BAGIAN 6

754 67 3
                                    

Happy reading my readers
________________________

"Makasih pak" ucap arelia saat turun dari taxi yang ia tumpangi.

Di pandangi rumah megah di depannya dengan sedu.

Itu rumahnya yang sebenarnya, rumah yang menjadi saksi seberapa sakitnya perasaan arelia rasakan selama ini.

Setelah sehari semalam arelia menginap di kediaman Santosa, sorenya arelia pun harus pulang ke tempat asalnya.

Arelia menghembuskan nafas panjang, Siap tak siap ia harus masuk kedalam rumah itu. Apa pun yang akan terjadi.

TING TUNG!'

Arelia menekan bel rumah itu, tak lama pintu terbuka dan munculah bi minah.

"Ya Allah ya Gusti neng arel akhirnya pulang, bibi khawatir neng, neng arel ga papa kan?" Bi minah memutar-mutar tubuh arelia.

Arelia terkekeh pelan "arel ga papa bi, bi minah tenang aja, Arelia baik-baik saja" bi minah menghembuskan nafas lega.

"Siapa bik, kok lama" cahaya menghampiri arelia dan bi minah.

Bi Minah membalikkan badannya "oh anu nyonya, neng arel ternyata"

Cahaya manggut-manggut sambil bersedekap dada "ku kira ga akan pulang, ingat rumah ternyata" cahaya tersenyum sinis lalu berbalik meninggalkan mereka.

Arelia menghembuskan nafas, ia sudah tahu bahwa kejadian seperti ini akan terjadi.

"Neng arel yang sabar ya, neng arel pasti bisa melewati ini semua. Ayo masuk neng" arelia menatap bi minah lalu ngangguk singkat dan ikut memasuki rumah tersebut dengan bi minah.

Ternyata ayah, ibu dan Ade tersayangnya sedang berkumpul di ruang tamu.

"Assalamu'alaikum" salam arelia pelan.

PLAK!'

Salam arelia berbalas sebuah tamparan kasar yang di layangkan ayahnya.

Tangan arelia meraba pelan pipi kanannya yang di tampar sang ayah. Bukan hanya pipinya yang sakit tapi perasaannya pun ikut merasa sakit. Bahkan lebih parah!

"Semalam kemana saja kamu tidak pulang! Melacur ya! Cukup Wajah mu yang membuat saya merasa malu, jangan sampai tingkah laku mu pun membuat saya semakin merasa malu!" Arelia menggelengkan kepalanya tak percaya dengan apa yang di katakan ayahnya.

Arelia menangis tersedu-sedu. Bahkan ayahnya sendiri tak bisa mempercayai anaknya dan menganggap anaknya itu adalah anak yang tak benar.

"Pastilah yah, buktinya setiap weekend dia ga pernah pulang" kompor Adelia yang membuat suasana makin menegangkan.

Arelia menggelengkan kepalanya tak percaya "nggak! arelia bukan orang seperti itu" sanggah arelia.

Cahaya menghampiri arelia dan menjambak rambutnya keras "dasar anak tak tahu diri! Udah tau malu-maluin sekarang mau buat keluarga mu makin ga punya muka iya!"

Cahaya semakin menarik keras rambut arelia "akh, aduh ibuk, ampun Bu lepas. Ampun!"

Bukannya berhenti cahaya semakin memperkuat tarikannya "seharusnya saya tak pernah melahirkan anak seperti mu!"

Cahaya melepaskan jambakannya dengan keras hingga arelia tersungkur ke bawah.

Arelia menangis tersedu-sedu, ia merasakan sakit yang amat sangat sakit pada pipi dan kepalanya terutama pada hatinya.

"Keluarga? Ahahaha ini yang namanya keluarga iya! Arelia ga punya keluarga! Ayah, ibu Hati arelia sakit, perasaan anak kalian sakit, oh aku lupa, bahkan untuk menganggap ku seorang anak pun kalian tak sudi"

"Maaf buk, arelia belum bisa menjadi anak yang memuaskan untuk ibu, tapi jangan bilang kalau ibu menyesal telah melahirkan arelia, hati arelia sakit mendengar kalimat itu, ibu benci arelia aja gapapa, ibu sakiti arelia saja arelia terima. Tapi jangan berucap seperti itu, arelia anak ibu, iya arelia anak ibu" arelia sangat kecewa dengan ucapan cahaya kalau dia merasa menyesal telah melahirkannya.

