3. Sadly Birthday

32.3K 2.9K 111
                                    

Pagi menjelang siang. Saat dimana matahari sibuk menyebarkan hangat dan sinarnya, bahkan melalui celah tirai terkecil sekalipun. Hal itulah yang membuat Nino menggeliat sebab sinar matahari menyorot tepat kelopak matanya. Perlahan lelaki itu membuka matanya, sempat meringis karena matanya belum terbiasa dengan silau sinar matahari, ia langsung mengedarkan pandangan begitu menyadari ia tidak berada di kamarnya.

Detik jarum jam menggema diantara keheningan kamar, Nino berusaha mengingat apa yang terjadi, tetapi pusing dan mual di perutnya sudah lebih dulu menyadarkannya pada sebuah fakta;

"Gue clubbing lagi?" gumam Nino sambil berusaha duduk lalu memegangi kepalanya yang berdenyut.

'Clek'

Nino refleks mendongakkan kepala ketika mendengar suara pintu dibuka. Terlihat seorang pelayan perempuan datang sembari mendorong troli makanan.

"Maaf sarapannya baru diantar. Hari ini kami sedang kekurangan tenaga kerja." ujar pelayan perempuan itu sesekali menunduk menunjukkan penyesalannya.

"Gapapa. Taro aja makanannya." balas Nino tanpa minat, ia terlalu sibuk memijat pelipisnya.

Pelayan itu menurut, ia menaruh semua makanan dan minuman yang dibawanya ke atas meja yang terletak dipinggir kamar. Nino memperhatikan dari belakang, sampai saat sang pelayan akan pamit pergi sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

"Tunggu. Kira-kira Mbak tau nggak siapa yang bawa saya ke sini?"

"Masnya nggak inget? Padahal pacar Mas yang bawa kemari. Bahkan dia sendiri yang urus Mas pas Masnya muntah," sontak Nino terkejut, kedua matanya ikut terbelalak membuat sang pelayan meneruskan kalimatnya, "semua sarapan itu juga pesenan pacar Mas. Katanya mungkin aja Mas masih hangover."

Nino turun dari kasur, ia duduk di sofa dan menatap semua sarapan itu. Ada air kelapa muda, sayur sop hangat, buah pisang dan vitamin water yang selalu Airin berikan setiap Nino hangover. Merasa kehadirannya tak diperlukan lagi, pelayan perempuan itu pamit undur diri.

Sesegera mungkin Nino menelpon Airin, tetapi Airin tak kunjung menjawab panggilannya. Hanya suara operator yang terdengar diujung sana.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi."

Dan entah kenapa Nino mulai mengkhawatirkan keadaan Airin.

****


Sagita berdecak kesal entah untuk keberapa kalinya, ia mulai risih dibuntuti seperti ini oleh Nino. Beberapa pasang mata bahkan mencuri pandang kearah ribut yang mereka ciptakan sepanjang koridor.

"Kan udah gue bilang, Airin nggak ada kelas hari ini. Buat apa juga gue bohong." kesal Sagita sambil mempercepat langkahnya karena ia rasa ia telat di kelas berikutnya.

"Terus dia kemana dong? Ditelpon juga nggak diangkat." ucap Nino yang masih setia mengekori langkah sahabat karib pacarnya itu.

"Mana gue tau. Gue bukan babysitter-nya."

"Sagita...."

Seketika Sagita menghentikan langkahnya, ia berbalik untuk menatap wajah Nino yang diliputi kekhawatiran. Membuat siapapun akan menaruh simpati padanya, tapi saat ini Sagita tidak bersimpati pada lelaki itu, ia punya pernyataan yang lebih menarik perhatiannya.

"Gue baru tau lo bisa sekhawatir ini sama Airin. Biasanya kan elo yang bikin dia khawatir." sinis Sagita.

"Entahlah, gue ngerasa harus ketemu Airin sekarang. Tapi dia hilang tanpa jejak." Nino merunduk sedih. Mengetahui Airin tak ada di kampus, makin memperburuk perasaannya.

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now