapa, tak saling bicara," air mata mulai meleleh membasahi pipiku. Aku membuka mata, menatap lekat wajah lelaki itu.

"Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini mas? Apa salahku? Jika kamu ga cinta aku, bukankah lebih baik kamu menolak pernikahan kita? Apa kamu tau bagaimana perasaanku?!" Aku benar benar ingin memakinya, memukuli wajahnya. Hatiku sungguh sungguh sakit atas perlakuannya.

Tiba tiba seseorang memelukku. Rumita, sepupuh suamiku datang dan memeluk tubuhku yang gemetar menahan amarah. Aku terisak pilu di pelukkan Rumi. Air mataku sudah pasti akan membasahi pakaiannya.

"Papa akan urus perceraian kalian." Aku mrndongak merasakan sebuah tangan membimbingku berdiri.

"Ayo Nika, kita pulang." Papa Randi dan Rumi membimbingku berdiri dan membawaku meninggalkan ruangan Rio.

"Hati hati Om"

Rumi melambaikan tangan, aku tersenyum. Rumi sudah seperti adikku. Mobil pun terasa sunyi karena tak ada yang berani bersuara. Beberapa kali kudengar papa Randi menghembuskan nafas berat. Aku mengusap bahunya yang kini nampak rapuh, lelaki tua itu menoleh. Sorot matanya terluka dan kecewa.

"Aku ga papa pa, maafin aku." Aku mencoba tersenyum, agar lelaki paruh baya itu merasa sedikit tenang. Ku lihat ia mengangguk.

**
Author POV

Rumi berjalan nemasuki ruangan staf keuangan dengan tangan terkepal. Dilihatnya wanita jalang itu tertawa begitu bahagia dengan temannya.

"Cih, apa jalang itu sedang merayakan kesuksesannya melukai hati Anika?!" Desisnya marah

Rumi berjalan mendekat, lalu dengan kuat menarik rambut panjang wanita sialan itu. Menyeretnya ketengah ruangan dan menarik perhatian seluruh staf di devisi itu.

"Dengar! Ini akan menjadi yang pertama dan saya harap yang terakhir! Saya Rumita Prayoga, tidak ingin perusahaan keluarga saya diisi oleh pelacur atau pelakor seperti ini!" Rumi menghempaskan kepala wanita itu dengan kuat sehingga wanita itu terhuyung dan tersungkur di kakinya.

"Dengarkan baik baik setiap perkataanku sialan! Jika kamu berani menggoda mas Rio lagi, aku akn pastikan wajah busuk mu terpampang di surat kabar." Rumi kembali menarik rambut itu kebelakang hingga wanita itu terpaksa mendongak menatap wajah murka Rumita.

"Sekarang, kemasi barang barangmu. Kamu dipecat!" Rumita menghempaskan kepala wanita itu sehingga membentur lantai.

"Kamu tidak bisa memecat saya! Pak Rio tidak akan memecat saya!" Teriak wanita itu marah.

"Oh, benarkah? Sayang sekali, presiden direktur hanya memberikan dua pilihan. Mas Rio kehilangan segalanya, termasuk diusir dari keluarga Prayoga. Atau memecat dan membuang sampah sepertimu. Tebak Mas Rio bilang apa? Dia ga mungkin milih sampah yang memang kotor dan menjijikkan seperti kamu." Rumi tersenyum kemenangan melihat wajah meram padam wanita itu.

"Kemasi barang barangmu secepatnya." Titahnya kemudian sambil berbalik meninggalkan wanita yang beberapa saat lalu sudah menghancurkan rumah tangga sepupuhnya. Rumi terkekeh sambil menutup pintu ruangannya ketika mendengar jeritan geram wanita pekakor itu.

Short Story About LOVEWhere stories live. Discover now