Dendam dalam cinta #5

3.7K 303 10
                                    

Sati curi-curi melirik wanita yang mengaku istri tuannya. Wanita cantik itu berjalan mondar-mandir dengan wajah gusar. Sesekali nampak oleh Sati, wanita itu menatap pintu dan jam dinding bergantian.

"Apa Nyonya butuh sesuatu?" Sati memberanikan diri bertanya.

"Apa kau tau kemana mereka pergi, dan pukul berapa mereka pulang?" bukannya menjawab, Karin balik bertanya. Sati menggeleng.

"Sialan!" maki Karin geram.

CKLEK!

Pintu terbuka, Rioz muncul dengan wajah masam. Karin langsung berlari dan memeluk lelaki itu.

"Minggir!" Rioz mendorong tubuh Karin yang memeluknya erat. Karin menggeleng dan tetap memeluk lelaki itu.

Dengan kuat Rioz mendorong tubuh wanita itu, hingga nyaris terjungkal. Sati menatap tak percaya, wanita yang mengaku istri tuannya itu diperlakukan sedemikian buruk. Meski dalam hatinya senang, itu artinya sang tuan bukan milik sesiapa.

"Tu-tuan,"

Sati menghampiri tuannya. Begitu ia hendak kembali membuka mulut bertanya kebutuhan tuannya. Suara dingin Rioz membuatnya gentar.

"Usir wanita itu. Jangan biarkan orang lain masuk, kecuali Bima."

Rioz membanting pintu kamarnya. Sati menatap Karin bingung. Segan rasanya ia hendak meminta wanita itu pergi.

"Maaf, Nyonya. Anda harus pergi, Anda sudah dengarkan Tuan bilang apa?" Karin menatap Sati tajam.

"Pembantu sialan!" ujarnya sebelum berlalu keluar.

Sati tersenyum sinis. Lalu berjalan mendekati pintu kamar tuannya. Ia tau tuannya sedang dalam mood yang buruk, dan ia tau bagaimana menghibur lelaki itu. Dengan berani tangannya mengetuk pintu kayu itu. Hingga beberapa kali ketukkan, tuannya tak juga membuka pintu.

"Tuan....?" Sati terus mengetuk pintu itu. Tangannya memutar engsel, tapi ternyata terkunci. Ketukkannya kini menjadi gedoran. Sati mulai risau.

DOK! DOK! DOK!

"Tu--"

Tiba-tiba Rioz membuka pintu. Tatapan dinginnya dibalas senyum manis wanita itu. Sati mendekat, membelai rahang tegas itu.

"Tuan butuh sesuatu?" suaranya lembut menggoda. Jemari lentiknya mulai turun membelai dada lelaki itu.

"Minggir."

"Tuan, kita bisa bermain untuk menghilangkan kejenuhan, Tuan," ujar Sati lembut.

Wanita itu melingkarkan tangannya di leher Rioz. Berjinjit lalu mengulum bibir tebal lelaki itu. Untuk sekian detik, lelaki itu diam tak bergerak. Bahkan Rioz sama sekali enggan membalas ciuman pelayannya. Sati terkejut ketika tangan lelaki itu dengan kuat mendorongnya.

"Tu-Tuan?"

"Jangan menggangguku. Atau kau ingin kupecat?" Sati ternganga. Dengan cepat menggeleng, sambil bergerak mundur menjauhi pintu. Dirinya berjengkit kaget ketika tuannya menutup pintu dengan kuat.

Rioz terduduk di tepi ranjangnya. Mengenang kembali hari-hari menyakitkan dalam hidupnya. Kehilangan Maya akibat kebodohannya. Kini ia harus merelakan anak kandungnya diasuh lelaki lain. Ah, lelaki itu, Herroz. Bukankah ia memiliki nomor ponsel lelaki itu.

Rioz tersenyum miring. Mengutak-atik ponselnya, mengirim pesan singkat untuk seseorang.

