24. Kehilangan....

11.9K 913 26
                                    

Menjadi guru sekaligus pemilik di sekolah alternatif tidak semudah yang dibayangkan Airin. Dia harus pintar-pintar membagi waktu antara tugasnya sebagai mahasiswa dan sebagai guru untuk anak-anak didiknya.

Seperti yang saat ini Airin lakukan....

Diantara susunan referensi skripsinya, Airin sempat-sempatnya mengisi laporan pembelajaran anak-anak didiknya yang seminggu lalu baru saja mengerjakan ulangan semester. Laporan pembelajaran ini selayaknya rapot anak SD pada umumnya, hanya saja Airin lebih menjabarkan perkembangan anak selama di sekolah. Apa saja kekurangan dan kelebihan sang anak hingga orang tua mereka bisa menangkap informasi yang ingin disampaikan Airin.

Semilir angin berhembus menabrak kulit wajah Airin yang mulai berkeringat karena terik matahari siang ini. Perempuan cantik itu sengaja memilih gazebo yang bersebelahan dengan kolam renang agar pikirannya lebih tenang dan fokus. Walau sinar matahari kian memanas, tidak mengusik ketenangan Airin sebab semilir angin kian berhembus.

Setelah selesai menulis laporan pembelajaran terakhirnya, Airin meneguk jus jeruknya yang tinggal setengah hingga habis. Akhirnya dia bisa merenggangkan sedikit otot-otot yang kaku, dia menarik tangannya ke atas hingga bunyi tulang terdengar.

Tak berapa lama, tiba-tiba ponsel Airin yang berada di sisinya berbunyi. Ternyata itu panggilan video call dari Sagita.

"Halo, cewek Paris," Airin menyandarkan punggungnya ke tembok gazebo, "lagi ngapain?"

"Packing baju, besok gue udah balik. Lo mau oleh-oleh apa?" Sepertinya Sagita sengaja menyangga ponselnya di kursi untuk memperlihatkan seberapa repot perempuan itu berkemas.

"Oleh-olehnya mau status baru lo," Airin nyengir, "gimana? Si Kelvin udah nembak lo belum?"

Sagita sempat tersentak, Airin tidak yakin ini hanya perasaannya saja atau sebuah kebetulan, tapi yang jelas setelah itu raut wajah sahabatnya tiba-tiba murung. Seolah awan hitam menyelimuti perempuan berpipi chubby itu.

"Bukan dia, tapi gue yang nembak."

"Hah?! Seriously?" menyadari tidak akan ada jawaban, Airin pun kembali berkata, "lo harusnya bisa nunggu sebentar lagi. Apapun alasannya, cewek itu pantang nembak duluan."

Sagita menghentikan kegiatannya, dia meraih ponsel lalu menuju balkon kamar hotelnya, "Gue tuh bukan tipe cewek yang mau diombang-ambing harapan, selagi gue yakin, kenapa harus nunggu ditembak?" Sagita mengambil jeda sejenak, "lagipula sekarang ataupun nanti, jawaban Kelvin tetap sama. Dia setia sama cinta pertamanya."

Mendadak suasana canggung menyelimuti mereka. Hal yang paling Airin hindari sejak kecil adalah terlibat perebutan dengan sahabat dekatnya, mau itu tentang mainan, makanan ataupun pasangan sekalipun. Pernah waktu SMP, gebetan sahabat Airin lebih menyukai Airin. Alhasil, sahabat itu meninggalkan Airin dengan alasan merebut orang yang disukainya. Oleh sebab itu, sejak kejadian itu Airin tidak punya sahabat dekat lagi bahkan di masa SMA sekalipun. Hingga akhirnya dia bertemu Sagita di masa orientasi universitas, kepribadian Sagita yang cuek namun terbuka itulah yang membuat Airin nyaman berteman dengan cewek itu.

"Terus gue harus apa?" lirih Airin, "apa perlu si Kelvin gue kasih pelajaran?"

Sagita menarik senyum simpul, dia menarik napas panjang sebelum berucap;

"Gue pengen lo terima Kelvin seandainya dia nembak lo."

"Git...." protes Airin.

"Gue ikhlas Rin. Seandainya dia nembak lo, gue janji nggak bakal marah."

"Tapi gue yang nggak mau. Selain karena lo, juga karena Nino," Airin menarik napas agar emosinya teredam, "lagipula gue nggak bisa jalanin hubungan karena keterpaksaan. Gue cuma anggap Kelvin temen kecil doang, nggak lebih."

My Precious Girlfriend ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang