11. Panti Asuhan Kasih Bunda

12.2K 1K 41
                                    

Sesuai rencana minggu lalu, akhirnya keluarga Cendana mengunjungi panti asuhan setelah sekian lama. Kedatangan mereka disambut antusias oleh anak-anak, apalagi mereka kedatangan orang baru seperti Sagita, Nino dan Kelvin.

"Baik anak-anak, hari ini keluarga kerajaan datang lagi untuk bermain bersama kita," riuh sorak kegembiraan anak-anak terdengar kencang, "siapa di sini yang kangen Ayahanda dan Bundahara?" tanya Ibu panti.

"Saya, Bu!"

"Saya, saya!"

"Aku, Bu!"

"Aku kangen putra putri kerajaan, Bu!"

Airin terkekeh mendengar panggilan itu. Seketika teringat kembali kilas balik anak-anak panti memanggil Airin, Surya dan Cetta dengan sebutan putra dan putri kerajaan.

"Mereka kok manggil kalian putra putri kerajaan?" tanya Sagita. Bukan hanya Airin, bahkan Nino dan Kelvin pun ikut menoleh.

"Jadi anak-anak panti di sini tuh suka banget cerita dongeng kerajaan. Pas mereka diajak main ke rumah, mereka ngira rumah gue sebagai istana kerajaan. Nah sejak itu, mereka anggap Ayah dan Bunda itu sebagai raja dan ratu kerajaan. Sedangkan gue, Surya dan Cetta dianggap putra dan putri kerajaan karena kita bertiga anak-anaknya raja dan ratu."

"Pantesan," Sagita tertawa pelan, "tapi cocok sih. Kalian bertiga emang cakep, persis di dongeng-dongeng."

Airin tersenyum malu lalu mengalihkan perhatiannya pada anak-anak panti lagi.

"Bundahara bawa banyak makanan buat kalian. Siapa yang mau?" Bunda mengacungkan telunjuknya.

Sontak anak-anak panti yang berjumlah tiga puluh orang itu kompak menyerukan kata "Saya, saya!" sambil mengacungkan jari telunjuk juga.

"Tapi syaratnya kalian main dulu sama Kakak-Kakak ini ya, Bundahara mau siapin makanannya dulu."

Ayah menghampiri ketiga anaknya, "Siapa yang tugas jaga anak-anak sekarang?"

"Cetta, Yah." jawab Cetta.

"Kalo gitu Cetta, Zalea, Kelvin dan Nino tugasnya main sama anak-anak. Sisanya bantu Bunda siapin makan di dalam." perintah Ayah itu sekaligus membubarkan barisan untuk menjalani tugas masing-masing.

Airin, Surya dan Sagita sudah memasuki dapur panti asuhan untuk membantu Bunda menyusun makanan yang mereka beli dalam perjalanan tadi. Sebelumnya tidak seperti ini, biasanya Bunda selalu memasak makanan dari rumah atau membeli bahan di luar lalu dimasak di panti. Namun kali ini, mengukur dari banyaknya orang yang hadir, Bunda memilih beli makanan agar menghemat waktu dan tenaga.

Jadi, dalam waktu lima belas menit pun seharusnya Airin sudah bisa ke halaman untuk bergabung dengan anak-anak panti. Namun seperti biasa, Surya selalu punya cara untuk mengacaukan suasana saat bersama kembarannya itu.

"Kebiasaan!" Airin mencubit lengan Surya, "kalo dimakan terus, nanti yang lain nggak kebagian."

"Cuman satu, Rin. Jangan pelit-pelit napa. Nanti kuburannya sempit."

Sagita menggeleng maklum melihat pertengkaran itu, dia bukan orang asing yang baru sehari dua hari mengenal keluarga Cendana. Karenanya, pertengkaran itu sudah jadi hal lumrah yang dilihat setiap saudara kembar itu bersama.

"Sagita, tolong bawain minuman ini ke depan ya." pinta Bunda.

Sagita menerima nampan berisi cangkir sirup jeruk itu, "Siap, Tan."

Setelah selesai mengurusi bagian minuman, Bunda beralih pada bagian makanan. Dan seperti yang bisa ditebak, lagi-lagi Bunda harus melihat perdebatan anak kembarnya.

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now