Me:
Hi, it's me, Rioz. Rememmber me? Kau ada waktu?

Tak lama berselang satu notifikasi muncul. Pesannya dibalas oleh Herroz.

Herroz:
Hey, Oz. Sure, dimana kau ingin bertemu?

Rioz tertawa senang. Lelaki itu nampak sudah masuk perangkapnya.

Me:
Sunline club, i'll be there at 8 pm. I'll see u there.

Herroz:
See u there.

Lelaki itu tertawa makin keras. Lalu menatap ponselnya, menekan nomor Bima.

"Bima. Aku ingin kau melakukan sesuatu. Datanglah."

Setelah menutup panggilannya, lelaki itu melucuti pakaiannya dan memasuki kamar mandi.

---

"Ada apa?" Sati bertanya tak suka ketika melihat Bima berdiri di depan pintu.

"Minggir." Lelaki itu mendorong tubuh mungil Sati dan berjalan masuk. Sati menarik lengannya.

"Mau apa kau? Tuan tidak ingin diganggu," ujarnya ketus. Bima menaikkan sebelah alisnya.

"Bukan Tuan, tapi kau. Kuperingatkan. Berhenti berharap, di hatinya hanya ada satu perempuan."

Sati terdiam. Matanya mulai menunjukkan emosi. Tersinggung dengan ucapan Bima, Sati hendak membalasnya, namun kemunculan Rioz membuatnya menahan ucapannya.

"Tuan? Tuan butuh sesuatu?" Sati mendekat menyentuh lengan kekar tuannya yang langsung menatapnya dingin.

"Bima. Tukarkan dia dengan Lorrie."

"Tidak!!" Sati menggeleng kuat. Tangannya mencengkeram kuat lengan lelaki itu. Ia enggan pergi, ia enggan ditukar dengan wanita tua itu.

"Singkirkan tanganmu." Rioz berkata penuh penekanan. Sati menggeleng. Ait matanya mulai bertakung, bibirnya mulai mengeluarkan isakkan.

"Ck, kau begitu bangga karena pernah kusentuh, huh?!" suara Rioz meninggi bersama emosinya yang kian memuncak. Dengan kasar lelaki itu menghempaskan tangan Sati yang menempel erat di lengannya.

"Tu-Tuan ... a-aku a-"

"Pergi."

Sati mengalah. Wanita itu memutuskan mengalah, berfikir mungkin lelaki itu sedang dalam masalah. Jadi dirinya akan memberi waktu untuk lelakinya menyelesaikan masalahnya. Sati berjalan menyusuri lorong di belakang kediaman mewah itu. Lalu memasuki kamarnya dan mulai menangis kembali.

Rioz menepuk bahu Bima, ketika lelaki itu menyerahkan sebuah map. Rioz membuka map biru tersebut sambil melabuhkan  dirinya di atas sofa. Matanya tajam meneliti setiap kalimat yang tertulis di dalam dokumen tersebut.

"Bagus." Senyumnya terkembang sempurna. Perasaannya membuncah bahagia.

"Nyonya akan segera kembali pada anda, Tuan,"

Sati menutup mulutnya menahan suaranya agar tak terdengar. Kalimat Bima kembali mengusik ketenangannya.

"Nyonya?" lirihnya.

----

Uweekk!

Sepanjang pagi ini Maya merasakan tidak nyaman pada perutnya. Tubuhnya lemah ketika kembali mengeluarkan cairan bening. Herroz tampak begitu khawatir menatap istrinya.

"Kau baik-baik saja, Sayang?" tanyanya gelisah ketika melihat wajah pucat Maya.

"Ak-aku rasa ... aku hamil."

**##TBC##**

Setdah... lama ya saya ga nongol. Kemalasan yang memuncak dan kesibukkan yang tiada henti...

Jangan lupa vote dan komennya ya...
Otw ngetik next part nih...
Tatayo...

Short Story About LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang