Bonus Chapter 2 : Panti Asuhan

11.7K 804 20
                                    

Sepanjang perjalanan, Keano dan Kaila tak henti-hentinya bertanya kemana mereka dibawa. Namun kedua orang tua mereka pernah tidak menjawab secara spesifikasi.

"Nanti juga kalian tau."

Itulah jawaban yang selalu mereka dapat. Keano sampai ngambek sendiri karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Airin dan Nino hanya tertawa kecil karena berhasil menjahili anak-anaknya.

Setibanya di tempat tujuan, emosi Keano meluap jadi kebingungan. Pasalnya mobil yang dibawa sang Papa berhenti di sebuah tempat yang begitu asing untuknya.

"Pan-ti A-su-han Ka-sih Bun-da." begitu eja Kaila setelah turun dari mobil.

Keano yang penasaran menatap Mamanya bingung, "Panti asuhan itu tempat apa, Ma?"

Airin sedikit menimbang kata-kata yang akan dia keluarkan, "Hmm ... tempat kalian main pastinya, kan kita mau liburan," Airin sedikit merunduk untuk membisikkan sesuatu pada kedua anaknya, "di sini banyak teman-teman lho."

"Teman buat Kaila juga ada, Ma?"

Melihat Airin mengangguk, lantas membuat semangat Kaila membara. Dia bahkan langsung memasuki perkarangan panti asuhan, mau tak mau Nino harus ikut menyusul.

Saat Airin ingin menyusul, tiba-tiba sebuah tangan menarik bajunya, membuat langkahnya terhenti begitu saja.

"Abang nggak mau masuk, Ma."

"Lho, kenapa?"

Keano tak bersuara, dia menggigit bibir bawahnya sembari melirik Kaila yang sudah memasuki bangunan panti asuhan.

Menyadari ada kegelisahan di diri Keano, Airin pun mensejajarkan tubuhnya dengan Keano yang hanya setinggi pinggangnya. Lalu dia memegang kedua pundak Keano.

"Abang cuma nggak kenal mereka. Kalo Abang kenalan, pasti betah di sini."

Keano hanya menatap kedua mata Mamanya yang bersinar karena berusaha meyakinkannya, "Abang di sini aja deh."

"Yaudah," Airin bangkit, "tapi tunggunya di halaman ya. Biar Mama tenang ninggalin Abang."

Keano mengangguk setuju. Lalu Airin menyusul masuk setelah mewanti-wanti banyak hal agar Keano tetap aman ditinggal sendiri.

Setelahnya suasana sunyi, hanya ada hembusan angin siang yang mengisi keheningan. Mungkin Keano sudah tertidur di atas bangku taman jika saja sebuah bola tidak mengenai kepalanya, dia meringis sembari mengambil bola itu. Keano mengedarkan pandangan mencari pelaku pelemparan bola.

Hingga dari kejauhan Keano melihat seorang anak laki-laki menghampirinya, tadinya dia tidak mencurigai anak itu sedikitpun. Sampai akhirnya anak itu mengeluarkan pernyataan yang sangat mengejutkan, setidaknya bagi Keano.

"Maaf aku nggak sengaja. Tadi aku lagi belajar main sepak bola, tapi tongkatku malah jatuh. Jadi aku nggak sengaja nendang bola keras-keras."

Bukannya ingin menghakimi, hanya saja Keano tak percaya anak laki-laki bertongkat itu punya tekad belajar menendang bola. Keano tak sadar sudah menampilkan ekspresi meremehkan yang sudah biasa diterima anak laki-laki itu.

"Aku serius mau belajar," anak itu membenarkan letak tongkatnya, "kamu bisa main bola nggak?"

"Bisa."

Mata anak laki-laki itu berbinar, "Aku mau dong diajarin main bola."

Keano tidak langsung menjawab, dia memberikan tatapan menantang, "Apa yang bikin kamu yakin kamu bisa main bola?"

"Aku emang nggak punya kaki seperti orang lain, tapi belum tentu orang lain punya tekad sekuat aku."

Seketika Keano membeku, otaknya berulang kali mengulang kata-kata anak itu yang begitu menusuk hatinya. Seolah kata-kata itu ditunjukkan hanya padanya dan berhasil membuatnya malu setengah mati.

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now