17. Kebenaran Dalam Kejahatan

10.9K 990 50
                                    

Tidak biasa-biasanya seorang Nino bangun pagi-pagi buta. Mungkin biasa kalau cowok itu punya janji kencan dengan Airin, tapi yang Mommy tahu mereka sudah putus.

Lalu kemana tujuan Nino pagi ini?

"Abang mau kemana? Pagi-pagi kok udah rapih gini," Mommy mendekati Nino yang sedang melihat Bi Minah— pembantu baru mereka— membuat bekal, "tumben-tumbenan keluar bawa bekal."

Nino menutup kotak makannya, "Nino mau sarapan di luar. Tupperware Mommy Nino pinjem dulu ya."

Karena tidak ingin memperjelas maksud dan tujuannya, Nino memilih mengambil kotak makan itu setelah mencium punggung tangan Mommy.

Kemarin setelah mengantar Danu pulang, mereka janjian ketemu di kota tua pagi ini. Namun karena mengingat sakit Ibu Danu, Nino berniat mengajak mereka sarapan bersama setelah melihat Bi Minah membuat sarapan di dapur.

"Assalamualaikum." Nino mengetuk pintu kayu rumah Danu, butuh waktu lima menit hingga akhirnya pemilik rumah membukakan pintu.

"Lah, Kak Nino kok di sini? Kita, kan, janjiannya di kota tua."

Nino memamerkan deretan gigi rapihnya sembari mengangkat kotak makanannya, "Kakak bawa sarapan, kita makan bareng yuk."

Melihat niat baik itu, Danu tidak punya alasan untuk tidak mempersilahkan Nino masuk. Setelah menggelar karpet— dengan bantuan Nino— Danu menyusul sang Ibu yang sedang menggoreng di dapur. Ibu pun mematikan kompor untuk bergabung bersama Nino.

"Nak Nino ada perlu apa sampe datang pagi-pagi gini?" tanya Ibu Danu setelah duduk di samping Nino.

"Nino sama Danu udah janjian mau jualan bareng, tapi sebelum pergi Nino mau ajak Ibu dan Danu sarapan dulu." jawab Nino sambil membuka kotak makan yang terdiri dari tiga tempat yang sama besarnya. Semacam rantang tapi dalam bentuk yang elastis.

"Aduh ... jadi ngerepotin gini." Ibu Danu sungkan.

Danu mengangguk setuju, "Padahal nggak perlu. Danu jadi nggak enak sama Kak Nino."

"Gapapa, sekalian aja. Soalnya di rumah lagi banyak makanan," Nino mendorong kotak makanan hingga menyentuh kaki Danu dan Ibunya, "ayo dimakan."

Walau awalnya ragu, Danu dan Ibunya perlahan mulai menikmati nasi uduk yang dibawa Nino. Mereka bahkan sesekali melemparkan lelucon hingga tak terasa makanan itu sudah habis. Mereka terlalu akrab hingga tak sadar waktu berjalan begitu cepat.

"Kita pamit ya, Bu."

"Iya, hati-hati di jalan. Semoga dagangannya laris manis."

Danu dan Nino pamit, lalu bergantian meninggalkan rumah menuju motor Nino yang ada di lapangan terdekat.

"Jadi tiap pagi kamu dagang gorengan?" Danu mengangguk, "terus ke sekolah gimana? Bukannya hari ini kamu masuk sekolah?"

"Emang, tapi Danu mau mampir dulu ke warung teman Ibu yang kemarin. Soalnya gorengan Ibu selalu dititipin di sana."

Nino mendengarkan sembari membantu Danu yang memegang kotak bening berisi gorengan naik motor, untuk kesekian kalinya ia tertohok dengan kenyataan yang Danu berikan.

Tempo hari, Nino percaya dengan pernyataan Airin yang bilang kalau Danu anak yang susah diatur karena selalu datang telat dan pulang cepat. Namun kenyataannya jauh diluar ekspetasi, ternyata Danu datang telat karena mengantar gorengan dulu sebelum sekolah. Dan anak itu selalu pulang cepat karena ada dagangan lain yang menunggu untuk dijual olehnya.

Perlahan, motor Nino mulai melaju membelah jalanan Jakarta yang padat merayap di minggu pagi ini. Ditemani hati Nino yang kembali merasa bersalah karena sudah berprasangka pada Danu.


My Precious Girlfriend ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang