29. Hari Melepas Rindu

20.7K 1K 51
                                    

Sejak menjadi ketua divisi marketing, Nino makin giat mengejar ketertinggalan agar menjadi direktur utama setidaknya di salah satu anak perusahaan Daddy-nya. Tapi siapa sangka jika Daddy langsung mempercayakan induk perusahaan pada Nino dengan mengangkat Nino sebagai direktur utama sementara Daddy disibukkan dengan pengembangan anak perusahaan yang baru dibangunnya di Singapore.

Itulah sebabnya Daddy terpaksa membongkar identitas asli Nino karena banyak pertentangan dari para petinggi perusahaan, namun setelah mereka tahu siapa Nino sebenarnya, mereka langsung menghormati keputusan Daddy.

Dan hari ini Nino resmi menempati ruangan yang sempat jadi area pribadi Daddy-nya, dia disibukkan dengan pemindahan barang-barang hingga tidak sadar sejak tadi Ayah memperhatikan dari ambang pintu.

Tok ... tok ... tok ...

Nino spontan menoleh dan langsung berdiri tegap melihat Ayah Cendana yang bertamu ke ruangannya.

"Lagi sibuk ya?"

"Oh, enggak kok. Ini tinggal nyusun berkas-berkas aja," Nino mempersilahkan Ayah duduk di sofa, "Ayah ada perlu sama Nino?"

Ayah menggeleng, "Kebetulan Ayah lagi ada rapat deket sini, Ayah mau ngucapin selamat," lalu Ayah menaruh kotak kecil di atas meja, "sekalian ngasih titipan Airin. Katanya dia ikut senang atas kenaikkan jabatan kamu."

Nino pun membuka kotak kecil itu, ternyata Airin menghadiahi jam tangan warna biru keluaran terbaru.

Nino tersenyum, Airin memang selalu tahu apa yang dibutuhkannya.

"Setelah jadi direktur utama, apa rencana kamu ke depannya?" tanya Ayah membuat Nino memutar bola mata berpikir.

"Nino bakal melakukan banyak kerja sama dengan perusahaan lain, terus nyusun rencana matang supaya kerja sama dengan perusahaan Ayah terus berkembang."

Ayah mengangguk seadanya, "Ada lagi?"

Kini Nino mengernyitkan alis, "Emang apa lagi, Yah?"

"Ayah suka semua rencana kamu. Tapi, apa nggak ada nama Airin disalah satu rencana kamu?"

Nino membeku, ditanyai seperti itu oleh orang tua perempuan yang disayanginya berhasil membuat Nino kehilangan kata-kata. Dia bukannya tidak serius dengan Airin, hanya saja rasa gugup begitu menguasai hingga mulutnya hanya bisa terbuka dan tertutup tanpa mengeluarkan kata apapun.

"Ayah paham sesulit apa tugas direktur utama, kamu mungkin bakal jarang ketemu keluarga, apalagi Airin. Tapi kalo kamu udah nggak mau mempertahankan Airin, Ayah bakal suruh Airin lepasin kamu," Ayah menepuk pundak Nino beberapa kali, "sebagai Ayahnya Airin, Ayah nggak mau lihat anak gadis Ayah digantung terlalu lama. Walaupun sama orang yang Ayah percaya sekalipun."

Nino tak sengaja mengartikan tatapan Ayah padanya, dia yakin tatapan itu bentuk dari kegelisahan seseorang yang berdiri diantara dua orang yang disayanginya, seseorang yang tidak bisa memilih salah satu diantara keduanya.

Nino jadi merasa bersalah, dia sudah terlalu sering membuat keluarga Cendana terbebani.

Ayah berdiri dengan tangan yang masih setia menepuk-nepuk pundak Nino, "Tolong pikirkan ini baik-baik. Kalo kamu udah punya keputusan, kabarin Ayah secepatnya." lalu beliau pergi keluar dari ruangan.

Nino ikut bangkit mengantar Ayah ke ambang pintu.

"Yah," Ayah yang baru melangkah beberapa langkah langsung membalikkan badan, "maaf kalo selama ini Nino repotin Ayah."

"Ayah nggak pernah merasa direpotin selama itu menyangkut keluarga Ayah."



*****

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now