"Kalau kamu tak ingin ibu mu berucap seperti itu seharusnya kamu bisa menjaga perasaannya bukannya seperti ini sehari semalam baru pulang" ucap Antoni.

"Kalian kira aku di luaran sana berbuat hal yang tak senonoh gitu, iya! Kalau memang aku berbuat seperti itu memang kenapa!"

Antoni mengangkat tangannya ke arah arelia yang masih terduduk di atas ubin yang dingin.

Menatap sang ayah dengan berani "pukul arel ayah! PUKUL! Kalo perlu bunuh arel aja, arel hidup pun tak ada gunanya, keluarga arel sendiri pun membenci arel" Antoni mengepalkan tangannya pelan lalu menurunkannya.

Arelia bangkit dari posisi dia duduk, menatap keluarganya yang terdiam menunduk "arelia pergi bukan untuk hal yang tidak-tidak. Tapi arelia pergi ke tempat yang seharusnya arelia berada, setidaknya ada orang-orang yang mau menerima arelia apa adanya dan bisa menyayangi arelia dengan tulus"

Arelia mengusap pipinya yang basah karna air mata "gapapa, kalian sakiti arelia tak apa, bagaimana pun kalian tetap keluarga arelia. Dan arelia sayang kalian" arelia berlari menaiki tangga untuk menuju kamarnya, meninggalkan keluarganya yang terdiam merenungi apa yang telah terjadi.

BRAK!'

Arelia menutup pintu kamarnya dengan keras, memerosotkan tubuhnya ke lantai bersandar pada pintu kamarnya.

Dengan wajah di telungkupkan di atas lutut arelia menangis sesenggukan.

"Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk menghadapi ini semua" gumam arelia di sela tangisnya.

Perlahan dia bangkit dan menghampiri cermin yang ada di kamarnya.

Arelia terkekeh seakan dia gila "lihat lah rel, kau tampak sangat cantik" gumam arelia.

Dengan rambut acak-acakan, mata sembab dan pipi memerah arelia bercermin.

"Akhhh aku benci dengan diri ku sendiri! Kenapa sih aku harus di lahirkan seperti ini. Lihat lah wajah mu itu! Menjijikkan!" Dengan berderai air mata arelia menunjuk dirinya sendiri di depan cermin.

"Kenapa aku harus di lahirkan seperti ini? Kenapa ya Allah kenapa!!" Teriak arelia sambil menatap cermin penuh kebencian.

Arelia menggelengkan kepalanya pelan "nggak! aku ga boleh seperti ini, maafkan hamba mu ini ya Allah" arelia berjalan menuju kasurnya lalu berbaring meringkuk.

Bisa-bisanya dia menyalahkan yang maha kuasa, ini sudah menjadi takdirnya. Seharusnya dia bisa menerimanya apa pun yang terjadi.

Dengan meringkuk arelia menangis meratapi nasibnya.

Sampai kapan? Sampai kapan arelia akan hidup seperti ini.

Dia hanya manusia biasa, dia pun juga mempunyai perasaan dia juga punya batas kesabaran, dia tak bisa selalu diam tersakiti.

Tapi arelia ini siapa?

Sekuat-kuatnya arelia dia pun punya titik lemah, dia hanya gadis biasa, tak selamanya dia bisa bersabar dan menerima ini semua.

Arelia hanya bisa berharap, berharap penderitaannya segera berakhir dan keluarganya bisa menerima dirinya apa adanya dan dapat menyayanginya.

"Sampai kapan ya Allah, aku hanya ingin keluarga ku, itu saja" gumam arelia pelan. Tak lama ia pun tertidur, masih dengan jejak air mata yang menghiasi pipinya.

#########

Hallo apa kabar semuaa

Semoga part ini bisa memuaskan dan feelnya dapet ya.

Oghey, see you readers.

Jangan lupa untuk vote and coment di bawah ya👇

Salam manis author

RelKan [COMPLETED]Where stories live. Discover now